EPISODE 03

2.1K 245 9
                                    

"Punggungku sakit sekali." Suara serak itu memecah keheningan di tenda medis.

"Mike, kau mungkin harus belajar beladiri tanpa senjata dengan Ares." Styles datang dengan satu box es batu. Pria berhoodie hitam dengan rambut blonde yang gondrong itu adalah Mike. Setelah memastikan tidak ada orang selain Zara dan seorang Dokter dari Indonesia, Mike menurunkan tudung hoodie dan masker hitamnya.

"Aku tidak menyangka kalau Ares akan semarah itu." Zara memasang salep disudut bibir Lee. Pria itu memejamkan mata menahan perih yang menjalar diwajahnya.

"Ares? Antares Sebastian? Adik tingkat kita yang mengikuti pelatihan militer sebelum wabah?" Pria dengan celana doreng TNI dan kaus hitam serta jas putih Dokter yang sangat kontras tersebut menatap Zara. Menunggu jawaban.

"Yap! Calon Dokter yang memutuskan berhenti kuliah demi Pelatihan Militer Gabungan itu." Jawab Zara sembari mengambil beberapa es batu lalu memasukkanya ke dalam kantung kain khusus untuk mengompres luka memar.

"Ares berhenti kuliah?" Setelah memutuskan untuk diam saja sejak keluar dari tenda istirahat Ares, Lee akhirnya angkat bicara.

"Coba saja hitung berapa tahun yang kau lewatkan karena sibuk dengan Navy Seals." Zara membiarkan Lee mengompres memar diwajahnya sendiri. Ia kemudian membantu Joe memasang salep untuk luka memar dipunggung Mike.

Lee merasakan dingin menusuk wajahnya, menambah rasa nyeri yang menjalar dari bekas pukulan Ares. Ia memikirkan lagi semua yang dikatakan Ares, tentang kematian Orang tua Ares ditangan CIA. Mungkinkah semua anggota Pasukan Khusus mengalami hal yang sama? Tapi untuk apa mereka membunuh keluarga dari Pasukan Khusus Navy Seals? Apa yang sebenarnya disembunyikan CIA dari mereka? Siapa yang harus dipercaya sekarang?

Suara sirine menggema ke seluruh Kamp. Lee, Zack dan Styles buru-buru memakai masker, helmet dan rompi anti peluru mereka. Tanpa mengatakan apapun, merek bertiga keluar dari tenda, membaur bersama beberapa Tentara yang berlarian untuk membantu Pengungsi memperkuat pasak tenda mereka. Sejak siang, awan kelabu sudah bertengger diatas kepala mereka, tanda bahwa hujan deras pertama tahun ini akan menyapa Surabaya.

"Joe, pastikan semua tenaga medis sudah ada di gedung utama." Zara membawa tas besarnya lalu keluar dari tenda. Disusul dengan Joe bersama ransel dan koper medisnya.

Suasana Kamp Darurat yang tadinya tenang kini berubah total. Para Pengungsi dan Tentara sibuk memperkuat pasak tenda mereka, memastikan tenda besar tempat mereka beristirahat tak akan hancur diterpa hujan. Begitu juga dengan Julli dan Ares, yang kini sudah kembali ke dalam tenda, Randi juga pindah ke tenda mereka. Rintik hujan mulai turun saat Julli menutup rapat tirai plastik pintu tenda. Julli masih berdiri didekat pintu, memandangi rintik hujan yang kian deras. Ares melepas jaket dan memberikannya pada Julli.

"Jaketmu sudah dibuang kan?" Ujar Ares saat Julli menatapnya bingung. Perempuan itu kemudian mengangguk.

Hujan turun tanpa ampun seolah alam sedang mengamuk pada mereka sekarang. Air mulai menggenang, menerobos masuk melalu celah dibawah tenda.

"Aku nggak yakin kalau tenda ini kuat dihantam badai." Randi berdiri di tengah tenda, memperhatikan tiang-tiangnya yang mulai bergoyang karena angin kencang.

Ares menyelipkan Glocknya ke dalam jaket, Julli yang sejak tadi berdiri didekat pintu pun mulai membereskan isi ranselnya dan menyelipkan pisau disepatu bootsnya. Badai benar-benar datang, tenda diseberang sudah lebih dulu roboh dihantam angin kencang. Randi buru-buru membuka tirai pintu tenda.

"Ayo keluar!" Teriaknya pada Julli dan Ares yang sibuk mengikat tali sepatu.

"Sialan. Untuk apa mendirikan Kamp Darurat kalau dihantam badai saja hancur." Gerutu Ares sambil berlari keluar, disusul Julli dan Randi.

THE WORLD [BOOK 3 OF 211 SERIES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang