"Appa dan Eomma akan pulang seminggu lagi? Tumben cepat."
"Tentu saja, kami kan kangen banget sama kamu. Kamu kan sendirian terus di rumah. Kami sebagai orang tua selalu khawatir kamu kenapa-kenapa."
"Duh, eomma kan tau aku ini udah besar, jadi bisa mandiri. Gak usah khawatir, aku juga bisa jaga diri kok."
"Yaudah, eomma tutup dulu ya teleponnya. Ada sedikit urusan."
"Iya, nanti telepon lagi ya?"
Tut.
Tap tap tap.
"Lisa, aku gak bisa. Maaf ya."
Sakit. Sakit sekali.
Untuk apa aku terlalu berharap? Toh dia tidak pernah mencintaiku.
Batinku sesak. Mengingat kata-katanya barusan.
"Ah, dingin sekali," gumamku. Aku mengeluarkan syal putih dari tas gendongku lalu melilitkannya di leherku.
Membosankan sekali menunggu bus lewat. Apalagi ini sudah larut malam. Aku khawatir tidak akan ada bus yang lewat.
Aku berdiri. Sudah setengah jam menunggu. Ini terlalu lama.
Aku mengeluarkan ponselku. Berharap setidaknya ada seorang teman yang mau menjemputku.
"Halo? Ada apa meneleponku Lis?"
"Jen, kau bisa tolong mengantarku di halte? Aku sendirian disini. Disini sepi sekali."
"Kau, sedang dimana memangnya?"
"Um... Aku sendiri tidak tau ini dimana? Tapi yang jelas ini halte di Busan. Tolong ya."
"Tunggu. Aku akan ke sana."
Tut. Jennie menutup teleponnya.
Huh. Lagi-lagi harus menunggu.
Tap tap tap.
Langkah kaki siapa itu?
Tap tap tap.
Suaranya semakin keras dan mendekat.
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Ada seseorang dengan jaket hoodie di sebelah kanan jalan. Sepertinya dia mendekat ke arahku.
Aku berjalan ke tengah jalanan yang sepi itu.
Tap tap tap.
Dia lalu menghentikan langkahnya. Tangannya merogoh saku.
Tut tut.
Ponselku bergetar. Ada telepon. Tapi, tak ada nama yang tertera disana. Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengangkatnya.
"Halo?"
Aku terperanjat. Orang berhoodie itulah yang sedang meneleponku.
"Halo, Lisa."
Aku merinding. Siapa dia? Bagaimana dia bisa tau nomorku?
Tap tap tap. Dia perlahan-lahan berjalan mendekatiku.
Aku melangkah mundur.
"Si-siapa kau?"
Dia tidak mau menjawab dan terus melangkah maju.
Jalanan. Jalanan tiba-tiba terang. Aku segera menoleh ke belakang.
Dan...
BRAK!
Aku tertabrak mobil putih itu.
Pandanganku mulai kabur. Pendengaranku pun mulai kabur. Kepalaku terasa sakit sekali.
Keparat. Bukannya bertanggung jawab dia malah melarikan diri dengan mobilnya. Sial.
Darah. Ada darah mengucur. Darah siapa itu?
Ah, itu darahku. Aku... Sakit sekali.
Tunggu. Apa yang barusan kudengar?
Suara kucing?
KAMU SEDANG MEMBACA
FLYING WITHOUT WINGS
FantasyHidup dan mati saling berhubungan. Masa lalu dan masa depan saling berhubungan. Senang dan sedih saling berhubungan. Manusia dan makhluk lain saling berhubung. Apa yang bisa menghubungkan semua itu? Apakah cinta? Apa itu CINTA? Sebuah ungkapan saja...