"Kau yakin Boss tidak menyuruhmu segera membunuh bocah ini?"
Dia mendengar suara berat seorang pria dan tubuhnya dipukul pelan dengan benda yang berat serta dingin. Julli membuka mata, kegelapan tak berujung menyambutnya. Ia bisa merasakan kalau matanya sengaja ditutup menggunakan kain hitam. Kedua tangannya terikat keatas, begitu juga dengan kedua kaki yang masing-masing dipasangi rantai. Julli sengaja tidak bergerak, ia tak ingin ditodong dengan banyak pertanyaan lalu berakhir dihajar habis-habisan oleh mereka yang menjaganya.
"Dia manis." Suara itu membuat Julli tercekat. Ia tak bisa membayangkan kalimat apa yang akan dilontarkan penjaga lain.
"Tak ada larangan untuk melepas pakaiannya bukan?" Suara lain menyahut. Julli merasakan tangan seseorang menyentuh jaketnya.
"Sentuh dia, maka kubolongi kepala kalian satu-per-satu." Julli mengenali suara itu. Ia mendengar derap langkah yang menjauh, satu, dua, tiga... tiga orang.
"Aku diperintah untuk menjaganya mulai malam ini." Suara ini, Julli masih ingat siapa dia.
Tiba-tiba saja, satu tamparan mendarat dipipi kiri Julli. "Jangan pura-pura, efek obatnya sudah habis sejak satu jam lalu." Julli tetap tenang dan tak bergerak sedetikpun, itu suara wanita.
"Cukup. Dia ada dibawah tanggung jawabku, Ash. Sebaiknya kau segera pergi menyusul pacarmu atau Marry akan melemparmu ke misi lain." Suara lelaki tadi kembali terdengar, selanjutnya decakan sebal serta derap langkah yang menjauh.
"Dia bukan pacarku bodoh!" Debam pintu terdengar setelahnya. Julli bisa merasakan hanya ia dan si lelaki ini yang tersisa diruangan.
"Bertahanlah sebentar. Kumohon." Lelaki itu kembali berbisik. Julli merasakan jarum menusuk leher, perlahan kesadarannya turun drastis.
"Bersiaplah saat kau bangun nanti." Itu kalimat terakhir yang didengar Julli sebelum kesadarannya benar-benar lenyap sekali lagi.
**
"Dengar, aku hanya perlu tahu siapa yang berkhianat. Dengan begitu, aku bisa menentukan langkah selanjutnya."
"Tapi bukan begini caranya!"
"Aku akan baik-baik saja. Kau hanya perlu menembak perutku, aku tidak akan mati karena pelurumu."
"Tidak."
"Ares! Aku tak bisa menyelamatkan semua orang jika kau begini!"
"Mana bisa aku menembakmu brengsek! Aku membencimu, tapi aku tidak –
Dorr!
Ia terkesiap. Petir menggelegar diluar, melengkapi hujan yang turun ditengah malam itu. Ares mengusap wajah frustasi, memimpikan bagaimana Lee ditembak didepan matanya dan juga terpaksa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan pengkhianat itu. Benar, ia hanya melepaskan tembakan satu kali dan pelurunya tepat menembus punggung Lee sementara tembakan pertama datang dari penembak jitu diatas gedung. Sekali lagi, bayangan Lee tergeletak memenuhi kepala Ares, berpura-pura menjadi orang yang membenci Lee adalah hal yang sulit. Permintaan Lee yang bodoh itu menghantui Ares. Ia memperhatikan sekitar, semua orang tertidur, mereka masih berlindung didalam kontainer sambil menunggu Serena memberi kabar pada Zack. Setelah memastikan bahwa hanya dia yang terbangun, panelnya pun dinyalakan. Pesan dari nomor sekali pakai muncul, Ares mencatat koordinat yang tertulis dan buru-buru menghapus pesan tersebut. Ares bangkit dan bergerak sangat pelan, membenarkan jaket lalu menyandang ransel sebelum keluar dari kontainer. Dibawah hujan, Ares berlari menuju gedung pusat informasi pelabuhan yang masih ramai. Dibukanya pintu toilet yang jelas-jelas sudah diberi papan penanda bahwa toilet sedang dalam perbaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WORLD [BOOK 3 OF 211 SERIES]
Aventura3 Tahun setelah insiden pengeboman besar-besaran diseluruh dunia, mereka dibubarkan. Tak ada lagi pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa mereka. Tidak ada lagi pertarungan politik di dalam Amerika. Pasukan Khusus Navy Seals hanya tinggal nama. Tentu sa...