"Ini bunga yang kau pesan." Azka merasa bahwa ia tidak harus berkata formal. Dia hanya diminta ibunya dan bukan merupakan seorang kurir yang harus berkata sopan kepada pelanggan. Pengalaman beberapa tahun yang dilaluinya menjadi pemilik perusahaan ayahnya juga salah satu penyebab bahwa ia tidak boleh merendahkan dirinya sendiri didepan siapapun.Clair mengangkat wajahnya dan tatapannya langsung bersirobok dengan mata Azka.
***
Clair merasa perlu menunjukan senyumnya ketika mendapati Azka sendiri yang mengantarkan bunganya.
Wanita itu berdiri dan memutari mejanya untuk melangkah mendekati Azka.
"Terima kasih. Kenapa kau sendiri yang mengantarkan?" Clair merasa ia perlu berbasa-basi. Mengingat bahwa pria didepannya ini adalah putra seseorang yang dihormatinya.
"Kau pasti tahu alasannya. Aku tidak bisa berlama-lama. Ibu berpesan, ia ingin kau datang nanti malam untuk makan dirumah kami." Ucap Azka datar. Terlihat jelas bahwa ia tidak ingin terlalu akrab dengan Clair.
"Aku akan mengusahakannya." Clair mengambil rangkaian bunga dalam pelukan Azka.
Jawaban itu mengakhiri pertemuan mereka. Tapi sebelum Azka membuka pintu, ia berbalik dan membuat Clair melemparkan tatapan 'Apa lagi ?'.
"Apa kau tahu makna dari bunga yang kau pesan ?" Pertanyaan yang entah kenapa mengganjal hati Azka sejak dari lift berhasil diutarakannya.
Senyum Clair hilang seketika. Dia membalas menatap tajam pada Azka.
"Aku tahu, sangat tahu. Seharusnya kau tidak perlu bersusah payah memperdulikanku dan bunga ini." Jelas sekali Clair melemparkan aura tidak suka padanya.
Azka terdiam. Pria itu yakin bahwa Clair mengira pasti dirinya sedikit banyak mengetahui masa lalu wanita itu.
"Aku hanya bertanya. Bukan berarti peduli." Azka kemudian berbalik dan keluar dari ruangan Clair.
Azka mendengus sebal mengingat bagaimana perubahan wanita itu. Hanya beberapa menit saja, senyum ramah yang tadinya ditujukan padanya berubah jadi aura penuh permusuhan.
Hanya karena bunga ?. Konyol sekali !. Azka mendengus lagi.
***
Nyonya Sophia baru akan bertanya ketika melihat kedatangan Azka.
"Putri kesayangan Ibu itu angkuh sekali."
Nyonya Sophia menautkan alis bingung. "Angkuh? Siapa?" Sebenarnya Nyonya Sophia sudah akan mengira siapa wanita yang di maksud Azka, tapi ia hanya ingin memastikan.
Clair bukan wanita angkuh, setidaknya selama Nyonya Sophia mengenalnya.
"Putri ke sayangan Ibu."
Nyonya Sophia rupanya tidak memperdulikan kekesalan putranya. "Tapi, kau memintanya untuk datang nanti malam kan?"
Azka mengangguk malas. "Seperti permintaan Ibu."
Nyonya Sophia tersenyum.
***
"Kau mau kemana?" Edo memperhatikan penampilan Clair. Setelah hampir sehari berada di kantor, pria itu mengira Clair akan bermalam di kantor atau akan pulang larut malam.
Baru saja jam berdenting menandakan tepat pukul 6 sore, ketika Edo baru saja akan berpamitan untuk pulang lebih dulu, dilihatnya Clair berdiri di atas cermin panjang dalam ruangannya. Seolah sedang menilai penampilannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Rose
Romance#1st Story of Series "Woman And The Rose" *** Clairyn Angelic Lozghiyo tidak pernah berpikir bahwa kekasih yang amat dicintainya harus pergi meninggalkannya. Bahkan ketika undangan indah berukir nama mereka sudah berada digenggaman tangannya. Kesed...