04. Ilmu Silat Si Gila

2.9K 52 1
                                    

DAN lima tahun kemudian setelah orang-orang mulai lupa kepada namanya, dari bukit Tai-san muncullah seorang kakek yang berpakaian tidak keruan, membawa-bawa cambuk dan tingkah lakunya seperti orang gila. Inilah Thian-te Lo-mo yang pada lima tahun yang lalu, baru melihat bayangannya saja sudah membuat penjahat-penjahat besar lari pontang-panting.

Kakek gila ini mengembara terus hingga ia tiba di telaga Tai-hu di dekat So-couw dan bertemu dengan Lie Tiong San yang akhirnya ia angkat menjadi muridnya. Demikianlah riwayat singkat dari kakek gila yang amat aneh dan lihai itu yang melarikan diri dengan murid digendong di atas punggungnya setelah tadi memperlihatkan ilmu kepandaiannya yang mengherankan semua orang di pinggir telaga Tai-hu.

Ketika berada di atas punggung suhunya yang lari secepat angin, Tiong San merasa amat heran dan juga ngeri. Ia melihat betapa pohon-pohon di kanan kirinya seakan-akan berlari cepat dari depan dan telinganya mendengar suara dari daun-daun pohon di kanan kiri yang dilaluinya.

Ia tak dapat melihat dengan nyata karena pohon-pohon di kanan kiri jalan itu seakan-akan hanya terbang lewat sekilat saja. Apalagi ketika suhunya mengambil jalan melalui lereng gunung yang penuh jurang-jurang dalam dan melompati jurang-jurang itu demikian enaknya seperti dulu ketika ia masih kecil suka bermain-main melompati selokan-selokan. Terpaksa ia menutup matanya karena merasa ngeri dan takut. Pegangan pada leher suhunya dipererat agar supaya ia tidak sampai melepaskan leher itu dan jatuh ke dalam jurang yang amat dalam.

Tiba-tiba suhunya berhenti berlari dan menggoyang-goyang tubuhnya hingga Tiong San hampir saja tak dapat menahan lagi dan rangkulan tangannya pada leher orang tua itu hampir terlepas.

"Turun, turun! Anak gendeng, apakah kau kira aku ini seekor kuda yang boleh ditunggangi seenak hatimu?"

Tiong San terkejut sekali dan membuka matanya lalu melorot turun dari punggung kakek itu. Ketika ia memandang ke sekelilingnya, ternyata mereka telah tiba di sebuah jalan besar yang lurus tidak di tempat berbukit-bukit lagi. Ia tidak tahu bahwa mereka telah tiba di tempat yang belasan li jauhnya dari telaga Tai-hu.

"Seekor kuda tak dapat lari secepat suhu," katanya tertawa. Karena pemuda ini mulai tahu tabiat suhunya yang sama sekali tidak menghendaki dipuja-puja dan dihormati sebagaimana layaknya seorang guru mendapat penghormatan dari muridnya.

Benar saja, kakek aneh itu tertawa senang. "Kau harus belajar berlari cepat!" katanya berulang-ulang sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Dan belajar pula memberi hadiah-hadiah kepada orang-orang yang mengalungi kembang pada lehermu!"

"Teecu bisa juga berlari, suhu."

"Coba kau larilah yang cepat!"

Karena jalan itu rata dan lurus, Tiong San lalu berlari ke depan, dan pada perasaannya larinya sudah cukup cepat hingga napasnya tersengal-sengal. Akan tetapi ketika ia menoleh, ia melihat suhunya berjalan di belakangnya sambil tertawa bergelak-gelak sehingga ia berhenti lagi sambil napasnya terengah-engah seperti mau putus.

"Ha ha ha! Kau seperti gajah berlari! Tubuhmu terlalu berat hingga suara kakimu memekakkan telinga! Ha ha, sungguh lucu melihat gajah kaki dua berlari!"

Merahlah muka Tiong San mendengar ejekan suhunya ini dan ia tak dapat berkata apa-apa selain memandang muka suhunya dengan bingung.

"Kau harus berlari seperti rusa, jangan seperti gajah!" kata suhunya. "Jangan pergunakan semua telapak kakimu untuk menginjak tanah, akan tetapi pergunakan jari-jari kaki saja. Tumit harus diangkat dan terutama sekali napasmu harus diatur baik-baik! Tubuhmu harus seringan mungkin. Ah, celaka ..... kau masih harus belajar banyak!"

Demikianlah si gila yang dalam hal menerangkan ilmu kepandaian ternyata sama sekali tidak menunjukkan kegilaannya itu, mulai memberi pelajaran kepada Tiong San yang memperhatikan baik-baik. Mereka melanjutkan perjalanan sambil berlari-lari dan mulai dengan pelajaran ilmu berlari cepat di sepanjang jalan yang sunyi.

Pendekar Gila dari Shan Tung ( Shan Tung Koay Hiap) - Asmaraman S. Kho Ping HooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang