"Profesor, anda harus melihat hasil pemeriksaannya." Seorang wanita dengan jas dokter dan separuh wajah ditutupi masker itu berjalan cepat memasuki ruangan lalu memberikan tablet yang dipegangnya.
Pria paruh baya pemilik ruangan itu menerima tablet tersebut, beberapa data terlampir. Sorot matanya terlihat kaget, lalu jemarinya menggeser beberapa halaman. Sampai pada akhirnya ia menatap Dokter yang binar matanya terlihat amat bahagia. Ada kelegaan luar biasa yang tercetak disana.
"Simpan baik-baik. Jangan beritahu siapapun, bekerjalah seperti biasa. Anggap informasi ini belum ditemukan. Aku akan mengirimkan kode pada Will di UEG."
Wanita itu mengangguk lalu mengambil kembali tabletnya, dengan cepat ia mengunci data tersebut ke dalam folder khusus kemudian keluar dari ruangan. J Markle, nama itu tertera pada jas Laboratorium milik Pria paruh baya tersebut. Setelah memastikan komputernya bebas dari pengawasan pemerintah, ia pun mulai membaca seluruh koleksi buku puisi miliknya dalam salah satu folder pribadi.
***
Julli, nama itu tak akan pernah ia dengar lagi. Ia harus hidup dengan identitas baru, memulai segalanya dari awal. Kabur dari semua orang yang mengincarnya sebagai Hans yang terakhir. Menyedihkan sekali.
"Kau baik-baik saja?" Ares bertanya sambil melihat sekeliling. Mereka berdua keluar dari gedung melalui pintu darurat di belakang ruangan pengungsi. Jia, rasanya aneh memanggil Julli dengan nama itu.
Julli tak menjawab, ia hanya diam dan terus berjalan dengan pikiran penuh. Rasanya ingin menangis saat mengingat bagaimana Ayahnya tewas. Setelah semua kesulitan yang ia lewati, kini ia harus berhadapan lagi dengan kenyataan bahwa Ayahnya membawa seluruh keluarganya ke dalam lingkaran setan. CIA tak akan berhenti pada Profesor Hans seorang.
Julli tiba-tiba saja ditarik dan terpeleset. Ares memeluknya lalu mengangkat tubuhnya agar bergeser ke balik tenda yang setengah roboh.
"Aku yakin mereka belum terlalu jauh." Suara bariton itu terdengar.
"Pergi ke Identification Area! Aku akan menahan mantan anggota CIA brengsek itu!" Lalu yang terdengar selanjutnya adalah derap langkah cepat.
Ares melihat empat orang tentara berlari melewati gerbang sterilisasi lalu masuk ke Identification Area yang sudah rata dengan tanah akibat badai.
"Jia!" Ares berseru untuk menyadarkan Julli yang masih saja melamun.
Juli hanya menatap datar. Ares mendecak sebal, ia menarik tangan Julli lalu bangkit. Setelah memastikan tak ada lagi Tentara yang lewat, Ares menggenggam tangan Julli erat lalu berlari melewati gerbang sterilisasi Identification Area.
Perlahan air mata Julli jatuh, perempuan itu hanya mengikuti Ares yang berlari. Dadanya sesak, ia tidak ingin berakhir seperti ini. Rahasia itu membuat hidupnya benar-benar hancur. Ia menyeka air matanya lalu berhenti berlari, membuat Ares tersentak dan ikut berhenti.
"Kita harus bergegas." Ares mengingatkan, menatap Julli cemas.
"Apa salahku sampai harus diburu kayak gini?" Suara Julli gemetar.
"Jia, kita keluar dulu baru bicara soal itu. Mereka juga nyari Lee dan yang lain." Ares berusaha menenangkan Julli dan meyakinkannya untuk segera keluar.
"Aku cuma mau hidup nyaman. Masuk ke Zona Hidup dan memulai semuanya dari awal." Julli berseru karena suara yang gemetar dan air mata yang tak berhenti. Ares memperhatikan sekeliling, matanya tertuju pada menara kontrol jauh dibelakang Julli. Ia menyipitkan matanya untuk melihat apa ada orang yang berjaga diatas sana.
"Aku ingin hidup." Julli mulai terisak.
Cukup lama sampai Ares menyadari seorang penembak jitu sudah mengarahkan moncong senapan semi-otomatisnya dari atas menara kontrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WORLD [BOOK 3 OF 211 SERIES]
Avventura3 Tahun setelah insiden pengeboman besar-besaran diseluruh dunia, mereka dibubarkan. Tak ada lagi pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa mereka. Tidak ada lagi pertarungan politik di dalam Amerika. Pasukan Khusus Navy Seals hanya tinggal nama. Tentu sa...