EPISODE 04

2.1K 237 25
                                    

Benda itu tergeletak diatas sapu tangan milik Norah. Nano chip itu sudah tertanam sejak bertahun-tahun lalu tanpa mereka sadari. Lee mulai mengingat lagi bagaimana semua misi yang ia pimpin bisa berjalan sebegitu mengerikannya sampai merenggut beberapa rekan timnya. Ia masih ingan saat petinggi CIA mulai berkhianat satu per satu. Mungkinkah selama ini Lee memimpin timnya bukan demi kemanusiaan?

Ares yang selalu saja mencari keributan saat berada dalam satu ruangan dengan Lee, sudah lebih dulu bungkam. Ia duduk, mematung dikursinya dengan pikiran yang lalu-lalang.

"Sebaiknya malam ini kita semua istirahat disini, tak ada petugas yang akan kemari. Aku akan memastikan itu." Norah bangkit, memakai jaketnya lalu berjalan keluar ruangan.

"Aku harus mencari Randi." Alasan yang tak masuk akal dari Julli, yang tentu saja sukses membuat Ares menatapnya kesal. Julli menepuk pundak Ares kemudian keluar ruangan. Ia harap, Ares bisa berbicara pada Lee dan hubungan mereka membaik. Disaat seperti ini, membenci hanya akan mempersulit keadaan.

Beberapa pengungsi masih terjaga dengan secangkir minuman hangat ditangan mereka. Empat orang Tentara berjaga ditiap pintu keluar sementara sisanya berkumpul untuk istirahat di ruangan lain. Julli kembali ke ranjang yang sempat ditempati Ares. Randi duduk disana dengan wajah kusut, terlihat jelas kalau ia masih mencemaskan nasib Adiknya. Julli memandang keluar jendela, hujan masih turun sangat deras, angin kencang juga belum bosan merobohkan tenda-tenda, ditambah lagi petir menyambar ke sembarang arah. Tak jarang beberapa orang yang sudah tertidur pun bangun karena kaget. Julli merogoh smartphone disaku jaketnya, masih berfungsi dengan baik dan layarnya menampilkan angka 03.08, sudah dini hari. Ia berjalan mendekati jendela besar di gedung itu. Tak ada tenda yang utuh berdiri, semuanya berantakan. Julli sempat berpikir, apakah Maudi bisa bertahan diluar sana? Sementara semua orang berlindung di gedung ini tanpa memikirkan nasib mereka yang sudah setengah reevers.

"Aku harus keluar cari Maudi." Julli tersentak saat tiba-tiba Randi menghampiri sambil memakai jaket parkanya.

"Semua pintu dijaga. Diluar masih bahaya banget, lagi pula gimana caramu bawa masuk Maudi nanti?" Julli memelankan suaranya, ia menahan lengan Randi.

"Apapun caranya." Randi menepis tangan Julli kemudian berjalan cepat, keluar dari ruangan utama tempat para pengungsi beristirahat tersebut.

Julli mendecak sebal. Ia setengah berlari mengejar Randi yang melewati ruangan tempat Ares dan yang lain beristirahat. Mendengar derap langkah cepat dan keras itu, Ares bangkit. Ia membuka pintu, melihat dua orang yang begitu ia kenal sedang berlari menyusuri lorong. Tentu saja Ares tak akan membiarkan mereka bertindak bodoh. Buru-buru Ares memakai jaketnya, memastikan Glock masih tersimpan rapi disaku bagian dalam. Lee, Harry, Zack dan Mike tertidur pulas saat ia keluar menutup pintu.

Ia berjalan cepat melewati ruangan-ruangan kosong yang entah sudah berapa tahun ditinggalkan. Matanya mulai terbiasa dengan kegelapan dan cahaya yang minim dari smartphone jadulnya. Benar, ia masih menyimpan smartphone yang baterainya tak sampai sepuluh persen. Flash dibelakang ponsel itu selalu ia gunakan untuk senter.

"Sialan, pergi kemana mereka?" Ares mulai berlari menyusuri lorong. Membuka setiap pintu ruangan yang ia lewati sampai langkahnya berhenti saat mendengar suara pecahan kaca.

Ares membuka pintu ruangan disampingnya, menemukan Julli yang berusaha menghentikan Randi. Ares menyorot keduanya dengan lampu flash ponsel. Jendela kaca yang ada diruangan tersebut sudah sepenuhnya pecah.

"What the hell are you doing?" Suara Ares meninggi. Ia setengah berlari menghampiri mereka lalu mencengkram lengan Julli, menariknya menjauh dari Randi.

"Bukan urusanmu." Randi menutup kepala dengan tudung jaketnya, bersiap melompat keluar jendela.

"Randi, kamu nggak bisa –

THE WORLD [BOOK 3 OF 211 SERIES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang