Eight

23 12 3
                                    



Zea's POV

"Zea! Kau terlihat sangat cantik hari ini. Kau sudah memberitahu Dylan kalau hari ini kau wisuda?"

"Tidak. Aku masih belum siap bertemu dengannya. Jika memungkinkan, aku tidak ingin bertemu lagi dengannya. Aku tidak ingin menghancurkan hidupnya."

"Kau meninggalkannya seperti ini sama dengan kau sudah menghancurkan hidupnya. Dia sangat menyayangimu. Whoa, aku saja tidak bisa membayangkan betapa menderitanya dia mencarimu sampai sekarang."

"Dia akan lebih menderita mengetahui keadaanku sekarang. Olivia, tidak apa jika hidupku hancur. Tapi aku tidak ingin hidup orang yang tulus mencintaiku lebih hancur karena aku. Suatu hari dia akan benar-benar lelah mencariku dan melupakanku. Aku hanya berharap waktu itu akan segera tiba. Dia harus melupakanku agar dapat menjalani kehidupannya dengan baik."

"Zea...mungkin saja dia bisa menjalani kehidupannya lagi dengan baik, tapi bagaimana denganmu? Sejak kejadian itu aku tidak melihat semangat yang terpancar dari matamu. Aku merasa kehilangan dirimu dengan keadaanmu yang seperti ini. Kumohon Zea, kau tidak boleh putus asa seperti ini. Kau akan wisuda. Setelah itu kau akan bekerja, menjalani kehidupanmu dengan baik, dan membesarkan anakmu. Kau harus mengembalikan semangatmu. Fighting, Zea!"

"Ya, mungkin aku harus mengikuti saranmu kali ini. Terima kasih Olivia. Kau lebih dari sahabatku, kau adalah kakakku. Mungkin aku sudah tidak ada di dunia ini jika kau tidak menyadarkanku."

"Sudah, jangan menangis. Aku merasa hal itu adalah kewajibanku untuk menyadarkanmu. Ayo kita berangkat. Mungkin mom dan dad mu sudah tiba disana. Jangan menampakkan kesedihan di hari yang bahagia ini, oke?"

"Olivia...tapi bagaimana dengan bayi ini? Apa menurutmu aku bisa menceritakannya kepada orangtuaku?"

"Kau bisa Zea. Aku yakin mereka pasti mengerti. Sudah jangan khawatir. Aku akan membantumu. Sekarang, ayo kita berangkat!!"

*******

Hari ini adalah hari dimana aku wisuda. Aku telah menyelesaikan kuliah Management Business-ku dengan waktu yang singkat. Hari ini juga aku dinyatakan sebagai lulusan terbaik dengan nilai sempurna. Tentu saja mom dan dad sangat bangga terhadapku.

"Congratulations Zea!! Aku sudah menduga kau akan menjadi lulusan terbaik. Kau memang hebat!"

"Terima kasih Olivia. Ini juga berkat dukunganmu. Um, kau akan pergi kemana setelah ini?"

"Aku akan pergi ke bioskop dengan teman-temanku. Apa..kau membutuhkan bantuanku untuk mengatakannya kepada orang tuamu?"

"Ah, tidak. Sebaiknya kau pergi bersama teman-temanmu. Jangan khawatirkan aku. Semua akan baik-baik saja seperti yang kau bilang."

"Baiklah, aku pergi. Good luck, Zea!"

Tapi hari ini juga, mom dan dad sangat kecewa kepadaku. Kekecewaan yang melebihi rasa bangganya kepadaku.

Plakk!

"Bagaimana bisa kau hamil!! Apa kau telah melakukannya dengan Dylan, hah?!! Inilah yang dad khawatirkan, Zea!! Kau boleh saja melakukannya karena kalian saling mencintai. Tapi jika hal ini sudah terjadi.....kau sangat mengecewakan dad Zea!!!! Apalagi dad tidak melihat Dylan hadir dalam acara wisudamu. Jika tidak ada yang mau bertanggung jawab dengan kehamilanmu, bagaimana nasib bayi ini? Apa dia akan lahir tanpa ayah, hah!!!? Kau membuatku malu Zea!!!!"

"Dad, semua ini adalah kecelakaan. Bukan Dylan yang melakukannya. Dia tidak datang karena aku tidak memberitahunya. Aku tidak ingin dia tersakiti dad. Kumohon maafkan aku dad."

Tears Become LovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang