Episode 6: Akhirnya Ketok Palu

14.1K 1.6K 286
                                    

Raga tak pernah hadir di setiap persidangan. Yang membuat proses perceraian mereka, berjalan lebih cepat. Anya kini sudah resmi menyandang status baru … sebagai seorang janda.

Tentu ini bukan hal mudah untuk dilalui. Anya sudah menjadi janda di usia yang sangat muda … 21 tahun.

Dalam keadaan hamil tua pula.

Meski sudah berusaha kembali berinteraksi dengan keluarga, namun nyatanya Anya belum ada muka untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

Anya hanya menghabiskan waktu di rumah, membantu segala urusan rumah. Saat sedang tidak melakukan apa-apa ... Anya kembali melamun saja seperti biasanya.

Teringat kembali penyesalan terbesar dalam hidupnya ... bertemu dengan Raga.

"Anya ... kamu ditanyain terus sama ketua karang taruna! Si Raga-Raga itu! Kayaknya dia naksir sama kamu, deh, Nya! Lumayan kalau digaet. Tinggi, semampai, mana ganteng!" ujar Evi salah satu teman KKN Anya.

"Kalau Mas Raga jelas naksir Anya, sih! Dari tatapannya udah kelihatan jelas, dalem banget!" sahut Yahya sang ketua KKN.

"Gaet aja, Nya! Orangnya jadi ketua Karang Taruna pasti bukan tanpa sebab. Pasti karena dia memang punya kompetensi!"

“Dia tampangnya kayak badboy gitu. Bikin greget. Berasa lihat tokoh sedingin kulkas 10 pintu di novel-novel. Badboy tapi sebenarnya softboy inside. Kalau dia maju, kamu tanggepin aja, Nya. Sayang ngelewatin cowok premium begitu.”

Ya, mereka memang bertemu saat Anya menjalani proses KKN di salah satu desa terpencil. Mengalami cinta lokasi, lah, istilahnya.

Anya sekarang baru sadar. Mungkin saat itu Anya terkena ajian pelet jaran goyang. Padahal biasanya Anya adalah wanita yang sulit jantung cinta. Tapi ketika bertemu Raga, bisa-bisanya ia takluk dengan begitu mudah.

Ditambah banyak sugesti positif dari teman-temannya juga. Itu semua berkat Raga yang pintar sekali melakukan pencitraan.

Banyak kejanggalan sejak awal hubungan mereka. Dimulai dari fakta, bahwa Raga sebenarnya sama sekali tak punya keluarga. Dan itu juga baru disadari oleh Anya dan keluarganya baru-baru ini.

"Orang tua kamu bagaimana, Nak? Sehat semua, kan?" tanya Damar saat Raga pertama kali main ke rumah.

"Alhamdulillah, sehat semua, Pak. Tapi saya selama ini tidak ikut orang tua. Saya diasuh paman saya. Beliau punya pesantren. Selama ini saya membantu mengurus pesantren itu." Raga menjawab dengan penuh rasa percaya diri.

"Oh, ya? Wah ... kalau boleh tahu siapa nama paman kamu? Pesantrennya namanya apa?"

"Paman saya namanya Ustadz Irsyadi. Pesantrennya namanya Darul Muhajirin. Hanya pesantren kecil di desa. Tidak terkenal, Pak."

Manis sekali mulut Raga memang. Sangat pandai bersilat lidah, untuk menunjukkan kebaikan dirinya. Memperlihatkan bahwa ia memang memiliki value.

Sepertinya Raga itu cocok kalau mau jadi wakil rakyat, pintar sekali mengambil hati orang di awal masa perkenalan.

Keanehan kedua adalah saat proses lamaran. Ketika orang-orang yang diperkenalkan keluarga besar Raga datang berkunjung, tapi tidak membawa serta orang tua. Ia membawa Ustadz Irsyadi sekeluarga … beberapa tetangga, dan juga anak-anak karang taruna.

Mereka memberikan penjelasan, bahwa orang tua Raga bekerja sebagai TKI di luar negeri. Walau merasa aneh karena heran kenapa Raga tidak cerita sejak awal soal itu ... namun mereka memutuskan untuk memaklumi saja. Demi menjaga perasaan Anya, yang sudah cinta setengah mati pada Raga.

Keanehan ketiga, adalah saat prosesi mengembalikan lamaran. Jadi di tempat tinggal Anya memang begitu adatnya. Setelah pihak mempelai laki-laki melakukan lamaran ke rumah mempelai wanita. Beberapa waktu kemudian, gantian pihak mempelai wanita yang datang ke rumah pihak laki-laki.

Padahal keluarga besar Anya sudah datang sesuai jadwal. Dengan membawa makanan seserahan yang tidak sedikit. Tapi ternyata pihak keluarga Ustadz Irsyadi belum siap dengan kedatangan mereka.

"Maafkan kami, Pak. Tapi Raga nggak mengatakan apa-apa soal hal ini. Makanya kami belum siap-siap."

"Lalu sekarang bagaimana, Pak? Kami telanjur membawa seluruh keluarga besar kami."

"Kalau begitu, biarkan kami mempersiapkan diri sejenak, Pak." Ustadz Irsyadi terlihat kalut sekaligus merasa bersalah. "Umi, tadi si Raga ke mana, ya? Kok bisa-bisanya dia nggak bilang ke kita kayak gini!"

"Biar Umi cari, Bi. Mungkin di basecamp Karang Taruna."

Ternyata benar saat itu Raga malah ada di basecamp Karang Taruna. Raga dengan mudahnya minta maaf karena ia lupa jadwal. Ia berpikirnya masih Kamis minggu depan. Bukan minggu ini.

Damar sudah kesal sekali saat itu. Rasanya ingin membatalkan pertunangan saat itu juga. Tapi ia sadar, semua tidak semudah itu. Karena dampaknya akan terkena pada putrinya juga nanti.

Terlebih sekali lagi, Anya telanjur cinta setengah mati pada Raga.

Dengan terpaksa Damar menahan malu, mengatakan pada keluarganya untuk menunggu pihak keluarga Raga, yang masih hendak melakukan persiapan mendadak.

Untungnya di hari H pernikahan, tidak ada halangan yang berarti lagi. Kehidupan pernikahan Anya dan Raga pun berjalan manis dan harmonis. Raga telah berhasil meraih kepercayaan Damar kembali. Karena ia memperlakukan Anya dengan begitu baik. Memperlakukan Anya bak seorang ratu.

Raga juga bertanggung jawab dalam hal nafkah. Dengan cara berjualan mainan anak keliling. Walau tak seberapa, namun bisa lah untuk hidup sehari-hari. Untungnya mereka masih tinggal dengan orang tua Anya, jadi untuk keperluan selain makan, masih sangat terbantu.

Raga baru berulah lagi ya soal beras bodong itu. Kemudian pergi tanpa kabar seperti sekarang.

Baru lah mereka sadar, bahwa Raga  memang tak punya keluarga sama sekali. Ustadz Irsyadi itu ternyata juga hanya ustadz kampung biasa, yang tidak punya pesantren.

Damar tahu fakta itu, ketika bertemu dengan Ustadz Irsyadi saat sidang cerai terakhir.

"Saya juga tidak tahu, Pak. Kalau soal orang tuanya Raga jadi TKI, itu memang benar. Dia dititipkan pada saya ketika mereka berangkat. Tapi mereka berangkat sudah lebih dari 20 tahun, mereka nggak pernah kembali, dan tak ada kabar sama sekali." Begitu lah pengakuan Ustadz Irsyadi.

"Jadi kakak Anda menitipkan anaknya pada Anda sepenuhnya begitu?" heran Damar.

"Mereka bukan kakak saya, Pak. Hanya tetangga. Saya mau merawat Raga karena kasihan. Maafkan saya, Pak. Saya betul-betul nggak tahu ternyata Raga ternyata mengatakan banyak kebohongan seperti itu. Saya bersedia bertanggung jawab, dengan sedikit membantu soal nafkah anak Raga saat sudah lahir nanti."

Damar hanya bisa menghela napas. Seharusnya segala pertanda janggal sejak awal itu, ia perhatikan betul-betul. Bukan malah mengabaikan demi menjaga perasaan Anya semata.

Sekarang, itu justru menjadi penyesalan yang lebih dalam. Karena sakit yang dirasakan Anya justru lebih besar.

Untung lah proses perpisahan Anya dan Raga berjalan lancar. Mereka sudah menutup pintu bagi Raga, untuk kembali menyakiti Anya seperti yang sudah-sudah.

Janda Dinikahi Vokalis BandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang