Chapter 2 - Killer Teacher

303 15 16
                                    

Masa putih abu-abu merupakan masa dimana cerita tentang kebersamaan kita, akan selalu terkenang seumur hidup untuk di ceritakan pada cucu-cucu kita di kemudian hari.

💮💮💮

       Sejuta kebingungan di alami seorang diriku yang malang. Aku baru satu bulan memasuki Aliyah pertama di MAN 1 Tasikmalaya atau akrabnya dengan nama Mansatas ini. Wajar saja jika aku belum tahu dimana letak kelas 11 IPS 3. Konon katanya, kelas-kelas di sekolah ini tidak berurutan. Yang aku tahu hanya kelasku dan kelas sahabatku di 10 IPA 2, Alena Maharani.

       "Masih ada 15 menit lagi buat nyari kakak kelas, kak Melan. Sekarang saja, deh."

       Belum sempat ke kelas sendiri, karena kelasku berlokasi di lantai dua, paling pojok. Greget banget. Aku pikir lebih baik mencari kelas Melan di lantai paling bawah terlebih dahulu, karena memang aku baru sampai.

       'Dimana?'. Satu kata penuh tanya dalam batinku, bingung setengah mateng.

       Sial. Di depan kelas orang, banyak kakak kelas berkeliaran. Tapi untungnya hanya para kaum hawa saja yang nampak.

       'Pede saja kali ya.'

       Aku memberanikan diri se-berani si Shiva dalam film kartun ANTV, pasca menyerang om-om jahat. Aku memasuki beberapa kelas, sendirian. Ya, kamu pasti tahu kenapa sendirian, karena aku ... (isilah titik-titik di bawah ini di kolom komentar)

       Seluruh kelas yang ada di Mansatas itu ada 30 kelas. 10 Ruang untuk kelas 10, 10 ruang untuk kelas 11 dan 10 ruang untuk kelas 12. 5 Kelas untuk masing-masing jurusan IPA dan IPS.

       Waktu hanya tersisa 2 menit untuk memulai jam pelajaran pertama, tetapi aku masih belum menemukan sejenis makhluk hidup bernama Melan itu.

       "Permisi, kak. Ada yang namanya Melan? Kelas 11 IPS 3?"

       ".............."  Tidak ada yang menjawab.

        "Permisi, kak. Ada yang namanya Melan? Kelas 11 IPS 3?

       "Bego. Ini bukan kelas IPS."

       "Permisi, kak. Ada yang namanya Melan? Kelas 10 IPS 3?"

       "Ini kelas 12 IPA 3!!! bukan kelas 11 IPS 3. Baca, tuh, ada namanya! Jangan-jangan lo buta huruf."

       Oke, sip. Sempurna. Dikatain bego, dikatain buta huruf. Untung saja, kakak kelas yang aku tanya pertama, gak ada yang jawab. Mungkin mereka budeg.

       Kakak kelas sebagian memang sadis, menurutku. Lebih sadis dari rencana jahatnya Bhayangkar Peri dan Toba-Toba. Parah.

       Tapi benar juga kata kakak kelas yang kedua tadi aku tanya, aku memang bego. Walaupun kenyataannya jomblo, gak harus keliling sekolahan yang segede jebrog begini sendirian, kemane-mane harus sendirian, gitu? Kagak. Jadi jomblo itu enggak separah itu, bro. Bagiku masih ada sahabat yang setia dan selalu sedia. Tapi saat ini aku lupa.

       'Euh. Aku lupa! Kenapa gak dari tadi aku minta bantuan ke si Al.' Hatiku membatin kebingungan. 'Eh ... Alena berangkat sama siapa, ya? Aku lupa gak nyamper dia ke rumahnya tadi.'

Pecandu RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang