Part 4

817 27 0
                                    

REVISI, 12 Juli 2017

Keadaan Adara kini tak jauh berbeda dengan Rea. Gadis itu cenderung diam. Sepanjang perjalanan, ia mendadak bisu tak seperti biasa nya yang selalu cerewet. Hal itu membuat heran kakak nya, Nabhan. Aldebaran Nabhan Pradipta, kakak yang selalu menemani nya dalam keadaan apapun. Bahkan ketika dunia mengucilkan nya sekalipun. Ketika yang lain berlomba menjauh, Nabhan siap mendekat dan berkata 'ada aku'. Meskipun hal itu ditunjukan hanya lewat chatting atau pun videocall, karena ia tidak tinggal bersama kakak nya di Jakarta, baru kemarin ia tiba di kota kelahiran nya.

Adara memang sangat beruntung mempunyai kakak sebaik Nabhan, sama seperti beruntungnya Rea memiliki Arsen di hidup nya.

"Kak" sapa Adara seraya menoleh ke arah Nabhan dan kembali menatap ke jalanan.

Nabhan hanya bergumam. Ia tidak akan bertanya apapun kepada adik nya. Jika ia dibutuhkan sebagai pendengar maka Adara akan berbicara dengan sendiri nya. Memaksa nya bercerita sama saja membangunkan macan tidur.  Apa semua cewek begitu ya?

"Kalo ternyata mereka emang bener pacaran gimana?"

Nabhan terdiam sebentar mencerna ucapan Adara.

"Ihh kok diem sih!" Adara kembali merajuk karena kakak nya tidak merespon.

"Maksud kamu...  mereka yang kemarin itu" tanyaNabhan memastikan. Mobil nya berbelok di sebuah pertigaan.

Adara memang sudah menceritakan soal kedua remaja berbeda jenis yang mereka temui kemarin di depan ruang guru. Seperti nya adik nya ini tertarik dengan laki-laki yang mempunyai perawakan tidak jauh berbeda dengan nya. Memang sih, tampan. Pinter juga Adara cari gebetan.

"Iya. Tadi, Rea bilang kalo Arsen bukan kakak nya"

"Terus kalo mereka pacaran kenapa? Kok kamu yang repot"

"Kok nanya nya gitu?"

"Apanya?"tanya Nabhan bingung.

"Sebel aku kalo curhat sama kakak, bawaan nya keseelll mulu. Ganteng-ganteng kok lemot" gerutu Adara. Gak di telepon gak fast to fast sama aja.

Kakak nya ini memang terlalu cuek. Maka nya tidak ada satu pun teman kampus nya yang betah berteman dengan Nabhan. Tidak heran, karena Nabhan tidak perduli terhadap sekitar, untung masih peduli pada nya. Dia itu bagai batu, hati nya keras,susah sekali dilunakan. Sekali nya benci kepada seseorang maka selama nya akan begitu. Dan.. sifat itu lah yang menjadi keretakan hubungan keluarga nya. Tapi ya sudah lah, yang terpenting Nabhan tidak ikut membenci nya itu sudah lebih dari cukup.

"Lagian, bukan nya kemarin kamu bilang sendiri kalo mereka itu saudaraan. Kenapa sekarang lain lagi"

"Itu bukan aku yang bilang, tapi Clara sama Letta" Jelas Adara.

"Ya..aku kan tau nya dari kamu bukan mereka" jawab Nabhan acuh.

"Tuh kan mulai deh. Kenapa sih jadi bahas yang lain. Kesel!" Adara mengerucutkan bibir nya. melipat tangan di depan dada.

"Loh. Kamu sendiri yang mulai tadi"

Ingin rasa nya ia menjambak rambut kakak nya atau bahkan membunuh laki-laki ini. Menyebalkan sekali.

"Serah"

Diam.

Nabhan tak berniat menjawab lagi. Malas saja meladeni adik nya yang kalo udah ngomonggak ada ujung nya.

"Kak ih" Adara menggoyangkan pahanya.

"Apalagi?"

"Dengerin.."

Dewasa Itu MenakutkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang