Ferdan tidak terlalu menaruh perhatian pada apapun yang sedang dijelaskan Ilona di depannya. Dia hanya menikmati melihat bibir Ilona yang tipis bergerak-gerak dan suaranya mengalir seperti air.
Semua seperti berputar ulang di dalam kepalanya. Cara Ilona berbicara, tersenyum dan bahasa tubuhnya, sama persis dengan yang dilihat Ferdan empat tahun lalu di kantin rumah sakit di Australia. Bedanya hanya, empat tahun lalu Ilona jauh lebih kurus dan pucat, matanya kosong dan sarat beban. Hari ini, di hadapannya, Ilona jauh lebih sehat, bersemangat dan hidup.
"Bagaimana Pak, apa menurut Bapak datanya sudah cukup lengkap atau perlu ditambah?" tanya Ilona. Dia sedikit heran melihat pandangan Ferdan yang menerawang. "Pak?"
Ferdan tersadar dari lamunan. "Eh? Oh, maaf, saya sedikit melamun. Sepertinya semua datanya sudah cukup lengkap, tinggal kita serahkan pada divisi teknik untuk pelaksanaannya."
"Baiklah, nanti siang akan saya minta Erni untuk membuat copy data sebelum diserahkan ke bagian teknik," Ilona membereskan berkas-berkas di atas meja. "Maaf, bagaimana kabarnya Tasya?"Ferdan tersenyum lembut. "Dia sedang belajar mengenal angka dengan balok-balok mainan yang dibelikan neneknya, dan kelihatannya dia sangat menyukai permainannya itu."
"Bapak beruntung, memiliki putri secantik dia," ujar Ilona pelan.
"Saya cenderung berpikir, Tuhan begitu mempercayai saya sehingga menitipkan Tasya kepada saya, bukan orang tua yang lain. Dia itu seperti sebuah keajaiban yang terus-menerus menjaga saya dari hal tidak berguna dan bodoh yang mungkin akan saya lakukan bila tidak ada dia disisi saya."Ilona menatap Ferdan, melihat mata laki-laki di hadapannya berubah menjadi semakin kelam. Ada sesuatu yang aneh di mata Ferdan, seperti menyimpan sesuatu yang sangat menyakitkan dan sulit diungkapkan.
Ilona berpikir, pasti berat untuk seorang laki-laki seusia Ferdan, kehilangan istri dan harus mengurus seorang anak dengan kondisi seperti Tasya.
Ilona yakin, banyak wanita bersedia melakukan apapun untuk menggantikan posisi almarhumah istrinya, kalau saja tanpa adanya Tasya.
"Tasya juga beruntung memiliki seorang ayah yang begitu mencintainya seperti Bapak," ucap Ilona dengan nada tulus. "Saya bisa membayangkan betapa sulitnya mengurus dan membesarkan seorang anak tanpa seorang istri, tapi kelihatannya Bapak bisa melakukannya dengan baik."
Ferdan memandang Ilona, mereka-reka reaksi Ilona akan sesuatu yang ingin ditanyakannya. "Entahlah. Kadang-kadang saya takut memikirkan apa yang akan terjadi pada Tasya besok hari. Dia begitu lemah dan rentan. Saya selalu merasa tidak cukup baik menjaganya selama ini. Dan kamu sendiri?"
Ilona sedikit terkejut, dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Ferdan. "Maksud Bapak?"
"Maaf kalau saya lancang," Ferdan berkata lambat. "Menurut data dari personalia, kamu sudah lama bercerai. Apa kamu punya anak?""Tidak," jawab Ilona sambil menelan ludah. Tenggorokannya mendadak terasa kering dan perih. "Saya tidak punya anak."
Ferdan menerima jawaban itu tanpa berusaha bertanya lebih lanjut. Dia melihat bahwa Ilona merapatkan bibirnya sampai membentuk segaris tipis yang pucat ketika menjawab, dan Ferdan melihat kembali sinar yang sama seperti yang dilihatnya empat tahun lalu di mata Ilona.
"Kalau tidak ada lagi yang Bapak perlukan, bisa saya permisi kembali ke ruangan saya?" suara Ilona membentangkan jarak di antara mereka.Ferdan mencaci dirinya sendiri karena telah menanyakan sesuatu yang bodoh dan membuat Ilona tampaknya menjadi begitu tertekan dan tidak nyaman.
"Yah...silahkan," sahut Ferdan setengah menyesali. "Jangan lupa menghubungi bagian teknik. Dan ... Ilona ..."
Ilona menunggu ucapan Ferdan. "Ya Pak?"
"Maaf kalau pertanyaan saya barusan menyinggung perasaanmu."
Ilona tersenyum tipis. "Tidak apa-apa Pak, sebagai atasan, itu adalah pertanyaan sangat wajar untuk diajukan pada karyawannya."
Ferdan mengangguk dan memperhatikan punggung Ilona berjalan menjauh kemudian menghilang di balik pintu ruangan kantornya. Lama sesudah sosok Ilona menghilang dari pandangan, Ferdan masih memikirkannya. Ada sesuatu pada diri Ilona yang membuat Ferdan bertanya-tanya.
Ilona seperti sebuah keping uang logam yang mempunyai dua sisi. Ferdan melihat ketegaran dalam sikap dan gerak-gerik Ilona. Dia cekatan dan sigap, lembut dan ramah pada semua orang, namun sesaat tadi, Ferdan melihat sisi lain Ilona, yang tersembunyi di balik senyumnya. Ada kerapuhan yang mengenaskan dan membuat Ferdan ingin merangkulnya, menghibur dan melindunginya dari apapun yang mengganggunya.Ferdan merasakan keingintahuannya terhadap diri Ilona semakin besar. Seperti sebuah teka-teki yang membuat penasaran dan tidak ingin ditinggalkan sebelum mendapatkan jawaban. Semua berawal dari rumah sakit di Australia itu, empat tahun lalu. Ferdan yakin banyak yang sudah terjadi pada diri Ilona setelah itu, sampai kini dia menjanda. Ferdan sangat ingin tahu.
$$$$$
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempurnanya Cinta
RomanceSudah terbit ya... Pemesanan versi cetak (cerita agak sedikit berbeda, lebih greget pokoknya), bisa hubungi penulis langsung) Perceraiannya dengan Bima, pernikahan Bima dengan wanita lain pilihan Ibu mertuanya, dan kelahiran anak-anak kembar Bima, m...