MERAHLAH muka Liong Ki Lok mendengar ucapan ini. Ini adalah penghinaan yang besar dan yang tak dapat ditelannya begitu saja.
"Tiat-ciang-kang, urusan perjodohan baik kita habiskan sampai di sini saja. Akan tetapi kalau kau memang masih menantangku, aku yang bodoh tentu saja takkan mundur untuk melayanimu beberapa gebrakan dan merasai kelihaian tangan besimu!"
"Bangsat sombong, kalau begitu rasakan tanganku!" Gu Mo membentak dan segera memukul dengan tangan kanannya. Pukulan ini hebat sekali, akan tetapi dengan cepat sekali Liong Ki Lok telah dapat mengelak dan sebentar saja kedua orang jagoan itu saling serang dengan seru.
Terdengar bentakan nyaring dan tahu-tahu Bwee Ji telah melompat maju sambil menghunus pedangnya. "Ayah, biar aku yang memberi ajaran kepada bangsat tua ini!"
Akan tetapi ia disambut oleh si muka kuning yang juga telah mengeluarkan pedangnya sehingga pertempuran terjadi dalam dua rombongan. Permainan pedang Bwee Ji cepat sekali, akan tetapi si muka kuning yang telah mempelajari ilmu pedang Bu-tong-pai, ternyata bukanlah lawan yang ringan baginya.
Pada saat pertempuran berjalan seru, tiba-tiba terdengar bentakan orang yang melompat ke kalangan pertandingan.
"Berhenti kalian semua!" Orang itu adalah seorang yang berpakaian sebagai seorang perwira, bertubuh tinggi besar dan pakaiannya mewah sekali. Tangannya memegang sebuah pemukul yang merupakan ruyung berduri, yakni seringkali terlihat digunakan oleh para algojo yang menyiksa dan memaksa pengakuan seorang tahanan atau pesakitan pada masa itu. Orang ini menggerakkan senjatanya dua kali dan pedang di tangan si muka kuning terlempar jauh sedangkan Tiat-ciang-kang sendiri ketika tangannya terbentur oleh ruyung ini, tubuhnya terhuyung ke belakang.
Melihat datangnya orang ini, empat orang yang sedang bertempur itu menjadi pucat, terutama sekali Liong Ki Lok dan Tiat-ciang-kang yang segera menjura memberi hormat. Sedangkan Bwee Ji nampak jelas betapa tubuhnya menjadi gemetar ketika melihat perwira tinggi besar yang usianya sudah empat puluh tahun lebih itu.
"Liong Ki Lok, bagus sekali perbuatanmu! Kau lari dari kota raja untuk mengingkari janjimu kepada ongya dan kini dengan berani mati sekali telah mencari menantu untuk calon selir ongya! Apakah kau sudah bosan hidup? Aku datang menyusul kalian dan sekarang juga kau dan anakmu harus ikut aku kembali ke kota raja!" Kemudian perwira itu berpaling menghadapi Tiat-ciang-kang Gu Mo yang berdiri sambil menundukkan kepalanya,
"Dan kau, Tiat-ciang-kang! Kau berani mati untuk mengganggu calon mertua dan calon selir ongya! Apakah kau sudah berani menghadapi aku, Te-sam Tai-ciangkun?"
Dengan muka masih pucat, Tiat-ciang-kang Gu Mo segera berlutut di depan perwira itu sambil berkata, "Susiok, teecu mana berani berlaku kurang ajar? Teecu bertengkar dengan Liong Ki Lok karena tidak tahu akan hal yang susiok (paman guru) sebutkan tadi. Harap sudi memberi maaf banyak-banyak kepada teecu!"
"Hm, pergi kau!" kata perwira itu dengan sombongnya sambil menggerakkan tangan, dan Tiat-ciang-kang Gu Mo yang ternyata adalah murid keponakan perwira gagah itu, segera berdiri dan pergi diikuti si muka kuning bagaikan dua ekor anjing mendapat gebukan.
Perwira itu adalah Te-sam Tai-ciangkun Ban Kong. Disebut Te-sam Tai-ciangkun atau Panglima besar ketiga, oleh karena ia memang menduduki tingkat ke tiga di antara semua panglima kota raja dan ilmu kepandaiannya amat tinggi. Perwira ini lalu menghadapi Liong Ki Lok dan berkata,
"Ayoh kau dan anakmu ikut kembali ke kota raja!" ucapannya mengandung suara memerintah.
Biarpun ia menjura dengan sikap yang amat menghormat, akan tetapi menghadapi perintah ini, agaknya Liong Ki Lok tidak mau menurut. Ia berkata perlahan,
"Tai-ciangkun, betapapun juga, siauwte tak dapat kembali ke kota raja karena anakku menyatakan lebih baik mati dari pada menjadi selir ongya!"
Ban Kong melebarkan matanya yang sudah lebar dan mengangkat sepasang alisnya yang hitam tebal ketika ia membentak, "Apa katamu? Apa kau ingin mampus di sini? Sekali lagi kuperingatkan, kalau kau membangkang perintah ini, kau akan kupukul mampus seperti anjing dan anakmu akan kupaksa pergi ke kota raja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Gila dari Shan Tung ( Shan Tung Koay Hiap) - Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Fiksi UmumTiong San teringat akan keadaan orang-orang yang menganggap diri sendiri "waras" dan nampak olehnya betapa banyak sekali kepalsuan dan keburukan terdapat pada orang-orang yang tidak gila ini. Seperti dia sendiri, ia bersenang selagi hatinya murung...