Chapter Tujuh - Perjanjian

3.1K 300 26
                                    

~Aku dan Kamu, yang entah kenapa ditakdirkan untuk bertemu.

-oOo-

Clair terlalu sibuk dengan ponselnya-karena dia tengah berusaha menghubungi orang tuanya-mengenai pernikahan yang baru saja disetujuinya.

Dalam hati ia merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dia mengatakan bersedia menikah dengan Azka.

Dia pikir jika dia menuruti permintaan Nyonya Sophia, beliau akan segera sembuh atau paling tidak kondisinya membaik. Tapi siapa yang menyangka bahwa segalanya sudah dipersiapkan oleh beliau?. Dia harus menikah saat ini juga.

“Clair?" panggilang itu sukses membuat Clair hampir melompat karena terkejut.

Dia menoleh dan mendapati Azka tengah memandangnya. Wajahnya pun tidak berbeda jauh dengannya. Azka terlihat frustasi sama sepertinya.

"Apa?" tanya Clair datar.

"Kita perlu bicara. Berdua." tegas Azka.

Clair menghela nafas pelan. Benar, dia perlu berbicara dengan pria itu. Clair kemudian menganguk dan mengikuti Azka. Mereka berjalan menuju kantin rumah sakit.

"Kau harus menolak pernikahan ini."

Clair terkejut, bahkan Azka tidak mencoba berbasa-basi terlebih dulu padanya. Atau paling tidak, biarkan dia memesan minuman sebentar, apa yang sudah terjadi beberapa saat lalu rupanya membuat Clair haus.

Dia butuh penenang terlebih dulu, karena itu dia kemudian berdiri akan memesan minuman.

"Kau mau kemana?" tanya Azka cepat. "Kau tidak akan memutuskan lari begitu saja bukan?"

Pertanyaan itu membuat Clair kesal. "Aku hanya ingin pesan minuman. Aku haus." jawab Clair berdecak sebal.

"Ah... Pesankan aku juga ya." ucap Azka dengan tersenyum. Clair melotot pada pria itu dengan kesal. Baru saja pria itu menuduhnya akan kabur dari masalah yang tengah mereka hadapi tapi dengan santainya pria itu meminta Clair memesankan minuman juga untuknya.

Clair berpikir akan menghabiskan waktu jika ia harus mengomel sekarang. Pada akhirnya dia beranjak dan memesan minuman juga, untuk dirinya dan juga pria itu.

Setelah minuman sudah datang dan Clair langsung menghabiskannya, mereka mulai pembicaraan serius.

“Jadi kau ingin aku menolak permintaan ibum ? Setelah aku menyetujuinya?.” tanya Clair. Dia mencoba mengingatkan Azka bahwa dirinya sudah terlanjur menyetujuinya.

“Kau bisa bilang bahwa kau berubah pikiran.”

Clair tersenyum kecut. “Kenapa tidak kau saja yang menolaknya?” tanya Clair menuntut.

“Jika aku sebagai putranya yang menolak, itu akan menyakiti hati ibuku dan akan mempengaruhi kondisi kesehatannya.” jelas Azka mencari alasan. Tidak, sebenarnya pria itu tidak mencoba mencari alasan, memang begitu adanya. Jika sebagai putranya ia menolak permintaan ibunya, jelas itu akan membuat ibunya bersedih dan membuat kondisi beliau menurun, hal itu bisa berakibat fatal nantinya.

Clair mengerti, tapi dia tetap tidak mau kalau harus dirinya yang menolak pernikahan itu.

Wanita itu menghela nafas panjang.

“Kau tidak mau menolak permintaan ibuku?. Kau menginginkan pernikahan ini?” Azka mulai mencurigainya. Pria itu mulai berpikir kalau Clair memang ingin menikah dengannya.

“Jangan bilang kalau kau menyu-”

“Tidak !” sanggah Clair cepat. “Aku tidak menyukaimu dan aku juga tidak ingin menolak permintaan Nyonya Sophia.” jawab Clair dengan tegas.

The Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang