Bab 1

735 34 0
                                    

Pukul 23.16 Wib. Ponsel yang sejak tadi berada dalam genggaman Ilona berdering menyentak. Sandra. Ilona menempelkan ponsel di telinganya, mendengarkan kata-kata Sandra mengalir seperti air di sungai Ciliwung, tersendat-sendat terhambat tumpukan sampah disana-sini. Tidak sampai satu menit, kemudian Ilona menutup kembali ponselnya bahkan sebelum Sandra selesai mengucapkan kata-kata penghiburannya yang biasa diucapkan.

Tidak ada kata-kata apapun yang dapat membuat Ilona terhibur sekarang. Apa yang baru saja didengarnya dari orang yang meneleponnya sebelum Sandra benar-benar membuat segalanya menjadi sangat suram.

"Ilona, saya hanya ingin memberitahukan, Ranti sudah melahirkan tadi selepas maghrib. Anak kembar laki-laki, sehat dan sangat tampan. Saya mohon, doakan mereka, meskipun kamu mungkin masih merasa sakit hati atau tidak bisa menerima keadaan."

Kalimat itu diucapka dengan nada datar tanpa rasa, namun terasa lebih menusuk daripada silet yang sengaja digoreskan. Ilona bahkan tidak dapat mengucapkan apapun sebagai jawaban karena lidahnay terlalu kelu untuk digerakkan.

Ilona melemparkan ponselnya ke meja kecil di samping tempat tidur, mematikan lampu kecil kemudian menarik selimut sampai ke atas kepala dan menangis di balik selimut. Di luar, malam beranjak semakin tua.

$$$$$

Sandra, Ilham dan Alisa menyambut kedatangan Ilona di kantor pagi ini dengan wajah-wajah prihatin. Sesuatu yang sebenarnya sangat Ilona benci. Mereka pasti sudah janjian untuk datang lebih pagi ke kantor kemudian—dalam bayangan Ilona—mereka berunding untuk menyusun kata-kata hiburan apa yang pantas diucapakan kepada Ilona dalam situasinya saat ini. Ooh ... betapa menyedihkan.

Ilona benci dikasihani, apalagi oleh orang-orang yang dekat padanya. Ia tidak pernah menunjukkan kesedihannya, selalu berusaha sebisa mungkin menata emosi dan menutupi sema perasaan dengan senyum. Hanya beberapa orang yang bisa mengetahui apa yang tengah dirasakan Ilona hanya dengan menatap matanya tanpa perlu bertanya. Sahabat-sahabatnya.

Ilham yang menyambut Ilona begitu dia menjejakkan kaki menginjak karpet yang menutupi ruangan kantornya. Lelaki bertubuh tinggi besar itu menarik Ilona ke dalam pelukan, ajaibnya, dengan gerakan ringan dan santai. Sandra dan Alisa berdiri di belakangnya.

"Ilona manisku, selesai sudah masa-masa berkabungmu," ucap Ilham. Dia menggiring Iilona ke sofa tamu. "It's time for ceremony babe ... "

Sandra mengeluarkan sesuatu dari tas kertas di sampingnya. Secarik kain hitam. Alisa mengambil gunting kecil dari tempat alat-alat tulis di atas meja kerja Ilona dan memberikan alat itu padanya, bersamaan dengan Sandra mengulurkan kain hitam itu. Ilona menatap mereka satu-persatu, seolah-olah mereka semua sudah kehilangan akal sehatnya dengan semua ini.

"Sudah waktunya bagimu untuk menata kembali kehidupan yang baru. Sudah terlalu lama untuk masa berkabung, dan kami rasa, terlalu banyak yang sudah kamu korbankan. Bima sudah benar-benar memulai keluarga barunya dan kau juga seharusnya begitu. Wake up Ilona, it's your time," Sandra berpidato panjang lebar, dengan mimik lucu dan ceria.

"Apa maksud kalian dengan semua ini?" tanya Ilona dalam kebingungan. Dia memandang kain hitam dan gunting di tangannya, dengan tanda tanya.

"Gunting dan sobeklah kain itu sambil mengucapkan tekad untuk menggunting habis masa lalu dan merobek kenangan pahit, setelah itu kita akan bersama-sama menguburkan kain itu, menguburkan semua kesedihan dan duka yang sudah sejak lama menggerogoti hidupmu," jawab Ilham tegas, dibarengi anggukan bersemangat Sandra dan Alisa.

Sempurnanya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang