Ketukan pintu yang sangat keras membangunkan tidurku. Jujur aku masih sangat ngantuk sekali. Namun apa daya, mama tiriku berteriak memanggil namaku sambil menggedor-gedorkan pintu kamarku.
Buk bukk bukk
"Heh Bocah kampung! Cepat bangun! buatkan kami sarapan sekarang!" perintahnya sambil menggedor-gedorkan pintu sebelum ia beranjak pergi.
Aku pun langsung bangun dan melangkahkan kaki untuk mandi dan berseragam dengan rapih. Setelah itu aku berjalan menuju dapur untuk membuatkan mereka sarapan.
Sarapan telah selesai dibuat. Aku menghampiri mereka di meja makan. Mereka telah menungguku sejak tadi.
"Jalannya bisa cepat ngga sih?!" bentak kaka tiriku.
Aku pun mempercepat langkahku. Dan ketika aku akan sampai ke meja makan,aku tak sengaja menjatuhkan sarapan tersebut. Jatuhlah sudah makanan tersebut tepat jatuh di baju mama tiriku.
Astagaa..pekik ku dalam hati.
Ia menampar pipiku,menjewer telingaku dan memarahiku dengan suara kerasnya. Sungguh,aku merasa kesakitan.
"Laura, ayo kita sarapan di luar aja. Mama udah muak dengan bocah kampung ini! "
"Iya mah, bisa-bisa aku ketularan virusnya deh"
Lalu mereka pergi meninggalkanku yang masih merasakan kesakitan. Namun aku menepis jauh-jauh rasa sakit itu.
Aku pun membersihkan makanan yang tercecer di lantai. Setelah dirasa cukup bersih, aku bergegas menuju sekolah. Karena sekarang jam menunjukkan pukul 6.30 a.m
Aku berniat untuk berangkat menaiki angkutan umum.Tak lupa aku berpamitan kepada Bi Enah dan Paman Dudu. Aku yakin mereka sangat sibuk mengurusi perintah Mama tiriku dan ka Laura. Jadi terkadang aku tak sempat mengobrol dan bercanda dengan mereka.
***
Sesampainya di kelas, Asep dan Rara langsung menghampiriku.
"Eh eh le gimana yang kemarin?" ucap Rara bisik-bisik kepadaku.
"Yang mana Ra?"
"Ih masa kamu lupa sih"
Aku berusaha mengingat-ngingat kembali apakah aku punya janji atau hal yang lain dengan mereka. Namun hasilnya nihil, aku tak ingat apapun.
"Incess..asep mau tau dong, si pangeran kutub nembak kamu kaya gimana?" Tanya Asep membingungkan aku.
"Eh eh le romantis ngga?" tanya Rara dengan mata yang berbinar-binar.
"Aahh asep teh yakin reaksi lea pasti klepek-klepek kitu " sahut Asep Sunda belepotan.
"Hah? Kalian bicara apaan sih? Aku nda ngerti seriusan."
Asep dan Rara saling bertatapan seolah mereka berkata Atau jangan-jangan Lea ngga di tembak Leo?
Lalu mereka berdua menepukkan jidat mereka secara bersamaan."Mmm-eh engga itu si Asep habis nonton film horor jadi ucapannya horor gitu"
"Ah iya bener,maapin asep ya Lea hihi"
"Ooh gitu ya, loh ko minta maaf? Kalian ada salah apa sama Lea?" jawabnya polos.
Astaga Lea polos banget,sumpah gue sampai pusing sendiri hadapin si Lea
"Ngga usah dibahas lagi ya ayang beb. Eh eh pipimu kenapa beb?" tanya asep yang beralih memperhatikan pipiku.
Aku memegangi pipi bekas tamparan mama tiriku.
"Oh ini, nda apa-apa ko, tadi pipiku gatel,terus aku garuk deh. Ya hasilnya jadi merah gini hehe" jawabku bohong
"Oh gitu toh. Makanya lain kali jangan digaruk-garuk ya.. Nanti bisa-bisa pipinya berlubang lagi haha"
Aku terkekeh pelan mendengar candaan asep itu.
Masa pipi berlubang sih? Emangnya kaya hidungmu hingga 2 berlubangnya. Wkwk.***
Hari ini adalah pelajaran Kimia. Pak ucok nama gurunya. Ia hitam namun rambutnya putih. Janggutnya tidak ada namun kumisnya melilit-lilit. Jangan liat alisnya dari jarak dekat, nyesel nantinya, kok nyesel sih? Pas aku lihat dari jarak dekat cuman ada kira-kira 10 helai rambut di setiap alisnya. Ia juga memiliki rambut yang putih, kalian tau kaya gimana rambutnya? Bentuknya hanya bunderan aja di tengah kepalanya. Yang lainnya ludes, licinnya minta ampun.
Loh loh ko bahas ini lagi sih? Wkwk.Hari ini bukan belajar seperti biasa namun ulangan mendadak. Aku yakin semua siswa di kelas ini tidak setuju dengan ulangan yang mendadak ini. Bagaimana tidak pak Ucok belum aja duduk di tempatnya dan belum menyapa selamat pagi kepada kami semua. Malah ia mengeluarkan suara beratnya sambil melilit-lilitkan kumis putihnya itu.
"Anak-anak, mari kita ulangan, jangan ada yang saling menyontek, mengerti semuanya?! Ga usah dijawab bapa udah tau."
Semua siswa hanya melongo dengan sikap Pak Ucok, guru kimianya tersebut.
Selajutnya Pak Ucok membagikan beberapa lembaran kertas yang berisi soal-soal kimia. Ketika semua kertas telah dibagikan. Barulah kami mengerjakannya.
Aku mengerjakannya dengan serius dan teliti. Aku tidak mau nanti hasilnya mengecewakan ayah. Jujur, ya, aku mengerjakannya dengan jujur. Walau ada beberapa soal yang membuatku pusing kepala, namun aku harus tetap jujur mengerjakannya. Aku tidak peduli dengan teman-temanku yang saling menyontek. Karena menurutku jujur itu di atas segala-galanya.
***
Setelah ulangan Kimia telah berakhir aku di ajak Rara untuk mengikuti salah satu ekskul di sekolah ini. Kata Rara, ekskul Balet paling Exclusive di SMA Sinar Mentari. Tidak heran jika kalangan cewe ingin sekali masuk ke ekskul tersebut. Namun Rara juga berkata jika kamu mau ikut kamu harus tes dulu sebelumnya.Mmm ekskul balet? Aku sangat sangat tertarik. Tapi aku tidak yakin akan lolos dalam mengikuti tesnya.
"Le,jadi gimana? Ikut yaa ikutt, aku juga ingin ikutan nih."
"Mmm aku mikir-mikir dulu ya Ra."
"Ngga usah dipikirin Lea, kita coba dulu ikuti tesnya. Lagian memangnya kamu tau kapan pendaftaran ini akan ditutup?"
Aku menggeleng-gelengkan kepala bertanda bahwa aku memang tidak tahu.
"Besok Le,besok pendaftaran yang terakhir"
"Ko cepet banget sih Ra?"
"Kamu kan baru masuk ke sekolah ini. Pengumuman pendaftaran ini sebenarnya udah dari sebulan yang lalu. Tapi aku baru mau ngedaftarin besok hehe" ucapnya sambil memperlihatkan giginya.
"Terus kalo aku ikut,aku harus ngelakuin apa nanti pas tes?"
"Kamu tinggal lakuin gerakan balet aja. Kamu bisa lihat di YouTube terus tinggal kamu praktekan deh"
Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.
Oke, aku akan mengikuti tes Ballet ini esok hari. Doakan aku ya bunda. Batin Lea.
Penasaran dengan kelanjutannya?
Akankah Lea dapat mengikuti tes Ballet dengan baik?
Oke, nexttt;)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY SUNSHINE EQUA L
Teen FictionDuniaku seakan terasa gelap Seperti ruang hampa yang tiada berarti. Waktu terus berlanjut, Hingga tak disadari hitamnya semakin gelap dan terus menggelap. Lalu, tiba-tiba saja Sang Waktu mempertemukanku dengannya. Aku tak pernah membayangkan kami ak...