Tertarik

402 26 1
                                    

"Belajar yang bener ya, " ingat Leo pada adiknya itu.

"Bawel," balas Alle sambil menjulurkan lidahnya.

Hari ini, akhirnya Alle masuk juga, setelah seharian bolos kemarin. Sekolahnya masih sama seperti biasa, masih banyak muridnya.

Kaki kecilnya masih terus melangkah mencari kedua temannya itu. Sudah lama rasanya tak berbincang dengan mereka. Kita semua terlalu sibuk dengan urusan masing-masing hingga waktu kita bersama hilang.

"Nah, itu mereka. Tumben sekali mereka sangat akur," pikir Alle.

Alle sengaja tak langsung menyapa mereka, ia melipat tangan didepan dada menunggu mereka sadar. Sebenarnya Alle hanya ingin tau, pembicaraan apa yang mereja bicarakan seseru ini.

"Ya kan, Le! Tumbenan banget itu orang kalang kabut nyari cewe!" Ujar Nella menggebu-gebu.

"Bener si, biasanya juga si Gerald bodo amat. Hilang satu cewe dah nemplok ke cewe lain." Balas Lea tak kala seru.

Obrolan itu tetap berlanjut, bahkan mereka berdua masih tetap tak sadar ada Alle di dekat mereka. Hanya sekita satu meter saja didekat mereka dan mereka tetap tak sadar. Teman macam apa.

"Tapi ya, Alle juga mana mungkin nganggep serius si Gerald si, ya ga?"

Mendengar namanya disebut, Alle jadi ragu untuk menyela pembicaraan itu. Sumpah kenapa jadi dirinya yang di bicarakan?

"Bener si, jangan-jangan Gerald udah kena karmanya sendiri. Lagian siapa suruh jdi cowo kok playboy cap teri," hujat Lea jahat.

Penasaran dengan apa yang kedua sahabatnya itu bicarakan, Alle berdehem sejenak. Mata Nella membulat melihat sosok yang tengah ia bicarakan dari tadi.

Lea masih sibuk mengoceh, hingga akhirnya ia tersadar dan memberikan cengiran kuda khasnya. Alle hanya melipat tangannya di depan dada, sambil menunggu salah satu dari mereka membuka suara.

"So? Ada yang mau berusaha jelasin ke aku?"

Alle masih menunggu disertai dengan tatapan matanya yang tajam sudah siap untuk membunuh orang dengan hanya sekali lihat.

Lea dan Nella masih diam, hanya mata mereka yang saling lihat-lihatan. Seolah berbicara tanpa suara.
"Hmm, ga ada apa-apa kok, Al," ucap Nella gagap.

"Kalo ga ada apa-apa kenapa gagap gitu jawabnya?" Tantang Alle lagi.

Lea menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenenarnya, mudah saja si, tinggal cerita.

"Itu, si Gerald nyariin kamu mulu dari kemaren, udah kayak kebakaran jenggot," jelas Lea akhirnya.

Alle terdiam. Untuk apa, Gerald mencari-cari dirinya. Lagi pula bukannya kemarin dia sudah bertemu denganku.

Melihat Alle yang terdiam, Nella merangkul bahu sahabatnya itu. "Udah ga usah dipikirin lagi, Al. Ke kelas aja yuk."

Tiga sahabat itu berjalan beriringan memasuki kelas. Pelajaran pertama, Bahasa Indonesia. Membosankan. Tapi apa daya, masa-masa ini mungkin yang akan Alle dan sahabatnya rindukan.

***

"Makan apa lo, Al?" Tanya Lea.

"Apaa aja. Samain kayak kamu juga boleh," Alle membalas.

Setelah itu, gadis itu celingak-celinguk mencari tempat duduk kosong. Kenapa si, kantinnya ga dibikin dua. Kan kalo lagi istirahat gini, jadi susah banget nyari tempat duduk.

"Hai, Alle. Nyari tempat duduk? Bareng aja yuk sini," ajak Gerald.

Iya, Gerald lagi. Kenapa sih ini anak? Rusuh banget perasaan, dari kemaren. Yang tiba-tiba dia muncul di rumah lah, yang katanya nyariin aku kayak kesetanan lah. Pokoknya, rusuh deh.

Tapi daripada nyari tempat lagi, yang mustahil Alle dapatkan. Jadilah dia duduk bersama mereka.

"Lo pulang naik apa hari ini?"

Alle tidak menyahut, ya bisa aja itu ditujukan untuk orang lain kan? Gadis itubakhirnya tetap memainkan ponselnya.

"All, gue nanya loh! Lo mah gitu, kacangin aja terus," gerutu Gerald.

Alvian dan Levin tertawa sekencang-kencangnya. Hal itu malah membuat Gerald semakin berang. Tatapan lelaki itu tajam kearah sahabatnya, soalnya itu anak dua ga bisa berenti ketawa.

"Oh, kamu ngomong sama aku?"

Alle mengatakan itu dengan wajah polosnya. Wajah polosnya itu membuat Gerald tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya mengelus dada sambil tarik napas dalam-dalam. Takut emosinya tidak terkendali. Kepolosan itu juga, membuat kedua manusia disamping Gerald tertawa lebih kencang dari sebelumnya.

"Ehh, asik banget nih. Ikutan ya?"

Semua orang yang ada di meja itu tertuju pada suara lembut barusan. Disana ada Nella dan Lea.

"Ayoo, kan aku emng cari tempat duduk buat kita. Kebetulan mereka nawarin, soalnya udh ga ada tempat," jelas Alle panjang lebar.

Sekarang posisi mereka adalah Alle berhadapan dengan Gerald, Nella berhadapan dengan Alvian, dan Lea berhadapan dengan Levin. Mereka asik berbincang satu sama lain tapi lebih ke arah berbincang bersama pasangan masing- masing. Apakah ini sudah bisa dikatakan pasangan?

Kringggggggg...

Bel berbunyi, semua siswa kalang kabut menyelesaikan makanannya. Kantin berubah menjadi lebih riuh dri sebelumnya. Tak terlupa dengan tiga pasangan muda-mudi ini.

"Yah, udah bell. Padahal masih blom abis ini makannya," gerutu Nella.

Nella adalah satu manusia dengan kecepatan mengunyah dibawah rata-rata. Emang incess banget ini anak satu.

"Ya udh kita ke kelas ayok. Nanti kena omel lagi." Ajak Lea.

Alle dan Nella bangkit dari bangkunya masing-masing. "Hmm, duluann yaa."

Gerald dan kawan-kawan hanya tersenyum menanggapi mereka. Tapi sepertinya mereka tak ada niat untuk bangkit dari bangkunya. Mereka hanya sedang diam terpaku pada ketiga, anak hawa yang sudah hpir tak terlihat.

"Ih lucu, banget ya si Nella," gumam Alvian.

"Lea galak-galak gitu imut juga yaa, Levin suka," Levin pun ikut menggumam.

Gerald yang sadar, langsung menengok ke arah sahabat-sahabatnya itu. "Woi!"

Alvian dan Levin, secepat itu pula mereka menggeleng-gelengkan kepala mengusir bayangan wanita cantik menurut mereka masing-masing.

"Udah deh masuk kelas aja, otak lo berdua perlu diajarin," titah Gerald pada kedua temannya.

Tbc~~~

Tralalalalalala~
Comeback nih acuuu! Selamat menikmati. Makasih yang masih setia mau ikutin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang