Di lain tempat ….
"Untuk apa kamu pulang, Ansel? Bukannya kamu udah bahagia hidup bebas di luar sana?" Harja mengucapkan pertanyaan itu dengan nada yang dingin. Ia tujukan pada anak bungsunya, Ansel.
"Mas Hesa yang ajak aku pulang, Pa. Seandainya nggak, aku pun nggak akan ke sini," jawab Ansel apa adanya.
Sudah lebih dari satu tahun sejak Ansel terusir dari rumah keluarganya sendiri. Ya, terusir. Tidak diusir, namun tak dianggap. Ada, namun seperti kasat mata.
Sekalinya dianggap ada, hanya dihakimi habis-habisan. Atau kalau tidak, ya dibandingkan dengan dua kakaknya.
Ansel sudah berusaha bersabar selama 18 tahun ia hidup di dalam rumah itu. Hingga pemuda itu mencapai limitnya menjelang usia 19 tahun. Ia tidak tahan lagi dengan segala kesenjangan kasih sayang yang diberikan Harja dan juga Amanda, pada ketiga putranya.
Semua terlalu kontras, sehingga terasa begitu kentara menusuk hati.
Sederhana saja perkaranya. Harja dan Amanda mau anak-anaknya lebih fokus mengejar akademis. Karena mereka percaya, akademis yang bagus, akan mengantarkan anak-anak mereka dalam masa depan yang cerah.
Kalau bisa, justru ketiganya ikut pada jejak turun temurun keluarga. Kalau tidak ambil bisnis, sehingga bisa mewarisi perusahaan keluarga ... bisa juga ambil kedokteran. Karena banyak si antara anggota keluarga besar yang merupakan dokter. Termasuk Harja sendiri.
Setiap hari Harja sangat sibuk. Sebagai pimpinan perusahaan keluarga. Juga sebagai seorang dokter senior yang praktik di rumah sakit milik keluarga mereka juga.
Sedangkan Ansel ini berbeda. Ia bukan tipe anak yang betah berlama-lama di sekolah. Ia lebih suka berkarya. Lebih suka melakukan hal-hal yang ingin ia lakukan.
Bukan berarti Ansel tidak pintar. Hanya saja, kepintarannya berbeda dengan kedua kakaknya. Hesa dan Wira lebih menonjol di akademis. Sedangkan Ansel jenius dalam hal bermusik.
Kemampuan Ansel sudah diakui banyak orang yang ahli di bidangnya. Walau tanpa belajar secara profesional. Semua alami dipelajari sendiri oleh Ansel.
Dulu Ansel sempat mau menuruti keinginan orang tuanya. Ia ambil kuliah jurusan kedokteran. Tapi berhenti di tengah jalan. Ia ambil cuti, belum masuk lagi hingga detik ini.
Ansel hanya tidak ingin hidup dalam kepura-puraan. Apa lagi hanya demi kepuasan orang lain. Ia ingin memuaskan dirinya sendiri. Karena jelas, ia sendiri lah yang menjalani kehidupannya.
"Benar itu, Hesa?" tanya Harja pada putra tengahnya.
Hesa langsung mengangguk. "Ini acara tahunan keluarga kita, Pa. Mana tega aku nggak ajak adikku! Sementara adikku di luar sana, bisa makan setiap hari saja sudah syukur. Apa iya kita mau bermewah-mewah dan melupakan Ansel begitu saja?" Hesa benar-benar tak tega melepas si bungsu itu – adik kesayangannya.
Di antara semua anggota keluarga, Hesa memang paling dekat dengan Ansel. Bisa dibilang, hanya Hesa yang mengerti Ansel. Hanya Hesa yang menjadi alasan Ansel mau pulang.
"Kenapa kamu peduli, Hesa? Bahkan Ansel sendiri nggak peduli, kok! Bukannya dia lebih bahagia hidup seperti yang dia mau. Ya kehidupan seperti itu ... yang bisa makan setiap hari saja sudah syukur!" Harja ternyata sama sekali belum luluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janda Dinikahi Vokalis Band
General FictionAnya bercerai dalam keadaan hamil. Ia pikir hidupnya sudah berakhir saat itu. Tapi ia dipertemukan dengan Ansel, vokalis Cakrawala Band, yang kini sedang naik daun. Novel sicklit.