jawaban

451 29 2
                                    

Kakinya berjalan melangkah menuju rumah putih di depannya. Iya, akhirnya Gerald memutuskan mampir ke rumah Alle.

Ia akan sekedar bertanya mengapa gadis itu tidak masuk hari ini. Hm, sebenarnya bukan itu yang ingin Gerald ketahui. Melainkan, siapa sebenarnya lelaki yang bersama Alle tadi.

Dengan ragu tangannya terangkat menekan bel. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya membuka gerbang masuk. Tak lupa, wanita itu memberikan senyum sebagai sambutan.

"Eh, tuan yang kemarin kan?" Tanyanya basa-basi.

"Hm, Iya Bi. Panggil Gerald aja. Ga ush pake tuan."

"Ya udh, ayo masuk. Non Alle ada di dalam."

Gerald dengan gugup melangkah. Entah jawaban apa yang akan ia dapatkan nanti. Ia hanya penasaran. Dari kejauhan pula ia dapat mendengar suara tawa kedua insan itu.

"Non, ada yang nyariin tuh," panggil bibi yang tadi menyambutnya di depan.

Gadis itu menengok kearah belakang, dari sini Gerald dapat melihat wajah cantiknya. Tetapi entah mengapa, wajahnya berubah kaget melihat kehadiran lelaki itu di rumahnya.

"Oh, Hai Ge," Sapa Alle sambil menghampiri.

"Hai, Kenapa ga masuk? Gue kira lo sakit."

Alle tersenyum kecut, ketauan bolos. imagenya mau ia taroh mana.

"Hm, mau duduk?"

Gerald mengikuti langkah gadis tersebut. Gerald masih asik memandangi wajah Alle, dan tanpa sadar masih ada sepasang mata yang memandang ke arahnya. Entah meneliti, menilai, atau apapun itu Gerald tidak sadar.

"Temannya Eryne ya?" Suara bariton itu akhirnya menyadarkan Gerald dengan sosok yang beberapa menit lalu seperti tak kelihatan baginya.

"Kak, Alle bukan Eryne," tegur Alle pada lelaki itu.

Gerald hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut. Mendengar nama "Eryne", Gerald jadi ingat sesuatu. Bukankah, gadis itu tak pernah suka dipanggil Eryne? Sungguh misterius sekali gadis ini. Tetapi entah mengapa, seolah jiwanya selalu tertatik untuk mencari tau. Seakan-akan ia memang sudah pernah mengenalnya.

"Yaudah, Kakak tinggal ya. jangan lupa dikasih minum, Ryne. Suruh bibi buatin," titah Leo.

Alle berdehem menjawab perintah kakaknya. Sekarang matanya tertuju penuh pada lelaki yang ada di hadapannya ini. Untuk apa ia kemari? Dan sejak kapan mereka sedekat itu?

"Jadi kenapa kamu kesini?" tanya Alle tanpa basa-basi.

Gerald menatap mata itu tanpa takut, lagipula niatnya baik bukan? Walau sebenarnya ada alasan yang lain. "Hanya ingin tau kenapa lo ga masuk."

"Permisi, ini minumnya ya den Gerald," ucap bibi menginterupsi.

"Makasih Bi. Gerald aja manggilnya," ucap Gerald sambil tersenyum dan dibalas dengan senyuman pula.

Setelahnya, mata pemuda itu benar-benar tertuju padanya.

"Sakit," jawab Alle sedikit ragu. "Hm tunggu, emangnya kita sedeket itu sampe kamu khawatir?" lanjut gadis itu lagi.

Gerald bergerak kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sedikitpun. "Siapa yang bilang gue khawatir sama lo?" tegasnya.

Alle menaikkan alisnya menunggu kata-kata selanjutnya.

"Dan mana ada orang sakit yang jalan-jalan ke mall?" sindir Gerald yang langsung menancap sempurna.

"Kamu buntutin aku?" tuduh Alle.

"Ga usah GR. Emang lo yang punya mall? Semua orang boleh ke mall. Lo nya aja yang bego, bolos kok ga totalitas."

Alle menatap lelaki itu tajam, setajam yang ia bisa. Emang dasarnya lelaki menyebalkan, padahal ia kira setelah ajakan pertemanan itu. Dirinya dan Gerald akan menjadi teman seperti orang normal. Tapi sepertinya daripada disebut sahabat, Gerald lebih baik disebut teman merangkap musuh bagi Alle.

"Ga ada urusannya juga sama kamu! Mau aku bolos kek apa kek. Terserah dong kan hidup-hidup aku. Emang kamu siapa bisa komen-komen?" balas Alle sengit.

"Siapa juga yang komen? orang berpendapat kok itu." jawab Gerald tak acuh. "Ngomong-ngomong, asik bener dah pacaran mulu. Pantes waktu itu gue tembak gamau." pancing Gerald.

Gerald butuh jawaban sekarang. rasanya otaknya serasa mau pecah daritadi. Menggunakan kata apalagi untuk mengutarakan segalanya dan mendapatkan jawaban.

"Lah kamu kepo banget sih! Mau dia pacar aku kek bukan kek, kan ga ada urusannya sama kamu."

Alle menggerutu kesal, Gerald sepertinya tak akan berubah. Dia akan tetap menjadi menyebalkan dan parahnya akan selalu ada di hidup Alle. "Mending kamu pulang deh kalo misalnya, udah ga ada keperluan," usir Alle.

"Lo ngusir? Padahal gue udah niat baik jengukin lo di rumah? Dasar ga tau terimakasih," gerutu Gerald kesal.

"Lagian kamu nya aja nyebelin gini," balas Alle lemah. Gadis itu takut perkataanya menyinggung perasaan Gerald. Cukup sekali aja, Ia pernah berbuat seperti itu.

"Yaudah deh, kalo itu yang lo mau gue balik. Awas lo besok ga masuk!" tatapnya mengancam.

"Aku ga ngusir loh tadi, seriusan."

"Takut kangen ya saama gue? Tenang besok kita ketemu kok," goda Gerald.

Alle mendengus kembali. Entah sudah berapa kali ia mendengus menghadapi lelaki ini. "Nyesel baik sama kamu. Udah deh kamu balik aja."

Kali ini Alle benar-benar mengusir. Tapi senyum Gerald malah mengembang, apalagi melihat wajah kesal gadis di hadapannya ini.

Walau Gerald tak mendapatkan jawaban apapun hari ini, ia tetap senang. Entah karena apa, tapi melihat wajah gadis ini yang memerah karena kesal malah membuat Gerald bahagia.


Halloooo! Aku balik lagi HEHEEHEHEHEH

Maaff yaaaa updatenya lama bangettttt! Aku baru selesai USBN AHHAAHAH

Ini aja aku nulis lagi karena dah ditagih sama beberapa orang HAHAHAH. Maka dari itu, Aku mau bilang makasih banget sama mereka yang udah nagih, jadi aku semangat nulisnya. Makasih juga buat Semua orang yang udah selalu nungguin cerita ini, baca cerita ini, apalagi udah vote cerita ini. Makasih bangetttttt :")))))))

Semogaa semuanya suka sama update hari ini ya. Love you guys!




StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang