Chapter Satu - Prolog

14.5K 721 10
                                    


Derasnya hujan terus mengguyur salah satu kota di New York. Menumpahkan beban air yang begitu banyak dari langit. Samar-samar terlihat beberapa orang berpakaian hitam mulai melangkah menjauh.

Mereka tentu sadar dimana tempat yang sedang mereka kunjungi. Tidak akan ada satu orangpun yang akan mau tetap berada disana sendirian ditengah guyuran hujan yang terus semakin deras.

Sayangnya, seorang wanita rupanya tidak memperdulikan rintikan hujan yang dengan kasar menyentuh kulitnya. Bahkan kulitnya sudah pucat pasi pun tidak ia hiraukan.

Pandangannya tajam pada segumpal tanah yang saat ini berada didepannya. Pusara kekasihnya. Setangkai mawar merah berduri ditangan kanannya digenggam erat olehnya.

Duri itu melukai telapak tangannya tapi sekali lagi, ia seolah mati rasa dan tidak merasakan kesakitan ketika bulir-bulir darah juga menetes dari tangan dan berbaur dengan air hujan.

Briyant C. Handerson

Sebuah nama yang terukir disana membisu. Seolah berkata bahwa pemilik nama itu selamanya akan abadi didalam sana.

"Kau sungguh menepati janjimu." Lirihnya pelan. Ia hampir kehilangan suaranya.

"Kau mengatakan akan terus mencintaiku. Bahkan ketika kematian menjemputmu. Benar bukan ?" Ucapnya lagi.

Matanya mulai berkaca-kaca. Tapi meski begitu, ia masih bisa menahan agar bulir bening itu tidak jatuh dan menyatu dengan hujan.

Kenangan-kenangan kembali terlintas mengisi memorinya. Saat dimana mereka bertemu, bagaimana seorang Briyant yang begitu sulit didekati tiba-tiba dengan gigih mengejarnya. Memberikan pelangi dalam hidupnya yang terus dilanda mendung. Mengajarkan bahwa mencintai dengan tulus memang benar ada di dunia ini.

Begitu meluap kenangan yang mengisi memorinya, membuatnya tidak tahan dan berakhir berteriak dengan kencang. Tidak pernah berakhir, rasa sesak atas kehilangan seseorang yang begitu dicintainya serasa mencekiknya tanpa ampun.

Dia frustasi dan bingung. Tidak pernah terbayangkan baginya akan hidup tanpa seorang Bryant. Lantas bagaimana ia harus hidup mulai sekarang ?. Senyuman Briyant yang begitu tulus hanya untuknya masih terpatri jelas dalam benaknya.

"Aku akan tetap mencintaimu. Sampai maut juga akan menjemputku."

Sebuah sumpah mengukir senyuman di bibirnya. Tapi siapapun yang berada disana pasti akan merasakan bahwa hal itu bukan hanya sekedar sumpah.

Kalimat itu layaknya hukuman mengerikan. Hukuman yang harus ia lalui selama hidupnya.

Demi seorang Briyant, kekasih yang amat dicintainya dan kini meninggalkannya.

**
ToBeContinued...

30 Januari 2017

The Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang