Prolog

2.5K 147 96
                                    

Minggu pagi adalah waktu di mana aku suka sekali menghabiskan waktu dengan tidur dan mengurung diri di kamar. Sedikit menggeliat dan kurenggangkan otot tubuh. Masih dengan sedikit kesadaran, tanganku meraba-raba mencari keberadaan benda pipih yang biasa digunakan sebagai alat komunikasi.

Mataku terbuka sempurna kala membaca pesan darinya.

Utari, maafkan aku.
Aku sadar, bahwa aku tidak bisa selalu menjagamu. Sedangkan aku tidak berhak mengatur hidup kamu. Persis seperti yang kamu bilang.
Aku sadar itu.

Air mataku jatuh membaca pesan dari pria yang yang selalu menjadi malaikat tanpa sayap untukku. Ada rasa sakit tak kasat mata di dadaku. Buat napasku terasa sesak. 

Tuhan ... sesakit ini kah hidup?

Kuberanikan diri kembali membaca pesannya.

Semalam, adalah hari terakhir di mana kita bertemu.
Aku sayang kamu ....
Aku tahu, kamu paham dengan jelas perasaaanku.
Tahun depan akan menjadi tahun yang berat untukmu, jadi apa pun yang terjadi kuharap kamu bisa bertahan.
Karena kamu gadis yang kuat, dan aku percaya itu.
Tanpa aku, kamu masih tetap bisa berjalan.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kamu tahu apa yang terbaik untuk dirimu.
Jangan terlalu keras berpikir, berhentilah berperang dengan logika.
Banyak hal yang tidak bisa kita urai dengan logika.
Kamu tahu bukan? Tidak boleh ada kata maaf dalam mencintai, cukup bilang bahwa aku mencintaimu.
Karena itu, aku tidak akan pernah minta maaf karena mencintaimu.

Aku mencoba memukul dada ini berkali-kali untuk mengurangi rasa sesak dan sakit yang tak tertahan. Aku seakan tidak bisa bernapas, seolah-olah aku berada di ruang sempit tanpa udara. Sesak!

Demi Tuhan, ini sakit. 

Aku tahu selama ini dia mencintaiku, tapi aku hanya diam dan pura-pura bodoh. Egoiskah aku? 

Aku berperan menjadi gadis tamak yang hanya mau menerima cinta darinya tanpa berniat membalas rasa itu. Menahan dia di sisiku tanpa tahu jika aku juga melukainya. Egois. Itu diriku.

Dengan berurai air mata, kulanjutkan kembali membaca kalimatnya.

Waktu kita berakhir di sini, sesuai perjanjian. Dan tahun depan, kamu harus menentukan pilihanmu.
Tuhan memang satu, tapi kita berbeda. Benang tak kasat mata itu membuatku sulit menggapaimu. Jangan marah pada Tuhan, berhentilah merajuk. Karena memang seperti ini takdir kita.

Berjanjilah ....
Kamu tak akan melukai dirimu. Lakukan itu untukku, kumohon ... tidak ada bantahan untuk ini!

Selamat tinggal, gadis kecilku ...

Selamat tinggal untuk gadis yang selalu ada di hatiku.

Dari yang mencintaimu.

Rama Mahesa Putra

Dia pergi .... Dia benar-benar pergi meninggalkan aku sendiri.

"Jahat! Kamu jahat!" 



To be continue.

Suara Terakhir (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang