Differently - 2

69 17 2
                                    

"Dinda. Apa kabar?"

Langkah dinda terhenti. Lidah nya kelu. Ingin rasanya mata itu mengeluarkan sisa cairan bening yang selalu dinda tahan selama ini. Tapi dinda masih berpegang teguh dengan ego nya.

Dinda berbalik. Menampakkan muka datar dan alis yang terangkat sebelah. Tanpa ekspresi lainnya. Dinda mengulurkan tangan.

"Kayaknya gue udah terkenal ya di sekolah ini sampai lo tau nama gue. Gue Adinda Aqilah Reynandra, kelas X IPA-3."

Rama tersenyum miris dengan sikap dingin dinda. Lalu mengulurkan tangannya juga untuk menyambut tangan dinda.
"Gue Rama. Putra Rama Yudistyo. Ketua osis di sekolah ini. Jadi kalo lo mau nanya-nanya tentang sekolah ini, lo bisa nanya gue." ujar rama dengan berusaha menjaga ekspresi nya.

"Oh gak perlu kok. Gue punya adek disini. Lo pasti tau juga kan? Muka lo gak asing. Pernah jemput adek gue kan ke rumah?" jawab dinda sambil melepas jabatan tangan dan tersenyum miring.

"Ahh.. Iya gue pernah jemput naya ke rumahnya." ujar rama menjawab pertanyaan sengit dinda.

"Oh bagus deh. Jaga adek gue ya. Jangan lecet. Dia kesayangan banget. Kalo gue mah lecet sampe baret juga gak ada yang peduli." ujar dinda lalu berlalu pergi tanpa menunggu jawaban rama lagi.

***

Setelah itu, dinda berjalan dengan air mata yang mengalir begitu saja. Sakit sangat sakit.

Setelah 1 tahun lalu rama mematahkan hatinya, sekarang dinda mematahkan hatinya sendiri.

Sebut saja dinda bodoh. Tapi semua ini diluar dugaannya.

Dinda benar-benar ingin bebas. Bukan malah terperangkap disini. Terperangkap di masa lalu nya. Masa lalu yang membuat dinda sudah bersumpah untuk tidak mengingatnya lagi.

Dinda sampai di toilet perempuan sekolah ini. Masuk dengan kepala menunduk. Membuka wastafel dan membasuh mukanya.

"Lo lemah banget din, lo gak pernah selemah ini sebelumnya. Kuat dong. Tiga tahun aja disini. Setelah itu lo bisa pergi." ujar dinda pada diri nya sendiri.

Setelah meyakinkan dan menguatkan diri demi harkat dan martabat bangsa diri dinda wkwk. Lupakan. Dinda membenarkan baju nya yang sedikit lusuh dan keluar toilet dengan muka datar nya.

***

Sampai kelas, dinda memilih untuk duduk di belakang paling pojok. Merebahkan kepalanya menghadap jendela.

Mendung. Sama seperti yang dia rasakan. Tanpa di duga, rintik demi rintik hujan turun. Membasahi semua yang ada di bawahnya.

Mata dinda tiba-tiba menangkap seorang laki-laki yang bermain basket di tengah derasnya hujan. Dengan senyum sumringah mendrible bola basket.

Seketika dinda mengalihkan pandangannya.

"Cihh. Gue benci basket."

***

Masa orientasi siswa yang membosankan. Aksi senioritas dan semacamnya. Dinda tidak terlalu peduli. Sampai suara cempreng teman kelasnya yang bahkan belum dinda kenal sukses membuat dinda terlonjak kaget.

"Woyy!! Pengumuman.. Pengumuman.. Nama gue Indri Raisa. Tadi gue di kasih tau sama kaka kelas cogan nan menawan---"

Semuanya sontak tertawa sebelum indri selesai berbicara. Yang benar saja, kaka cogan nan menawan.

"Wahh.. Indri, jangan sampe jadi cabe-cabean lo. Gue terongin nanti." jawab laki-laki yang duduk di pojok kanan kelas, jauh dari pandangan dinda.

Tapi dinda bisa melihat. Itu laki-laki yang main basket sambil hujan-hujanan tadi.

DifferentlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang