Jalan-Jalan (1)

601 34 0
                                    

Malam hanya digunakannya untuk menangis. Kini, ia sangat menyesal sudah menangis sepanjang malam layaknya wanita lemah. Padahal, Alle sudah sangat lama bertekad untuk tak mengeluarkan air matanya. Ia harus kuat menghadapi segalanya. Lemah, akan membuat ia terbodohi oleh keadaan.

Tingg

Ia mencari keberadaan ponselnya yang kemarin terlempar entah kemana. Setelah mencari sekian lama nyatanya ponselnya ada di dekat nakas.

"Huh, giliran perlu dia ilang. Giliran ga perlu muncul terus. Udah kayak jelangkung," gumamnya kesal.

Matanya terbelalak, melihat notif di layar ponselnya.

Gerald: Gue jemput lo jam 10 pagi. Ga ada penawaran. Gue udah mau otw. Bye Alle cantik.

Alle melirik kearah jam yang terdapat dindingnya. Astaga, jam sudah menunjukan pukul 8 pagi. Alle kelabakan sendiri. Laki-laki menyusahkan. Semuanya menjadi rumit.

Dan gadis itu lupa, sang mama masih ada di rumah. Masih berada dikamar menyesali segala tindakan yang selama ini ia lakukan pada anak gadisnya itu.

Alle sudah siap dengan penampilannya. Kaus putih tipis yang dipadukan dengan kardigan serta jeans panjang yang membalut kaki jenjangnya. Tak lupa dengan sepatu flatnya.

Alle berhenti sejenak di depan kaca meneliti penampilannya dari atas sampai bawah. Alle menggeleng-gelengkan kepalanya, menghapus segala yang ada di benaknya.

Ini bukan karna mau keliatan cantik kan? Orang cuman ga mau diliat urak-urakan aja. Ya, kan?

Gadis itu keluar dari kamarnya, waktupun sudah menunjukan pukul 10. Berarti, sebentar lagi lelaki itu akan datang. "Bodo amat lah, dia ga datang juga bagus," gumamnya.

Baru saja menapakan kakinya ke ruang keluarga, tubuhnya menegang. Mamanya masih disini. Ah, Mamanya yang ada di rumah sih biasa saja buat Alle. Toh, ini rumahnya. Jadi Alle tidak akan bisa berbuat apapun.

Yang mebuat, perempuan itu kaget, sekaget-kagetnya adalah manusia yang duduk di sebelah Mamanya. Ia benar-benar lupa bahwa Mamanya masih ada di rumah.

Mereka terlihat asik berbicara, entah apa yang mereka bicarakan. Alle tak peduli. Ia berjalan mendekat kearah mereka. Alle berdehem sedikit keras untuk mengiterupsi pembicaraan mereka.

"Nah, itu Allenya. Sini nak, itu Geraldnya udh nungguin kamu daritadi,"ucap Sella sambil menepuk tempat di sebelahnya.

Cih, berusaha menjadi Ibu yang baik. Batin Alle kesal.

Alle membuang muka, lalu menoleh ke arah manusia menyebalkan itu. "Cepetan, ayo berangkat. Sebelum aku berubah pikiran," tegas Alle.

Gerald bingung, sungguh ia tidak mengerti. Sikap Alle yang dingin, ia kira hanya kepada dirinya saja. Nyatanya pada Mamanya, lebih dingin. Tanpa mau ijut campur lebih dalam, ia hanya tersenyum melihat Alle.

"Ya udah Tante, Gerald pinjam Allenya ya," lelaki itu berpamitan pada Sella. Sella hanya menatap Gerald dengan senyumannya. Menutupi segala kesedihannya.

"Hati-hati ya, nak. Jagain Alle," nasihat Sella pada Gerald.

Alle mendengus, lalu berjalan tanpa sedikitpun berkata pada Sella. Ia dengan cepat menarik tangan Gerald. Terserah, lelaki itu mau berpikir apa. Yang jelas, ia harus cepat pergi dari sana.

***

Sesekali ekor matanya, melirik ke arah perempuan itu. Walau dirinya tau memang seperti itu sifatnya, dingin. Tetapi, terlihat ada yang janggal.

StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang