Dinda dan genta terus berjalan berkeliling. Mencoba untuk mencari cemilan yang bisa mereka makan setelah acara selesai.
"Kayaknya udah pada abis deh gen." ujar dinda dengan muka kecewa.
Genta yang melihat sikap dinda seperti anak kecil hanya bisa tersenyum geli.
"Ga usah cemberut. Makanya tadi waktu makan malam ga usah jaim sama naya dan rama." ujar genta sambil menggenggam lebih erat tangan mungil dinda.
"Harus jaim dong." ujar dinda sambil celingak celinguk mencari makanan.
"Lo mau makan banget?" tanya genta sambil melirik dinda.
Dinda mengangguk antusias dengan mata berbinar.
"Ya udah kita keluar aja. Cari makanan." ujar genta yang sudah lebih dulu berjalan menuju pintu keluar gedung.
Mereka terus berjalan dengan di selingi tawa kecil di tengah pembicaran. Sampai semuanya terhenti karena rama.
"Ada apa ram?" tanya genta dengan menaikkan alisnya.
"Gue mau ngomong sama dinda. Boleh?" tanya rama dengan muka datar.
Genta mengalihkan pandangannya dan kembali menatap dinda yang raut wajah nya berubah menjadi lebih dingin.
"Gimana din?" tanya genta pelan.
"Kamu tunggu didepan sayang. Aku ngomong bentar sama dia."Mata genta sukses membulat sempurna mendengar jawaban dinda yang mengikut sertakan kata-kata "kamu" dan "sayang".
Dengan kikuk genta mengangguk dan berjalan keluar ruangan dengan jantung yang mulai tidak sehat.
Rama tersenyum miris ketika mendengar dinda mengucapkan kata sayang pada seseorang yang baru saja keluar tadi.
"Kita ngomong di kolam renang aja." ujar rama tanpa menatap dinda.
Dinda mengangguk dan berjalan lebih dulu dengan sedikit angkuh. Untuk kali ini dinda tidak ingin di anggap lemah.
***
"Mau ngomong apa lo?" ujar dinda dingin. Setelah sampai di depan kolam renang.
"Kayanya bahasa halus dan lembut kamu udah hilang di peradaban ya buat aku." ujar rama dengan senyum getir nya.
"To the point aja. Pacar gue nunggu didepan." ujar dinda semakin dingin.
"Pacar ya?" tanya rama seperti orang yang kehilangan sebagian dari diri nya sendiri.
Dinda mengangguk tanda bahwa itu kebenarannya. Padahal hanya akal-akalan dinda supaya rama merasakan bagaimana rasanya di campakkan.
"Rasa sayang dan cinta kamu udah hilang din buat aku?" tanya rama to the point sambil menatap dinda.
Dinda balik menatap rama dengan sorotan mata kebencian dicampur dengan sorotan mata kekecewaan.
"Rasa sayang dan cinta gue hancur saat itu juga ram. Saat lo dengan bangga nya meruntuhkan semua kepercayaan gue. Hati gue udah mati buat lo." ujar dinda dengan penekanan disetiap kata nya.
Air mata yang dinda tahan akhirnya runtuh dan memilih untuk meloloskan diri.
"Maaf." ujar rama lirih.
"Pacar lo dan lo sendiri ram. Kalian sama. Cuman bisa bilang maaf tanpa bisa berbuat apa-apa. Dasar pengecut!" teriak dinda.
"Aku ngelakuin itu karena aku ga sadar din kalo perasaan ku cuman buat kam--"
Plak.
Kata-kata rama terputus saat satu tamparan keras berhasil lolos mendarat di pipi nya.
"Lo. Orang yang sudah bikin semuanya jadi kacau. Lo. Orang yang sudah bikin persaudaraan gue hancur! Lo. Orang yang berani mematahkan hati gue dan adik gue dengan bersamaan! Berani lo sakitin dia, lo ga bakal pernah hidup tenang ram!!"
Setelah itu dinda pergi dengan berlari kecil. Dengan air mata yang coba dia hapus. Beruntungnya acara ini sudah selesai dan tinggal beberapa keluarga saja.
Meninggalkan rama yang merasa seperti tertampar lebih perih dari tamparan nyata dinda tadi. Perkataan dinda benar-benar membuat rama menyesal.
***
Dinda berlari dan sampai didepan pintu keluar dengan mata sembab.
Genta menoleh dan terkejut bukan main melihat dinda dengan keadaan tidak baik-baik saja sekarang.
"Dinda?! Lo kenapa?!" tanya genta dengan langsung memeluk tubuh dinda.
"Pulang gen. Gue mau pulang." ujar dinda sambil mengeratkan pelukannya pada genta.
"Iya kita pulang. Tapi lo tenang dulu." ujar genta berusaha menenangkan.
"Gue udah tenang. Ayo pulang." ujar dinda mengangguk dalam pelukan genta seperti anak kecil.
"Pulang nya gimana kalo masih kaya gini? Mau di gendong?" goda genta dengan alis naik turun.
Sontak dinda melepas pelukan itu dan merapikan tatanan rambutnya.
"Modus aja lo." ujar dinda dengan muka kesal.
"Ya udah mau pulang kan? Ayo." ujar genta sambil menggenggam tangan dinda berjalan lebih dulu.
***
Dilain sisi, rama hanya bisa diam membeku di depan kolam renang. Kata-kata dinda terus terngiang di kepala rama.
"Ram? You okay?" tanya naya yang baru saja datang.
Rama hanya menoleh dengan muka datar dan mata sayu. Dengan tambahan bekas tamparan dinda pada pipi nya.
"Ram?! Pipi kamu?" tanya naya terkejut sambil memegang pipi rama.
"Shh.. Sakit nay." ujar rama pelan.
"Ya ampun sorry. Ini kenapa ram?" tanya naya panik.
"Aku habis ngomong sama dinda. Bukan cuman penjelasan yang aku dapat. Tapi juga tamparan nyata dan tamparan batin." ujar rama sambil tersenyum miris.
"Ya udah kita pulang. Ayo itu harus diobatin." ujar naya perhatian.
Rama hanya bisa diam sambil memandangi gadis di depan nya. Gadis yang dari 2 tahun lalu menjadi milik nya. Gadis yang sama sekali tidak pernah tertanam didalam hati nya. Tapi dia seorang gadis yang selalu mencoba menanamkan cinta didalam hatinya.
Rama terlalu bodoh selama ini, tapi dia tidak pernah bisa mencabut cinta yang sudah tertanam dihati nya. Cinta yang sudah memiliki wadah baru untuk ditanami. Dinda.
"Ram? Kok ngelamun sih? Ayo.. Nanti makin sakit loh." ujar naya sambil menarik tangan rama.
"Aku antar kamu ke rumah dulu nay. Baru aku pulang ke rumah ku." ujar rama.
"Kayanya salah deh. Kamu harus pulang. Itu harus di obatin." ujar naya sambil menunjuk pipi rama dengan mata bulat nya. Menimbulkan kesan manis yang ada di wajah nya.
Rama hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Lagipula jika dia memaksa yang ada mereka malah hanya akan berdebat.
"Masuk ram. Aku aja yang nyetir." ujar naya sambil membuka pintu untuk rama.
Rama hanya bisa diam sambil menatap naya dari belakang. Mungkin ini saatnya dia membuka hati untuk gadis ini.
"Nay." panggil rama pelan.
"Ya? Ada ap--"
Perkataan naya terputus saat dia berbalik dan langsung menerima pelukan dari rama. Semakin lama naya merasa bahu nya basah. Rama menangis?
"Ram.. Ga papa. Semuanya bakal baik-baik aja." ujar naya menenangkan sambil mengusap pundak rama dalam pelukan nya.
"Makasih nay. Makasih untuk semuanya. Aku janji bakal berusaha jadiin kamu satu-satunya. Satu-satunya yang ada di hati aku." ujar rama.
Air mata naya jatuh dengan sendirinya. Ingin senang? Naya bukan adik yang tidak tau diri. Dia paham apa yang dirasakan dinda sekarang. Ingin sedih? Tapi naya bukan seorang munafik yang tidak akan bahagia jika dia mendapatkan balasan cinta.
Karena cinta sendirian, hanya bisa menyisakan luka tanpa ada bahagia didalamnya. Benar atau tidak tetapi itu faktanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Differently
Teen FictionPrinsip Adinda itu, 1. Adinda pasti dapat. 2. Adinda sudah dapat 3. Adinda selalu kehilangan yang dia dapat. Selalu seperti itu. Adinda jenuh dan akhirnya pasrah akan semuanya. Sampai seseorang datang dan merubah prinsip nomor 3 Adinda. Seseoran...