Chapter 19 - In The Rain

120 6 0
                                    


Jika bicara tentang rindu, sama saja seperti bicara soal semesta.
Teramat luas, tanpa batas.

💮💮💮

           Pikiranku melayang terbang tak karuan. Hatiku kacau balau tak berkesan. Jujur saja, aku sudah lelah dengan semua ini. Tapi aku tidak bisa berhenti, karena logika ku selalu kalah oleh hati.

Mana mungkin mereka semua menunggu aku untuk kembali kepada mereka? Rio ada-ada saja. Ah, mungkin ia sudah mengarang cerita. Aku tidak akan percaya sebelum hal itu nyata adanya.

           Ku nikmati sebuah jagung rebus yang rasanya hambar ditemani secangkir teh dingin yang selalu ada. Makan sambil melamun, mengkhayal, mengharapkan keajaiban turun dari langit.

Hujan. Keajaiban yang aku angankan akhirnya terkabul.

Apa kamu tahu hal yang paling romantis dari hujan? Dia selalu datang lagi-lagi dan turun kembali meski dia tahu rasanya jatuh berkali-kali.

Beribu-ribu tetes air hujan turun dengan kompak. Siapa yang mengira bahwa mereka turun dengan sendirinya? Tidak ada. Allah lah yang telah menurunkannya dengan amat hebat.

Hujan ialah cairan berkah dari Allah Yang Maha Memberi. Tanpa air seluruh makhluk di dunia ini tidak akan bisa bertahan hidup dengan lama. Apalagi jika kita hidup tanpa bimbingan Allah Sang Pemberi Petunjuk, maka kita tidaklah bisa berbuat apa-apa.

           Binatang hidup atas kehendak-Nya. Manusia hidup atas kehendak-Nya pula.
Binatang tidak mempunyai akal sehat sehingga tidak diberi kewajiban untuk beribadah kepada Allah.

Berbeda dengan manusia seperti kita. Manusia merupakan makhluk yang dimuliakan Allah, diberi akal dan pikiran yang jauh lebih baik daripada binatang, sehingga dapat membedakan antara yang haq (benar) dan yang bathil (tidak benar).

Jika binatang diciptakan tidak untuk beribadah kepada-Nya, maka manusia berbeda dengan binatang yang tidak lain manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Itu merupakan suatu yang wajib. Suatu keharusan.

           Lalu bagaimana jika ada manusia yang tidak beribadah kepada Allah, padahal ia tahu bahwa beribadah itu wajib baginya? Yang benar saja, ia tidak ada bedanya dengan binatang. Yaiya, sama-sama tidak beribadah.

Lantas untuk apa mereka hidup? Jawabannya kembali kepada diri masing-masing. Jika mereka berfikir maka mereka akan tahu seperti apa yang harus mereka lakukan. Iya, mereka akan mengubah dirinya menjadi seorang ahli ibadah.

Seperti dalam firman-Nya, Qur'an Surat Adzariyat ayat 56:

وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Wa maa kholaqtuljinna wal-ingsa illaa liya'buduuni

Artinya: Dan tidaklah Aku (Allah SWT) ciptakan jin dan manusia, kecuali mereka harus beribadah kepada-Ku.

Lah, kok, jin dan manusia? Manusia sama dengan jin?

Jawabannya, iya.

Serem.

Kehidupan jin sama seperti kita selaku manusia. Mereka menikah, mempunyai anak, cucu dan seterusnya. Sebagian dari mereka ada yang taat pada Allah (jin muslim) dan ada juga yang membangkang perintah Allah (jin kafir). Wah, benar-benar sama seperti manusia, ya? Jangan-jangan kita bersaudara? Ogah.

Ada pun perbedaannya antara manusia dengan jin ialah: manusia bisa tampak terlihat mata, sedangkan jin tidak bisa dilihat oleh panca indera manusia yang normal. Nah loh, yang bisa lihat jin berarti gak normal. Ehehe, jangan marah loh ya.

Pecandu RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang