berteman?

783 40 6
                                    

Hembusan angin puncak menyisir rambutnya dengan lembut. Seakan menggoda dan mengelus wajahnya, membuat nyaman.

Gerald sedang berdiri dengan tegapnya di balkon kamar. Menikmati hembusan angin dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Benar, hari mulai beranjak malam sekarang. Entah, apakah gadis itu sudah makan apa belum.

Sedari tadi Gerald beeusaha menghalau kekhawatirannya. Ia hanya merasa seperti mengenal dirinya, tetapi entah dimana. Belum ada gadis yang pernah membuatnya sepanik itu. Selebay ini, walau hanya menolak perhatiannya.

Gerald memang lelaki yang tak pernah ditolak. Tidak pernah, tapi seharusnya ditolak seperti ini, hanya berefek biasa. Biasanya.

"Kenapa gue mellow banget ya?" Gumam Gerald kesal.

Awalnya memang, Ia hanya ingin membuat gadis itu mengetahui bahwa tak ada seorang pun yang bisa menolak pesonanya. Tapi mengapa sekarang dirinya lah yang....

Ett, tunggu. Apa yang ada di pikiran lo sekarang?

Gerald menggelengkan kepalanya. Berusaha menghalau segala hal yamg berkecamuk dalam pikirannya. Seharusnya tak seperti ini bukan. Lelaki itu menghela napas, menghembuskannya lagi. Memantapkan hati, benarkan?

"Oke Rald. Jadilah Gerald sebelumnya." Perintahnya. Tepat pada hatinya untuk tak mencampuri apa yang sudah direncanakan di otaknya.

***

"Ahahahahha"

Suara tawa yang indah. Sepertinya Alle sudah lebih sehat dari tadi pagi, pikir Gerald. Lelaki itu berjalan masuk dengan peelahan. Ia tak ingin mengganggu acara mereka, walaupun di villanya.

Alle melihat lelaki itu, entah kenapa sekarang tubuhnya menegang. Padahal biasanya juga bodo amat. Tapi sejak lelaki itu marah, Alle merasa tak enak hati.

"Iya, lo tau ga sih All, si Nella sok jatoh gitu. Terus niruin gerakan yang di iklan.. Kayak gini nih."

Si Lea pun menirukan gerakan Nella tadi. Ia pura pura jatuh dan mengucapkan "oppa" ( bahasa koreanya kakak laki-laki)

"Dan yang ngakaknya, bukan sih vian yang nyautin. Eh malah, kakek kakek beneran yang nyautin. HAHAHAHAHA."

Lea sangat bahagia menceritakan itu pada Alle. Belum lagi melihat wajah Nella yang berubah merah seperti kepiting rebus.

"Eh, lo kenapa deh Al? Kok jadi gue yang ketawa sendiri," ucap Lea kebingungan. Akhirnya gadis itu mengikuti arah pandang Alle dan Nella.

"Ups, sorry Nell. Ga tau."

Nella semakin memerah entah karena marah atau malu. Sedangkan Alle masih menegang melihat wajah Gerald. Gerald sendiri, dia hanya tersenyum tipis.

"Rald, jangan kasih tau Vian ya. Gue mohon banget." Nella memohon pada Gerald.

"Hm, lagian bukan urusan gue juga."

"Makasih, Rald."

Akhirnya Nella dan Lea keluar dari kamar itu. Mereka beedua merasa ada aura yang sangat aneh diantara Alle dan Gerald, entah apa.

Gadis itu beranjak dari kasur menuju ke balkon. Seketika udara dingin menyambutnya. Entah kenapa ini lebih nyaman dari pada di dalam, yang seketika berubah menjadi panas.

"Sudah baikan?"

Suara bariton itu, iya suara Gerald. Lelaki itu mengikutinya, dan sekarang sudah di sebelahnya.

"Hmm." Alle hanya berdehem menjawab. Lidahnya terasa kelu untuk mengeluarkan suara.

Keheningan melanda. Segala yang Alle rencanakan sirna seketika. Keberaniannya menciut dengan segala aura dingin di sekitarnya.

"Hm, Maaf ya atas sikap aku tadi pagi. Aku ga bermaksud. Hanya kesal." Alle mengucapkan itu dengan sekali nafas. Bahkan ia sendiri tak sadar sudah menahan nafasnya. Ia menghela napas lega setelahnya.

"Tegang banget muka lo. Gue ga gigit kali. Udah gue maafin."

Gerald tersenyum, gadis ini memang ada-ada saja. Segala ekpresinya bahkan bisa terbaca.

"Lagian kamu serem banget sih. Tapi makasih banget ya."

"Buat?"

"Buat bawa aku kesini, nyelamatin aku, ngerawat aku, ngasih perhatian." Kata-kata terakhir diucapkan gadis itu dengan pelan dan ragu. "Pokoknya semuanya. Aku ga tau kamu bisa sebaik itu."

Alis Gerald mengangkat naik. "Baru tau gue baik? Kemana aja lo? Sekolah di goa ya." Menjawabnya sedikit sinis namun diakhiri kekehan juga.

Alle hanya mendengus kesal. Setidaknya sikap lelaki itu sudah kembali ke semula.

"Em, tadi lo bilang kesel sama gue? Emng kenapa?"

Sontak saja pipi gadis itu merona mendengar pertanyaan tersebut. Bagaimana ia harus menjawabnya kalau begini.

"Em, euh.. masalah wanita." Akh Alle yakin sekali wajahnya memerah. Sangat merah bahkan dirinya bisa merasakan semua darahnya naik ke wajahnya. Panas.

"Ohhh ohhh gue ngerti. Kalo itu mah gue angkat tangan!" Ucap lelaki itu sambil meengangkat kedua tangannya persis seperti tahanan yang kabur dari polisi.

Alle mendengus lagi. Sepertinya itu akan menjadi hobby barunya sekarang. Lelaki itu hanya tertawa dan tertawa sangat keras.

Ah gemas sekali melihat Alle seperti itu. Tanpa sadar tangannya terulur mencubit kedua pipinya dengan keras.

"Akhhh, sakit bodoh!"

"Wow, bahkan seorang gadis lugu yang biasanya berbicara aku-kamu bisa mengumpat."

"Biar saja. Aku punya batas kesal."

"Lucu." Lirih Gerald yang mungkin tak akan terdengar oleh Alle. Tapi salah Alle mendengarnya namun berusaha menepis segalanya itu.

"Bagaimana kalau mulai sekarang kita berteman?"

Tbc

Oke gue ga mau kena gebuk wkwkwk. Ini part pendek banget emng, tapi rasanya emng pas kalo berenti disini.

Ikutin aja ya alurnya, semoga sih ga berenti di tengah jalan ya, Harusnya lho.

Tapi kalo ga ada respon dari kalian semua ya, semangat aku juga rada berkuramg sih. Jadi mohon semanagt dari kalian.

Gue juga mau ngucapin banyak terimakasih juga sama kalian.

Muah muah, Iv (Crazloop)

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang