Kembali ke beberapa bulan yang lalu, ketika awal mula Anya kehilangan status sebagai seorang istri ….
Senyum indah terlukis di wanita cantik Anya, ketika menemukan dirinya positif hamil. Ia segera membawa alat tes kehamilan berbentuk pipih itu keluar dari kamar mandi. Ia tak sabar untuk memberi tahu kabar bahagia ini pada sang suami, Raga
Raga pagi itu sedang menyapu lantai, sebelum lelaki berperawakan tinggi kurus itu berkeliling untuk berjualan mainan.
"Kenapa, Sayang? Kamu kenapa menangis?" tanya Raga khawatir. Langsung ia letakkan sapunya, lalu berjalan menghampiri sang istri.
Anya menggeleng. "Aku bukan menangis karena sedih. Justru sebaliknya, aku lagi bahagia banget."
Jawaban itu sontak membuat Raga bingung. Untungnya Anya cepat tanggap. Ia segera mengeluarkan test pack yang sejak tadi ia sembunyikan di balik punggung.
Ia menunjukkan benda pipih itu pada sang suami, di mana ada dua garis sejajar warna merah di sana. "Kita akan segera jadi orang tua, Sayang ...," ucap Anya akhirnya.
Raga pun tak bisa menutupi rasa bahagianya. "Alhamdulillah ... akhirnya kamu hamil juga, Sayang!" Raga pun segera memeluk sang istri.
Awalnya pelukan itu erat. Tapi ia ingat Anya kini sedang hamil, sehingga dengan cepat ia sedikit melonggarkan pelukannya.
***
Kabar kehamilan Anya disambut bahagia oleh seluruh anggota keluarga. Sebenarnya Anya dan Raga memang belum punya rumah sendiri. Mereka masih tinggal di rumah orang tua Anya. Sehingga perihal mengabarkan kehamilan, tinggal ketuk pintu kamar saja.
Di rumah itu tinggal lima orang. Damar ayah Anya, Hasna ibu Anya, Anya sendiri, Raga, dan juga Andra adik bungsu Anya, yang saat ini masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Di balik kebahagiaan yang dirasakan, ternyata Raga sedang berpikir keras. Ia akan segera punya anak, itu berarti ia harus bekerja lebih keras lagi. Sementara ia hanya penjual mainan anak keliling.
Ya, di lingkungan ini memang banyak anak-anak. Tapi kan ... tidak setiap hari anak-anak dapat jatah beli mainan dari orang tua mereka. Kadang seharian berkeliling, Raga tidak mendapat 1 rupiah pun untuk dibawa pulang.
"Kenapa kamu, Sayang? Kok murung!" Anya masuk ke kamar, melihat suaminya melamun dengan posisi setengah duduk di atas ranjang mereka.
"Aku cuma lagi bingung, Sayang. Sebentar lagi syukuran 4 bulanan. Tapi uangnya masih ngepres. Belum lagi kebutuhan-kebutuhan lain ke depannya. Aku pengin sekali punya anak. Juga bahagia kamu hamil. Tapi aku khawatir tidak bisa jaga anak kita dengan baik, kalau pendapatku masih begini-begini saja." Raga coba berbagi masalahnya pada Anya.
"Kamu nggak usah khawatir, Sayang. Ingat ... setiap manusia yang hadir di dunia, itu sudah lengkap dengan qodo' dan qodar masing-masing. Termasuk ketetapan rezekinya juga. Pasti akan ada saja nanti rezeki datang dari arah yang tidak disangka!"
Raga tersenyum mendengar ucapan istrinya, kemudian mengecup puncak kepala Anya, dan memeluknya dengan erat.
***
Sejak hari itu, Raga memutuskan untuk ganti haluan berjualan beras. Itu sudah jelas laku, karena merupakan makanan pokok. Mainan stok sisa, tetap Raga usahakan untuk dijual juga.
Setiap pulang Raga membawa cukup banyak uang hasil penjualan beras. Sampai tak terasa 2 bulan berlalu, sudah 6 bulan usia kandungan Sabira.
Keluarga mereka sedang menyiapkan acara mitoni. Paket MUA dan dekor sudah dipesan. Tinggal tunggu hari H saja.
Namun terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Karena tiba-tiba ada gerombolan warga yang datang ke rumah Damar. Mereka terlihat marah dan kecewa. Berteriak-teriak, berebutan ingin menyampaikan protes duluan.
Damar yang merupakan ketua RW setempat, segera berusaha menenangkan mereka semua. Ia sampai mengambil toa di dalam rumah, supaya suaranya bisa mengalahkan suara riuh protes.
"Mohon maaf Bapak-bapak dan ibu-ibu ... ada apa ini sebenarnya?" Damar coba bicara baik-baik. Jujur ia sama sekali tak ada petunjuknya soal maksud kedatangan mereka secara kompak ini.
Awalnya rombongan itu masih riuh ingin bicara bersama-sama. Namun setelah beberapa kali ditenangkan, mereka mau bekerja sama. Hanya ada salah satu warga yang maju untuk mewakili protes semua orang.
Di tengah suasana yang sedang kacau, Raga diam-diam membereskan beberapa pakaiannya, ia masukkan dalam tas ransel. Ia juga membawa perhiasan dan uang simpanannya bersama dengan Anya selama ini.
Raga juga meninggalkan secarik kertas yang ia letakkan di atas ranjang. Raga buru-buru pergi dari sana, sebelum ada yang menyadarinya. Raga sengaja pergi lewat pintu belakang. Ia menggunakan jaket berkupluk, dan juga masker untuk menyamarkan identitas.
"Jadi begini, Pak Damar. Tanpa mengurangi rasa hormat. Kami menghormati Anda sebagai ketua RW yang sudah menjabat belasan tahun. Kami sudah coba bersabar. Coba percaya. Tapi sudah 2 bulan berlalu, kami tak kunjung mendapat hak kami. Kami sudah bayar lunas, tapi beras yang kami pesan tak kunjung kami dapat. Kami sampai harus beli ke tempat lain. Semua orang di sini sama-sama ingin segera mendapatkan beras kami. Jika tidak, mohon uangnya dikembalikan saja! Kami tidak akan memperpanjang masalah ini, asal Anda dan keluarga mau bekerja sama. Terutama Mas Raga!"
Damar syok mendengar penjelasan warga. Terlebih Anya.
Usaha baru Raga itu memang laris manis. Mereka juga curiga sebenarnya, kenapa kok tidak ada stok beras satu sak pun di rumah. Raga bilang, dia langsung mengambil beras dari distributor, kemudian mengantarkannya ke rumah-rumah warga yang pesan.
Tapi ternyata tidak. Itu hanya penjualan fiktif. Raga terima uangnya, tapi tidak memberikan barang sama sekali. Makanya warga sampai nekat demo seperti ini.
Anya yang tak menyangka atas kelakuan suaminya, juga terlalu terguncang dengan ini semua ... berakhir jatuh pingsan.
Untung ada Andra yang sigap menangkap tubuh kakaknya. Sehingga wanita itu tak harus menghantam kerasnya lantai.
***
Padahal beberapa saat lalu, Anya dan Raga masih lah sepasang suami istri yang bahagia. Calon orang tua yang bersiap menyambut kedatangan buah hati mereka yang pertama.
Namun dunia Anya seolah telah dijungkir balikkan dalam sekejap. Terlebih setelah ia membaca surat yang ditinggalkan oleh Raga.
'Anya Sayang ... maaf ... ternyata aku belum siap jadi ayah. Aku takut tidak bisa rawat. Aku belum bisa cari uang dengan benar. Aku cinta kamu, Nya. Aku sayang calon anak kita. Tapi aku nggak sanggup ganti rugi uang warga, sementara uangnya sudah kita pakai bersama. Maaf tabungan kita aku bawa, ya. Untuk modal usaha lagi. Aku janji, kalau aku sudah sukses ... aku akan kembali. Jaga anak kita ya, Sayang. Aku cinta kamu.'
Bukan hanya Anya yang sedih dan terguncang atas pengecutnya Raga. Seluruh anggota keluarganya pun sama.
Terlebih setelah kejadian itu, Anya tak lagi sama. Anya selalu murung, tidak makan dengan baik, mengabaikan kesehatannya sendiri dan juga calon bayinya.
Mereka tahu Anya tidak akan kembali. Tapi ... Anya sebaliknya.
"Aku yakin Mas Raga akan kembali. Dia laki-laki yang baik. Dia hanya masih cari uang. Nanti dia akan kembali menemui anak kami. Bawa uang banyak, untuk mengganti uang Bapak yang digunakan untuk ganti rugi pada warga. Sabar ya, Pak. Aku juga berusaha sabar kok."
Anya mengatakan itu semua dengan tatapan mata yang kosong. Seperti tahu bahwa dirinya hanya sedang menanti harapan kosong. Namun bagian lain dalam dirinya tidak mau mengakui hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Dinikahi Vokalis Band
General FictionAnya bercerai dalam keadaan hamil. Ia pikir hidupnya sudah berakhir saat itu. Tapi ia dipertemukan dengan Ansel, vokalis Cakrawala Band, yang kini sedang naik daun. Novel sicklit.