Chapter 6

452 22 0
                                    

"Jauh di sana, hati masih berharap.

Cinta yang sama akan selalu hadir untuk nya"

- Cahaya -

※※※

"Cepet ya, barusan aja kita liburan. Happy holiday dan sekarang kita udah happy wisuda day!" Ucap Sella dengan nada tidak rela nya.

Hujan dan anak lain nya terkekeh pelan. Hujan menoleh kan kepala nya ke kanan dan ke kiri. Mencari suatu sosok tapi yang di tunggu malah tak muncul-muncul. Apalagi kalo tidak di undang. Muncul sendiri ituh sosok. Masa iya ituh setan? Alakadabra deh. Benda tabung yang terbuat dari besi itu mengundang Hujan untuk segera maju ke panggung.

"Saya ucap kan selamat atas keberhasilan pada tahun ini ya Hujan. Maaf jika kami sekeluarga sekolah banyak membuat mu kewalahan dengan tugas. Dan sekali lagi selamat!" Duh banyak cakap itu guru. Ingin sekali Hujan menggampar guru banehol itu. Tapi enggak sopan juga sih. Setelah acara terkutuk itu selesai, Hujan tampak panik.

Dari tadi ia tidak melihat Awan.

"RANDOOO!!!" panggil Hujan.

"Buset dah itu suara apa toa? Bisa-bisa kuping gue-" ucapan nya terpotong.

"GUE MAU NANYA DI MANA AWAN??? KENAPA DIA ENGGAK DATENG???" Teriak Hujan dengan frustasi.

"Emang kutu kupret itu enggak ngomong kalo hari ini dia pergi buat daftar kuliah di Harvard?" Tanya Rando.

"Gue bakal nyusul dia. Kapan dia lepas landas?"

"Sejam lagi. Lo punya waktu se jam buat ke bandara. Lo bisa?" Tanya Rando dengan hati-hati.

"Kenapa dia enggak ngomong sama gue sih? Apa gue enggak berharga lagi di mata nya dia?!" Hujan berlari keluar sekolah nya dan segera menyetop taksi yang bersliweran kaya setan.

"Pak bandara! CEPETAN YA PAK! NGEBUT KALO BISA!" Hujan tampak begitu parno dan kesulitan karena baju wisuda itu.

"Sabar neng!"

"AYO PAKKK!!!"

Taksi itu berhenti tepat di parkiran bandara. Hujan berlari tanpa menghirau kan panggilan si supir taksi. Soal nya taksi nya belom di bayar sih. Hujan berlari sambil menenteng tas, topi wisuda dan heels nya. Ia benci ini. Ini bukan rencana nya. Dia benci pada diri nya sendiri. Benci. Benci. Dan benci. Dia berlari ke arah pintu masuk bandara.

"Dek, mana tiket nya?" Petugas itu tampak menyelidik Hujan yang berkeringat.

Hujan melihat jam yang melingkar di tangan nya. Mata nya membulat sempurna. Kurang 15 menit lagi Awan akan pergi. Akan pergi dari hidup nya. Akan pergi dari diri nya.

"PAK BIARIN SAYA MASUK!" teriak Hujan sambil mencoba menyerobot penjaga-penjaga itu.

"Enggak ada tiket enggak boleh masuk! Dasar bocah!" Penjaga itu tetap tidak mengijin kan Hujan masuk.

Dengan terpaksa Hujan menyeruduk penjaga itu lalu berlari masuk ke dalam ruang tunggu bandara. Di sisi lain, seseorang menarik koper nya. Ia sudah siap berangkat. Menarik nafas panjang dan mengeluar kan nya. Itu yang di lakukan pria itu setengah jam lalu.

Awan Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang