SETELAH semua orang merasai cambukannya, si gila lalu melompat lagi ke darat. Akan tetapi tubuhnya menukik ke arah perahu Tiong San dan kawan-kawannya. Tiga orang anak muda itu hanya melihat bayangan hitam seperti burung garuda menyambar ke arah mereka dan ketika melihat lagi, bayangan itu telah lenyap dan bersama bayangan itu, ketiga buah kipas mereka juga turut lenyap!
Thio Swie dan Khu Sin saling pandang dengan muka pucat.
"Apakah yang menyambar tadi dan ... dan kipas kita telah digondol pergi!" kata Thio Swie dengan bengong.
"Jangan-jangan setan telaga Tai-hu!" kata Khu Sin dengan bulu tengkuk meremang. "Tiong San, mengapa kau diam saja?"
Tiong San memang sedang memandang ke arah tempat orang gila tadi duduk memancing ikan dan kini ia tidak melihat lagi orang itu yang telah pergi entah ke mana dan dengan cara entah bagaimana. Ia memandang kepada kedua kawannya dan mengangkat pundak.
"Aku sendiri tidak mengerti, bagaimana kipas kita bisa lenyap!" katanya. "Sayang sekali karena syairku tadi belum selesai!"
"Heran sekali, jangan-jangan benar seperti kata Khu Sin bahwa yang mengganggu kita adalah setan telaga Tai-hu," kata Thio Swie.
"Sudahlah, hal ini baiknya jangan kita bicarakan lagi dan jangan memberitahukan kepada siapa pun juga," kata Tiong San yang tidak mau menceritakan apa yang telah dilihatnya tadi. "Kalau benar-benar yang mengambilnya malaikat telaga, siapa tahu syair kalian yang amat bagus itu akan menyenangkan hati Hai-liong-ong (Raja Naga) yang menguasai semua air dan kau berdua diangkat menjadi pembesar!"
"Hush, jangan begitu, Tiong San!" kata Khu Sin dengan wajah pucat karena pemuda ini memang agak takhyul dan percaya kepada dongeng-dongeng tentang raja naga itu.
Juga Thio Swie yang biasanya suka berkelakar, kini menjadi pucat. "Aku .... aku tidak mau menjadi pembesar di dasar laut atau telaga! Mari .... mari kita pulang saja. Lebih baik aku pergi tidur di kamarku dan kalau sudah bangun menganggap semua ini sebagai mimpi."
Pada saat itu, perahu besar tadi di dayung menuju ke arah mereka dan dari atas perahu kelihatan kepala orang menjenguk ke bawah memandang kepada mereka.
"Eh, eh ... apakah mereka hendak menubruk kita lagi? Jangan-jangan perahu kita akan terbalik nanti, kata Khu Sin dengan muka marah.
"Kalau kita tenggelam, barangkali kita memang sudah akan diterima menjadi pembesar air!" Thio Swie mulai berkelakar lagi setelah rasa kagetnya mereda.
"Hush, diam. Mereka rupanya hendak bicara dengan kita," kata Tiong San.
Benar saja, perahu itu berhenti dekat perahu mereka dan orang yang menjenguk itu berpakaian seperti seorang pelayan pembesar, yang segera berkata,
"Apakah sam-wi kongcu yang perahunya tertubruk tadi?" tanyanya.
"Benar, akan tetapi kami tidak pusingkan hal kecil itu," kata Tiong San yang tidak mau berurusan dengan pembesar.
"Sam-wi, kalian dipersilahkan naik karena Ong-taijin (pembesar Ong) hendak bertemu dengan kalian."
Tanpa menanti jawaban ketiga orang muda yang diundang itu, orang-orang di atas perahu besar segera menurunkan anak tangga terbuat dari kain yang menggantung turun sampai ke perahu kecil.
"Bagaimana ini?" Thio Swie berkata kepada kedua orang kawannya. "Apalagi yang akan terjadi dengan kita?"
"Naiklah saja, untuk apa ragu-ragu? Kita tidak mempunyai kesalahan sesuatu," kata Khu Sin dan mereka lalu naik ke perahu besar melalui anak tangga itu. Akan tetapi, Thio Swie dan Khu Sin tidak mau naik lebih dulu dan memaksa Tiong San menjadi pelopor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Gila dari Shan Tung ( Shan Tung Koay Hiap) - Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Ficción GeneralTiong San teringat akan keadaan orang-orang yang menganggap diri sendiri "waras" dan nampak olehnya betapa banyak sekali kepalsuan dan keburukan terdapat pada orang-orang yang tidak gila ini. Seperti dia sendiri, ia bersenang selagi hatinya murung...