Chapter Sepuluh - Ketakutan

2.2K 233 15
                                    

Satu tahun yang lalu..

Clair menampar pipi pria itu dengan keras. Perasaan marah seketika menyelimuti hatinya. Bagaimana mungkin ada makhluk yang disebut manusia bisa berbuat setega itu pada saudara kembarnya?!.

Baru saja Clair merasa ingin meninggalkan dunia demi seseorang yang amat dicintainya yang kini pergi meninggalkannya, pergi ke dunia yang berbeda dengannya. Mulanya dia sudah menyusun rencana sebagus mungkin untuk acara bunuh dirinya. Tapi apa yang baru saja didengarnya melenyapkan seketika niatnya itu.

Pria didepannya yang saat ini tersenyum dengan santainya baru saja mengatakan hal konyol. Tapi demi tuhan!. Clair mempercayai setiap ucapannya.

"Aku membunuhnya. Demi dirimu, Clair." Desisnya pelan. Bagi Clair, kalimat itu layaknya kutukan yang terus mengikat hatinya. Menakuti setiap malamnya.

"Tidaakkk!!"

-oOo-

Teriakan keras dari arah sampingnya membuat Azka terlonjak duduk, terbangun dari tidurnya. Segera saja dia mendapati Clair yang rupanya masih dengan mata terpejam berteriak-teriak dalam tidurnya. Melihat bagaimana kening wanita berkerut, air mata yang menetes dari sudut matanya, Azka yakin wanita itu tengah bermimpi buruk.

"Briyant! Tidak, tidak! Kau tidak boleh meninggalkanku.. hu..hu" Ucap Clair dengan terisak dalam tidurnya. Dan Clair tidak hanya sekali menyebut nama itu.

Briyant?

Azka tentu penasaran dengan nama yang baru kali ini ia dengar. Tapi yang seharusnya lebih penting, dia harus membangunkan Clair dari mimpi buruknya-mimpinya yang terlihat amat menyiksanya.

"Clair! Bangun, hei!"

Clair membuka mata dan menatap Azka dalam keremangan ruangan. Lalu tiba-tiba saja, wanita itu bangun dan memeluk Azka begitu eratnya.

"Aku tahu.. kau tidak akan meninggalkanku kan Bry.. aku tidak akan pernah bisa hidup tanpamu.. Tolong tetap disisiku. Jangan pergi.. aku.. aku.. begitu merindukanmu.." setiap kata yang di ucapkan Clair penuh rasa tersiksa, rasa sakit yang benar-benar nyata dirasakan oleh Azka ketika mendengarnya.

Bahkan Azka merasakan air mata wanita itu didadanya dan juga mendengar isakan pelan Clair.

Secara garis besarnya, Azka cukup mengetahui.

Seseorang bernama Briyant itu amat berarti bagi wanita yang saat ini tengah menangis memeluknya. Mungkin sosok itu pergi meninggalkan Clair dan membuat wanita itu begitu menderita.

Azka menepuk-nepuk pelan bahu Clair. "Sttt... aku tidak akan meninggalkanmu. Berhenti menangis, oke?. Sttt... tidurlah."

Entah pikiran dari mana, Azka ingin sejenak menjadi sosok yang begitu di inginkan Clair saat ini. Dia perlu menenangkan wanita itu terlebih dulu dan ucapannya meluncur begitu saja.

"Tetap disini. Disampingku." Balas Clair masih memeluk Azka. Wanita itu masih tidak menyadari bahwa yang dipeluknya bukan sosok yang begitu dirindukannya.

"Tidak.. aku akan tetap disini. Tidurlah dengan tenang.." Jawab Azka lagi. Masih dengan peran yang sama.

Lalu Azka membaringkan tubuh Clair setelah merasa wanita itu tidak menangis lagi. Perlahan, Azka juga merebahkan tubuhnya disamping wanita itu.

The Black RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang