Epilog

801 25 0
                                    

"Pernah ku rasa

Arti kehilangan sesungguh nya"

- Kehilangan Rasa -

※※※

Laki-laki itu tersenyum lembut mendominasi wajah tampan nya. Namun senyum nya kembali pudar. Beberapa potong kenangan berputar layak nya slide siap geser kapan saja.

"Hujan... kenapa rasa nya melupakan sesulit ini?" Laki-laki itu mengusap wajah nya frustasi.

Rintik-rintik gerimis mulai berjatuhan lembut berirama di luar sana. Cokelat panas nya mengepul dengan bau khas cokelat dan mint yang hangat.

"Hei, udah nunggu lama?" Seorang gadis tinggi, gendut dan berkaca mata itu duduk di depan laki-laki itu.

"Nika, aku... sudah menunggu mu"

※※※

"Kamu mau apa lagi?" Awan tampak memperhatikan Hujan yang telaten menyiram tanaman.

"Aku mau cokelat panas. Bisa masak air kan?" Sindir Hujan.

Kemarin aja masak mie instant, mie nya malah jadi kaya bubur. Freak. Awan melangkah kan kaki nya ke arah dapur. Ia menuang kan beberapa bubuk cokelat lalu mencampurkan nya dengan air panas.

"Nih cokelat nya tuan puteri!" Awan meletak kan cokelat panas itu di meja dengan taplak berbentuk love di bawah nya.

"Makaseh. Baik banget sih!" Hujan terkikik geli. Awan bersemu merah merona di sisi pipi nya.

Sore itu angin berhembus merdu mengikuti irama nyanyian Hujan. Hujan menatap girang Awan yang melanjut kan acara nya setelah menyiram tanaman.

"Istirahat aja dulu!"

"Oh iya, soal kamu ngajak nikah. Jadi? Langsung kawin aja gimana?"

Bugh.

"Itu sendal terbuat dari batu ya?" Awan meringis kesakitan.

Sedang kan Hujan yang mendengar kata-kata kawin hanya tersenyum dengan wajah yang menunjukan bahwa ia sedang berpikir negatif untuk selanjut nya.

"Ayo kata nya nikah!"

"Awan!!! Will you Sarimie isi 2?" Hujan ngakak terpingkal-pingkal.

Awan mengerucut kan bibir nya sepanjang corong jalan raya cibubur sampai kecebur. Hujan menatap hening Awan yang sedari tadi mengatup kan bibir nya.

"Alah, jangan ngambek deh! Nanti ganteng nya ilang!" Goda Hujan.

"Emang gue ganteng ya?" Tanya Awan dengan girang.

"Lah yang ngomong situ ganteng siapa? Kan gue cuma bilang nanti ganteng nya ilang, kalo situ ganteng. Padahal realita nya jauh dari kata ganteng!" Hujan terkikik kembali.

Sore itu tak lagi bermakna dan senja tak lagi mengindah kan dunia. Sore itu kesedihan tak lagi ada dan rasa kecewa menghilang entah kemana.

Awan Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang