Jebakan Pertama

894 33 0
                                    

"Eh si goblok, bakso gue!"

Seperti biasanya Nella dan Lea berebut, sudah tak asing. Lea berteriak, melihat baksonya dimakan begitu saja oleh Nella. Gadis itu hanya menyengir tanpa rasa bersalah.

"Ikhlasin aja ya? Le. Orang ikhlas di sayang Tuhan," Nella menatap polos pada sahabatnya itu. Lea mendengus kasar, bisa-bisanya punya sahabat kayak Nella.

"Kok gue bisa temenan bahkan sahabatan sih sama lo? Bingung gue," Lea menggeleng tak percaya, Nella menjitak keras dahi Lea.

"Akhh, gila lo ya! Brutal banget jadi cewe,"umpat Lea kesal. "Bodo!" Balas Nella.

Terkadang sikap mereka berdua bisa disamakan dengan bocah lima tahun. Mereka bisa bertengkar oleh hal-hal kecil, yang sebenarnya tak perlu dimasalahkan.

"Alle ku udah dateng! Lama amat beli belanjaannya. Kantinnya pindah ke hongkong ya?" Teriak Nella. Tak usah diragukan lagi, semuanya bisa heboh kalo ada dia.

"Hahaha. Ga lucu, Nell," ucap Alle datar. Lea menahan tawanya, Nella mencebikan bibirnya kesal. "Mampus lo!"

Alle menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangan. Kenapa ia bisa terjebak dalam permainan cowo itu sih? Alle benci berurusan dengan masalah. Ya, Gerald adalah sumber masalahnya. Apalagi sekarang, semua orang jadi menatapnya terus. Ia tak suka dengan itu, risih.

"Al, lo kenapa?" Nella mengelus punggung sahabatnya. Ia tau kalau ada yang tidak beres dengan gadis tersebut.

Tak ada jawaban, tatapan Nella beralih ke Lea. Tatapannya seperti meminta solusi. Lea hanya menggeleng kepala, ia tidak tau harus bagaimana.

"Al, lo masih anggep kita sahabat kan? Cerita dong." Lea angkat bicara. Sejurus kemudian, ia menerima pukulan kencang pada punggungnya. "Akh, shit," Desisnya tajam.

"Dasar goblok," Bisik Nella kesal. "Gapapa goblok, yang penting ga brutal kayak lo!" balas Lea tajam.

"Kok,kok kita jadi ribut sih! Tolol abis," Nella tersadar dengan keadaan Alle yang tak mengangkat kepalanya sedari tadi.

"Al, lo kenapa dah? Cerita please. Siapa tau kita bisa bantu," ucap Nella bijak.

Kesal mendengar kedua sahabat nya bertengkar, Alle pun mendongak kesal. Bibirnya mengerucut sempurna, serta matanya menatap tajam.

"Kenapa sih kalian berdua, ga bisa diem sebentar aja. Aku tuh pusing tau ga?" Nadanya sedikit kesal. Emosi nya entah kenapa tak terkontrol seperti ini. Semuanya gara-gara, Gerald. Cowo nyebelin, biang masalah. Semua kejadian yang tadi pagi, masih saja berputar dalam pikirannya.

Nella dan Lea mengerutkan dahi bingung akan sikap Alle. Tak biasanya gadis itu marah sedemikian rupa. Yang mereka kenal, hanya Alle yang selalu lembut dan sabar dengan masalah apapun.

"Eugh, maaf. Aku kelepasan. Harusnya aku ga bentak kalian, maafin aku," lirih Alle sambil menunduk merasa bersalah.

Nella langsung memeluk sahabatnya itu. Ia tau semua ini pasti ada yang salah. Tapi, apa haknya memakasa gadis itu bercerita? Nella hanya bisa menyalurkan kekuatannya lewat pelukan ini.

"Jadi kenapa?" Tanya Lea lagi. Anak ini memang tidak peka pada suasana. Sudah tau, Allenya belum ingin cerita malah dipaksa.

Alle menghela nafas pelan, "Kalian ngerasa di perhatiin ga sekarang?" Pertanyaan yang keluar dri mulut mungilnya itu sontak membuat Lea dan Nella, memperhatikan keadaan sekitar.

Betapa kagetnya mereka, banyak gadis yang memandan meja mereka. Belum lagi, desas-desus yang merek ciptakan. Apalagi kalau buka ngegosip.

"Kalian tau persis kan, aku paling ga suka di perhatiin gitu. Aku bete banget. Semuanya berubah gara-gara bocah tengil itu," Alle mengeluh layaknya anak yang kehilangan permenny.

"Emng dia ngapain lo lagi? Sini buat gue yang hajar, tuh anak satu. Didiemin ngelunjak." Emosi Lea memuncak. Dari mereka bertiga, Lea lah yang paling tidak bisa mengatur emosi. Kasarnya, lo senggol gue bacok.

"Hus.. Le, ga semua masalah bakal selesai pake otot. Kali-kali, otak bakal menang sama otot." Nasihat Nella. Gadis itu memang kadang berisik, bawel, ga bisa diatur. Tapi kalo di waktu-wakty tertentu dia bisa berubah jadi yang paling bijak.

"Kalo saran gue nih ya, lo ikutin aja permainanya. Lagian, jelas juga kan lo ga suka ama Gerald. Jadi aman. Buat dia, tergila-gila sama lo." Sambungnya berkoar-koar dengan semangat yang menggebu.

"Ga mau ah! Males berurusan sama bocah kayak gitu," sergah Alle cepat.
Mengeluarkan suara sedikit saja, gadis itu malas.

"Ihh, mau lahh. Ya! Ya! Itung-itung berbuat baik. Siapa tau setelah sama lo, dia bisa berubah," Nella membujuk gadis itu. Alle diam, menimang-nimang apa yang diucapka oleh Nella.

"Ish, kalo orang ga mau jangan dipaksa bego," pendapat itu akhirnya keluar dari mulut Lea. Sedari tadi, ia hanya menjadi pendengar dan pengamat.

"Ga usah ganggu, Le! Tai ayam emng," umpat Nella kesal. Lea, orang yang selalu menganggu rencana Nella. Lea selalu senang melihat gadis itu cemberut kesal. Ibaratnya, kalo Nella terjatuh, dia bakal jadi orang pertama yang ketawa paling kenceng.

"Hmm. Aku coba, tapi ga janji. Suka kesel banget liat mukanya," Alle angkat bicara, melihat gerlingan mata Nella memohon.

Nella tersenyum lebar mendengar ucapan sahabtanya itu. Ia hanya berharap, sahabatnya itu mencoba berdekatan dengan laki-laki.

Selama mereka bersahabat, Alle tak pernah sekalipun menceritakan masalah percintaanya. Bahkan, seorang Lea yang tomboy itu saja sering sekali membicarakan laki-laki. Itu yang membuat Nella gemas, terpikirlah ide ini.

Kringgg

Bel kematian sudah berbunyi, semua siswa masuk ke kelas masing-masing. Kemvali ke alam seharusnya, Hehehe.

"Dah bel nih, masuk yok! Abis ini pelajaran matematika. Ntar, Pak botak ngamuk. Hihh," ucap Nella hebohnya sambil mengidikan bahu.

Fyi, Pak Botak itu maksudnya Pak Sony. Dia galaknya seantero sekolah juga tau. Aplagi kalo ada siswa yang telat masuk, siap-siap aja bersihin sekolah. Pokoknya tuh orang kayaknya titisan iblis.

***

"Kok kamu ga ikutan main sih, Ryne? Ga asik ih kamu," ucap bocah laki-laki itu dengan mukannya yang cemberut kesal.

Sahabatnya itu malah duduk diam, sibuk menulis buku diarynya. Bocah laki-laki yang akrab di sapa Erald, kesal melihatnya. Pertanyaannya pun diabaikan oleh gadis kecil itu.

Sekejap mata, diary Eryne sudah berpindah ke tangan Erald. Gadis kecil itu mendengus kasar, tak lupa cemberutan andalannya. "Ahh, Eyald selali gitu! Itu kan diayi aku."

Eryne berusaha merebut diarynya dari tangan bocah itu. Apa daya bila tinggi Erald tak sebanding dengan Eryne. "Mau kamu usaha kaya gimana juga, ga bakal bisa dapetin ini," ucap Erald sombong sambil menunjukkan buku tersebut dan diangkat tinggi-tinggi. "Pendek!"

Mata gadis itu membulat, mendengar ejekan dari sahabatnya itu. Melihat itu, sirine dalam otak Erald bekerja. Ia sudah mengambil ancang-ancang berlari, menghindar dari sahabatnya itu.

"Akhh, Eyald balikin ga!" Teriak Eryne sambil berusaha mengejar Erald. Kedua bocah itu berlarian kesana-kemari, terlihatlah kebahagian yang terukir di mata mereka.

"Kejar aku kalo kamu bisa!" Teriak Erald di kejauhan.

Tbc guys ~~~

Sorry kalo masih banyak typonya, ini langsung publish soalnya ga baca lagi.

Crazloop❤


StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang