Part 7

493 24 3
                                    

REVISI, 17 Juli 2017



"Adara, kamu darimana aja sayang? mamah khawatir sama kamu. Jam segini baru pulang. Kamu kan baru tinggal di Jakarta" mamah nya terus berbicara membuat hati Adara yang kacau semakin semrawut.

Ulan adalah panggilan akrab mamah nya.

"Ada kakak yang jagain aku"

"Jadi seharian kamu sama Nabhan?" tanya Ulan antusias. Mengikuti Adara duduk di sofa ruang tamu.

"Iya, sama papah juga" Adara melihat ke samping, mengamati ekspresi mamah nya ketika mendengar kata 'papah'.

Mamah nya terdiam, menatap lurus ke depan. Entah apa yang ada di pikiran mamah nya. Adara terdiam, membiarkan mamah nya berbicara terlebih dahulu. Ia ingin tau bagaimana tanggapan mamah.

"Bagaimana sekolah kamu hari ini? lancar?" tanya Ulan berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Jika keadaan papah yang mamah maksud, dia gak baik-baik aja. Masih sama kaya dulu" jawab nya, ia tau jika mamah nya pasti ingin menanyakan kabar mantan suami nya. Tapi ego lebih kuat sehingga memilih menanyakan hal lain.

Adara sadar, hidup nya saat ini lebih bahagia. Bukan karena dady baru yang ia miliki saja, tapi semua keluarga nya tinggal di kotayang sama. Sehingga mudah bagi nya untuk bertemu kedua keluarga nya. Dua hari ini Adara merasakan kebahagian yang begitu kentara.

Ketika di Lombok dulu, ia merasa kesepian. Meskipun di rumah nya sering banyak tamu, mulai dari rekan bisnis dady yang datang untuk sekedar bersilaturahmi atau membahas masalah bisnis mereka. Dan teman-teman mamah yang glamour, datang berhamburan setiap hari nya. Tapi hal itu tidak membuat dunia yang sepi menjadi terisi. Dady nya yang selalu sibuk bekerja entah pergi ke luar negeri atau kemana pun Adara tidak pernah tau. Dan mamahnya, meskipun sering berada di rumah, ia hanya sibuk mengurus teman-teman arisan nya. Membahas pakaian, sepatu atau apa pun yang sedang trend sekarang, perhiasan model baru. Tapi Nabhan selalu ada untuk nya, meskipun semua perhatian nya hanya tercurah melalui tulisan.

"Dua hari ini, aku selalu mampir ke rumah papah. Maaf kalo Adara gak izin ke mamah dulu. Aku takut mamah gak ngasih izin" Mamahnya memang sudah tau perihal Nabhan yang sering mengantar jemput nya. Hanya saja, belum mengetahui jika setiap pulang sekolah ia selalu mampir ke rumah Nabhan terlebih dahulu.

"Papah masih sama kaya dulu" Adara menggantungkan kalimat nya seraya menatap Ulan yang ikut menatap nya.

"Masih care sama mamah dan juga aku. Papah bahkan gak ada rasa dendam apapun sama kita yang udah tega ninggalin mereka. Kecuali kakak.. dia masih marah sama mamah. Bahkan untuk menginjakan kaki nya ke rumah ini pun, enggan. Kalo aja dulu mamah gak egois, mungkin gak ada benci diantara kita" lanjut nya. Kristal bening perlahan menetes di kedua pipi nya. Teringa tamarah Nabhan yang menggebu. Kebencian sudah mendarah daging dalam diri nya.

"CUKUP ADARA!" suara Ulan meninggi, ia menutup telinga nya seraya berdiri.

 Adara terperangah mendengar teriakan Ulan, ia menundukkan pandangan nya. Perkataannya tadi memang sudah kurang ajar, karena secara tidak langsung telah membuka lembaran lama. Ibu nya masih menatap tajam.

"Jangan bahas tentang itu lagi. Terutama anak itu. Dia tidak tau diuntung, aku menyesal telah melahirkan putra seperti nya!" ucap Ulanmenggebu-gebu karena emosi telah menguasi nya. Ia melangkah pergi.

Adara tak bergeming. Wajah tertunduk nya sudah dipenuhi air mata. Semua keluarga nya saling melontarkan kebencian. Apa tidak ada kata damai untuk keluarga nya, termasuk ibu dan kakak nya?.

"Aku tau, sebenarnya mamah kangen sama kakak"kalimat yang dilontarkan Adara mampu menghentikan langkah Ulan ketika hendak menaiki anak tangga. Posisi nya tetap membelakangi Adara, hanya kepala nya yang sedikit menoleh. Menantikan kalimat selanjut nya. Adara melihat ke depan,menatap tubuh belakang ibu nya.

"Jangan mengada-ngada. Hentikan!" ucap ibu nya tanpa berbalik, ketika menaiki anak tangga kedua langkah nya kembali terhenti karena perkataan Adara.

"Lalu apa yang mamah sembunyiin di balik bantal? Itu yang nama nya benci? Mamah masih ngelak, kalo mamah merindukan kakak?" ucapAdara seraya menatap telivisi yang mati. Air mata nya membanjiri pipi.

"Sesering apapun mamah bilang benci, tapi cinta selalu mengiringi. Setiap dady keluar kota, mamah selalu peluk foto kakaksebelum tidur kan?" ia menoleh ke samping, mendapati tubuh ibu nya yang sudah berbalik.

Adara sudah tau sejak lama, jika ibu nya masih menyimpan foto Nabhan sewaktu kecil. Memeluk nya ketika hendak tidur, dan kesempatan itu diambil ketika Josep (suami nya) tidak ada di rumah. Ulan memang menyembunyikan sebuah fakta jika ia mempunyai seorang putra. Entah apa alasannya, Adara kecil tidak cukup pintar untuk menelaah teka-teki yang dibuat ibunya. Tapi saat Adara tumbuh besar, ia juga ikut andil dalam kebohongan yang diciptakan ibu nya. Saat itu ia juga dilema, takut dady nya akan meninggalkannya karena membenci ibu nya yang sudah berbohong. Itu juga salah satu alasankenapa diri nya langsung menyetujui permintaan Nabhan untuk menjemput dan mengantar nya tidak di depan rumah. Jika dady nya melihat, sudah pasti semuanya menjadi semakin rumit. Apalagi sekarang, semua nya sudah lebih baik dibanding dulu.

Terkadang, hati nya ikut sakit ketika melihat ibunya seperti itu. Rindu tapi tak mau diutarakan hanya karena keegoisan dan kebencian yang sudah terpatri.

***

Jam 06.10

Adara masih berada di kamar nya, belum juga berangkat ke sekolah. Biasa nya 10 menit yang lalu kakak nya sudah memberi kabar akan menjemput nya di tempat biasa. Tapi ponsel nya tak menyuarakan bunyi apapun. Itu berarti tidak ada notifikasi yang masuk.

Ia kembali teringat kejadian semalam.

Suara bel menginterupsi isak tangis Adara. Saat  ia mengutarakan segala nya, ibu nya pergi ke atas begitu saja tanpa sepatah katapun. Segera kaki nya melangkah ke arah pintu, berniat membukakan. Tidak lupaj ejak air mata nya ia hapus, meskipun tidak sepenuh nya tertutupi. Karena matanya yang masih memerah. Mungkin jika ditanya ia akan memberikan alasan klasik, kelilipan.


Sebelum membukakan pintu, Adara menarik napas panjang. Menetralkan pikiran dan hati nya. Saatpintu terbuka, alangkah terkejut nya melihat sosok di balik pintu. Dua orang laki-laki berbeda usia berdiri di hadapan nya dengan satu orang yang dipapah oleh orang di sebelah nya.


Adara diam tak bergeming. Menatap kedua nya bergantian. Kenapa jadi serumit ini?.


***


Hayo... siapa yang dateng?


Jangan lupa voment yah..

Dewasa Itu MenakutkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang