Chapter 3

753 28 0
                                    

"Semua tahu waktu akan mengubah

SEGALA-NYA dalam sekejap"

- Waktu -

※※※

Awan berjalan gontai melewati lorong sekolah nya yang tampak ramai. Dia juga sempat melewati kelas Hujan beberapa kali. Tapi gadis itu tak memuncul kan ujung hidung nya. Sejujur nya dia tampak gelisah karena kemarin mereka hujan-hujan an.

"Sel! Lo tau di mana Hujan? Kok gue enggak lihat dia?" Tanya Awan.

"Kemarin kata nya ka Erma dia pingsan terus demam tinggi. Jadi sekarang dia opname di rumah sakit. Emang kenapa Wan?" Tanya Sella menatap bingung Awan.

"Enggak, enggak papa!"

"Biasa nya cewe kalo ngomong gitu... di balik kata gapapa berarti ada apa-apa. Hayo jujur sama gue! Ada apa-apa kan di antara kalian?" Selidik Sella dengan tatapan mengintimidasi nya.

"Njirrr... kok lo nyamain gue sama cewe sih! Emang gue apaan coba! Udah ah. Toh gue enggak peduli dia!" Ucap nya dengan nada bohong.

'Gue bohonggg... gue peduli diaaa. Banget' lanjut nya dalam hati.

Sambil berjalan dia menyemat kan earphone nya ke telinga. Mendengar kan beberapa musik yang mungkin dapat mood nya lebih baik. Tapi...

'Mau di kemanakan ini hati, rasa rindu tak terlampaui ohhh~~🎶'

"Arggg... dasar musik sialan! Sapa sih nih yang nyanyi?" Umpat Awan sambil memegang dada nya yang terasa berdenyut-denyut.

'Gue tahu semua orang enggak akan pernah bisa nolak cinta. Termasuk gue!' Batin nya.

Seharian tersiksa memikir kan istri di sana. Begitu lah Awan dan Hujan. Emang, kapan nikah nya?

※※※

Tok. Tok. Tok.

"Masuk!" Ucap nya dengan nada yang lemah. Benar-benar lemah.

"Hai, gimana kabar lo? Nih tiga curut ikut kemari!" Ucap Sella sambil menata buah strawberry kesukaan Hujan.

"Elo! Elo ngapain jenguk gue?" Tanya Hujan dengan nada gusar.

"Sante aja kali neng! Gue juga kagak nggigit kok!" Ucap Awan sambil terkekeh kecil.

Awan mengkode empat orang itu supaya mereka meninggal kan ruangan itu. Hujan yang melihat nya hanya terperangah. Sebal. Kesal. Bahagia. Dan sedih, heh? Ia hanya takut Awan merasa bersalah nanti nya.

"Lo kok enggak ngomong sih sama gue kalo lo enggak tahan demam?" Suara itu menginstrupsi Hujan untuk berbicara.

"Lo kepo amat sih! Lo jadi stalker sejak kapan bang?" Ucap nya dengan ketus.

"Gue? Stalker? Kagak level panggilan nya. Gue itu detektif conan!" Balas Awan dengan angkuh.

"Bhuahahahaha... detektif conan pala lo peyang! Gila aja lo!" Sekemudian Hujan memiring kan tubuh nya berlawanan dengan Awan.

Awan Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang