Seorang gadis berlari dengan langkah ringan. Rambut hitam bak mayang mengurai, terbang dan menari bersama angin. Diabaikan bajunya yang basah karena rintik hujan mulai mengguyur kota Yogyakarta.
"Aku lulus, Sis. Kamu gimana? Lulus nggak?"
"Alhamdulillah. Aku lulus, Tar."
"Alhamdulillah, kamu lihat Erlangga nggak?" tanya gadis bernama Utari pada sahabatnya, Siska.
"Ciyee ... yang sudah punya Abang," canda Siska.
"Ish, kamu ini." Rona merah muda menjalar di wajah Utari yang putih, ada lesung pipit yang membuat gadis itu semakin cantik.
"Idih, pake acara malu-malu empus. Aih, itu Abang kamu sedang makan di kantin." Siska menunjuk sekumpulan siswa sekolah menengah atas yang sedang duduk menyantap batagor, dan Erlangga salah satu di antara mereka.
"Aku ke sana dulu, ya. Daaah, Siska."
Utari menerobos gerimis, menuju kantin sekolahnya. Hari ini, seluruh siswa sekolah menengah atas mendapatkan pengumuman kelulusan.
"Angga ...," panggil Utari pada Erlangga yang tengah asyik menyantap hidangan di depannya. Merasa ada yang memanggil namanya, Erlangga mendongakkan wajahnya mencoba mencari asal suara.
Senyum mengembang di sudut bibirnya kala melihat gadis pujaan hatinya datang. Segera ia bangkit dari duduknya, lalu menghampiri gadis penghuni relung hatinya.
"Hai, gimana hasilnya? Lulus?" tanya Erlangga.
"Lulus dong, masa nggak lulus." Utari berucap dengan bangga dihadapan kekasihnya.
"Jelas! Pacar siapa sih ini," gemas dengan tingkah Utari, Erlangga mencubit kekasihnya yang terlihat chubby.
"Aw, sakit tau! Suka banget cubit pipi aku," gerutu Utari.
"Abis pipi kamu kaya bakpau, jadi demen deh buat cubit-cubit."
Erlangga semakin senang menggoda Utari, berbeda dengan kekasihnya itu yang memasang wajah kesal.
"Mau jalan nggak nih?" Erlangga mencoba membujuk Utari yang mulai merajuk.
"Ke mana?"
Jual mahal. Seperti itulah sifat wanita. Di mulut menolak tapi hati berteriak setuju.
"Gimana kalau ke kafe Garden?"
"Jam?"
"Sore ini aja, gimana? Mau?" Erlangga menahan senyum geli, Utari sangat polos dan mudah ditebak. Dia tahu bahwa kekasihnya itu, malu-malu tapi mau.
"Ya deh," jawab Utari.
"Kok ya deh? Nggak ikhlas banget," ledek Erlangga.
"Iya, iya, mau. Puas?"
Tawa Erlangga pecah, senang sekali bisa menggoda Utari. Setidaknya itu yang dia rasakan saat ini.
"Ya sudah, mau aku jemput?"
"Nggak usah! Ketemu di kafe aja, kebetulan mau anter kue pesenan Nenek."
"Kalau gitu jangan lupa dandan yang cantik, yaaa?" goda Erlangga sambil menoel pipi Utari.
"Nggak janji ya, aku pulang dulu. Takut Siska kelamaan nunggunya," ujar Utari.
"Pulang sama dia?" Utari hanya mengangguk sebagai jawaban.
Sepasang kekasih itu berpisah di lorong kantin sekolah. Erlangga tidak bisa mengantar Utari lantaran ia masih bersama dengan teman-temannya. Sedangkan Utari sudah berjanji akan pulang dengan Siska, sahabatnya.
Utari Sanjaya, gadis berwajah oval dengan pipi chubby lesung pipit di sudut bibirnya adalah kekasih dari Erlangga Parikesit. Keduanya sudah menjadi sepasang kekasih semenjak mereka memasuki semester pertama di kelas sebelas. Tak terasa dua tahun sudah mereka menjalin kasih.
Setelah mengantarkan kue pesanan Neneknya, Utari mengendarai motor matic miliknya menuju kafe Garden. Dia dan Erlangga, memiliki janji untuk merayakan hari kelulusannya dengan makan atau sekedar nongkrong di kafe.
Suasana kafe yang cukup ramai membuat Utari kesulitan mencari pemuda tambatan hatinya. Dia merogoh tasnya, mencoba mencari benda pipih yang biasa ia gunakan untuk menghubungi seseorang, atau hanya sekedar berselancar di dunia maya. Setelah menemukan ponsel miliknya, Utari segera melakukan panggilan cepat untuk menghubungi Erlangga.
Pada bunyi dering ke empat, Erlangga menjawab panggilan telpon dari Utari.
"Hallo, Er. Kamu lagi di mana?"
Suara Erlangga tidak terlalu jelas di telinga utari. Hanya bising dengan deru mesin yang terdengar awalnya.
"Ya, Tar. Aku masih di jalan." Erlangga mencoba menjawab panggilan Utari sambil mengendari motor kawasaki ninja miliknya.
Erlangga mencoba fokus antara panggilan suara di ponselnya dan jalan raya. Tangan kanan Erlangga gemetar karena menyeimbangkan motornya, yang ia kendarai dengan satu tangan.
Itu adalah hal yang paling berbahaya. Tetapi Erlangga tak mampu untuk mengabaikan telepon dari Utari.
"Masih lama?" tanya suara gadis yang ia cintai itu. Terdengar lucu karena mungkin sedang merajuk terlalu lama menunggu Erlangga.
Erlangga tersenyum geli, "Iya Sayang, tung--"
Erlangga hilang fokus. Tubuhnya kaku seketika, pikirannya mendadak kosong. Sebuah lampu truk menyorot wajahnya.
Hingga ....
Hanya terdengar suara berdecit yang luar biasa hebat. Hingga tubuh Erlangga terlempar, berguling di aspal.
Rasa sakit itu menyergapnya bagai kematian yang akan segera datang. Darah mengalir dari tubuhnya.
Sampai pada akhirnya ia tak mampu untuk bertahan ... terjerat dalam kegelapan. Tak sadarkan diri setelah kecelakaan hebat, dengan keadaan terburuk.
Membuat gadisnya menunggu sendiri.
To be continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Terakhir (Complete)
Roman d'amourMana yang akan kamu pilih antara aku, atau Tuhan-mu?