Jantung Azka tidak berhenti berdetak dengan cepat.
Sialan!. Dia memaki dalam hati. Sejujurnya dia benar-benar tidak menyukai keadaannya yang sekarang. Berada dalam satu ruangan dengan seorang wanita.
Mungkin bagi beberapa pria, akan merasakan sebaliknya. Mungkin jika mereka bersama wanita yang mereka inginkan, tentu Azka juga merasakan hal yang sama. Sayangnya saat ini dia justru bersama Clair!. Wanita dingin yang entahlah apa julukan yang pantas untuk wanita itu bagi Azka.
Dengan bodohnya dia menurut saja ketika orang tua Clair meminta mereka untuk menginap.
Meskipun keduanya sudah terbiasa berada satu kamar, namun kondisinya berbeda dengan adanya ranjang ukuran queen size ditengah ruangan milik kamar Clair.
Sedangkan kamar mereka yang berada dirumah Nyonya Sophia memiliki dua ranjang kecil. Dua ranjang kecil itu adalah ranjang milik Azka dan Jo-karena kebiasaan Jo yang sering menginap-yang berada dikamar Azka dulu. Setelah menikah, Ibunya meminta Azka berpindah kamar dengan satu ranjang. Tapi tanpa sepengetahuan Ibunya, Azka berhasil menukar satu ranjang besar dengan dua ranjang kecil yang berada dikamarnya dulu.
Jadi melirik ranjang besar yang ada dikamar Clair, Bagaimana bisa dia harus tidur diatas sana? Bersama Clair? Berdua?.
Azka menggeleng kasar. Dia kemudian melirik ke arah pintu didekat lemari pakaian yang masih tertutup. Ya, Clair ada didalam sana. Sedang mandi, Azka tahu dari mana?. Clair sendiri yang bilang bahwa dia akan mandi lebih dulu.
Melihat lemari, Azka kemudian teringat. Bagaimana dengan baju gantinya?.
Tepat saat terdengar bunyi klik dan Clair keluar dari dalam kamar mandi, "Aku sudah menghubungi Joe untuk membawakan pakaianmu"
Dan tidak ada yang bisa diucapkan oleh Azka. Pria itu tertegun melihat Clair yang begitu cantik dan segar, berdiri tidak jauh darinya.
Eh tunggu, apa dia bilang?. Jo yang akan mengantarkan baju gantinya?.
Apa Clair membaca isi hatinya atau bagaimana?. Entahlah. Yang terpenting, dia tidak perlu memusingkan masalah baju ganti lagi.
Jadi, kembali pada wanita itu. Bagaimana Azka bisa menahan diri dan tidak terpesona heh?.
Selama ini dia tidak pernah menyaksikan bagaimana Clair sehabis mandi. Mereka tidak banyak saling bicara ataupun bertemu.
Azka selalu pulang lebih lama-alasan utamanya adalah dia enggan bertemu dengan wanita itu lebih dari beberapa jam-sedangkan Clair selalu sudah terlelap ketika pria itu pulang. Atau paginya, Azka selalu terbangun dengan Clair yang sudah tidak ada dikamar mereka. Ya, wanita itu berangkat lebih awal untuk bekerja-mungkin dengan alasan yang sama seperti dirinya.
Hal yang selalu diributkan oleh Ibunya adalah keadaan mereka yang seperti itu. Azka yang tidak mengantar Clair bekerja atau menjemput wanita itu sepulang bekerja-lebih tepatnya, Ibunya ingin Azka dan Clair harus bersama-sama.
Sebagus apapun alasan yang diberikan Azka, Ibunya masih terus-terusan mempersoalkannya lagi dan lagi. Tapi setelah Clair membuka suara, pada akhirnya Ibunya terdiam dan tidak lagi mempersoalkannya. Tentunya Azka sedikit jengkel dibuatnya. Hanya dengan satu alasan yang diucapkan Clair, seolah apa yang sudah mereka lakukan menjadi masuk akal bagi Ibunya.
Ponselnya berdering dan membawa Azka kembali ke keadaannya yang sekarang. Jo menelepon, segera saja Azka menjawabnya dan berlalu keluar dari kamar.
-oOo-
Setelah kepergian Azka, jantung Clair masih tetap berdegup kencang. Dia sudah berusaha berlama-lama dalam kamar mandi untuk menenangkan jantungnya. Tapi nyatanya, ritme jantungnya tidak menurun sedikitpun.
Kali ini mereka harus benar-benar dalam satu kamar dan yang lebih buruknya mereka harus satu ranjang!.
Dan Clair benar-benar menyesali sudah memenuhi keinginan orang tuanya. Andai saja dia mencari alasan dengan mengatakan jika dia ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkannya, mungkin saat ini dia tidak akan duduk mematung didepan meja rias dan bingung memikirkan bagaimana harus melewatkan satu malam bersama Azka disini.
Suara ketukan pintu dua kali lalu disusul klik tanda pintu dibuka membuat Clair panik. Dia mengedip-ngedipkan kelopak matanya untuk mengembalikan ekspresinya yang semula.
Rambut Clair masih basah dan ia berinisiatif mengeringkannya. Sebenarnya itu hanya sebuah tindakan agar dia tidak terlihat gugup didepan Azka.
"Apa aku harus tidur disini?" Kalimat yang pertama kali dilontarkan Azka dan Clair terdiam. Menghentikan gerakannya untuk mengambil hair dryer di laci bawah meja riasnya.
"Kau..ingin tidur dikamar terpisah?" Bodohnya, hanya itu yang meluncur dari bibir Clair. Seharusnya dia berpikir, mana mungkin Azka akan tidur dikamar terpisah? Bisa-bisa orang tuanya curiga pada mereka.
"Jika kau bisa memberikan alasan pada orang tuamu, tidak masalah kalau aku harus ditempat lain."
Clair menghela nafas pendek dan tidak kentara. Dia harus kembali normal dan tidak boleh memperlihatkan kebodohannya pada Azka.
"Tidak. Itu akan menambah masalah kita nantinya. Aku rasa ranjang ini cukup untuk berdua. Kita bisa membuat pembatas ditengah dengan bantal." Hanya itu yang terpikirkan oleh Clair.
Azka terlihat menimbang dengan melirik ke arah ranjang. "Kau tidak punya kasur lipat atau selimut? Aku bisa tidur dibawah. Sepertinya akan sempit jika kita menambahkan pembatas ditengah." Azka beralasan. Yang benar saja! Dia tidak mau tidur satu ranjang dengan wanita itu. Bukan dia enggan, Azka justru takut kepada dirinya sendiri. Pria itu takut nanti akan kehilangan kendali dan malah ingin menyentuh wanita itu.
"Aku tidak pernah pakai selimut." Dan itu menjadi jawaban yang artinya Clair tidak punya selimut.
Mereka kemudian terdiam, bingung dengan pikiran masing-masing untuk mencari jalan keluar dari masalah yang sebenarnya terlihat sepele.
Clair memberanikan dirinya duluan melangkah ke ranjangnya. Dia seolah melupakan kehadiran Azka yang memperhatikan gerak geriknya menata bantal di tengah. Lalu anehnya, wanita itu langsung merebahkan tubuhnya setelah berhasil menata bantal.
Clair tidur menghadap berlawanan dengan memunggungi bantal pembatas. "Jangan khawatir, aku tidak akan tiba-tiba memelukmu dalam tidurku. Dan aku harap kau juga begitu."
Kalimat itu di ucapkan Clair tanpa menoleh pada Azka yang kemudian memejamkan matanya. Sedangkan Azka menghela nafas panjang, menjernihkan pikirannya dan menguatkan bahwa rasa tersiksanya hanya satu malam saja.
Pria itu kemudian mendekati ranjang, dengan sepelan mungkin merebahkan tubuhnya. Juga berusaha sekuat tenaga untuk bisa terlelap.
Klik!.
Azka terkejut, dia membuka mata dan mendapati kegelapan. Lampu kamar mereka mati dan Clair menggantinya dengan menyalakan lampu tidur yang berada diatas meja disampingnya. Rupanya wanita itu yang mematikan lampu utama dikamar itu. Jadi keadaan kamar menjadi sedikit terang hanya disekitar Clair saja.
"Maaf. Aku tidak bisa tidur kalau lampunya menyala." Ucap Clair memberi alasan.
Dia benar, selama ini setiap Azka pulang, keadaan kamar selalu gelap. Rupanya wanita itu hanya bisa tidur dalam gelap.
Azka mengedip-ngedipkan matanya dalam kegelapan. Mau tidak mau dia harus mencoba membiasakannya. Ya, hanya Satu malam Azka!. Kau harus bisa melewatinya!. Azka membatin, menyemangati dirinya sendiri.
-oOo-
ToBeContinued
05 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Black Rose
Romance#1st Story of Series "Woman And The Rose" *** Clairyn Angelic Lozghiyo tidak pernah berpikir bahwa kekasih yang amat dicintainya harus pergi meninggalkannya. Bahkan ketika undangan indah berukir nama mereka sudah berada digenggaman tangannya. Kesed...