TENTU saja ia tidak menceritakan betapa diam-diam ia hendak meracuni Tiong San, tidak menceritakan pula betapa setelah berada di dalam kendaraan, tiba-tiba pemuda itu muntah-muntah dan menyemburkan tiga cawan arak yang tadi diminumnya ke arah mukanya, lalu menotoknya dengan cepat.
Mendengar penuturan ini, Siu Eng berlari masuk ke dalam kamarnya sambil menangis terisak-isak! Ia telah mendapat malu yang besar sekali dari Shan-tung Koai-hiap! Sementara itu, pangeran Lu Goan Ong menjadi bingung.
"Bagaimana baiknya sekarang? Tamu-tamu telah berkumpul penuh di ruang depan!"
Akhirnya ia lalu melangkah keluar dengan wajah kusut. Ia menjura kepada semua tamu dan berkata dengan suara gemetar.
"Cuwi sekalian yang mulia! Oleh karena terjadi sesuatu yang tidak memungkinkan pernikahan dilangsungkan, maka untuk sementara waktu pernikahan ini ditunda! Akan tetapi, kami persilakan kepada cuwi sekalian untuk menikmati hidangan sekedarnya dan harap maafkan!"
Tiba-tiba dari pojok ruangan berdiri seorang tamu yang segera berkata dengan suara nyaring dan keras, "Cuwi sekalian yang terhormat dan tuan rumah yang mulia."
Semua orang memandang kepada pembicara itu. Ia ternyata adalah seorang yang bertubuh tegap, masih muda, akan tetapi mukanya penuh cambang bauk, sehingga nampaknya lucu sekali.
"Perkenankan siauwte berbicara sedikit!" sambung orang itu. "Persoalan ini tak perlu dibicarakan lagi dan kita harus sesalkan bahwa seorang bangsawan yang berbudi demikian mulia seperti pangeran Lu Goan Ong mengalami malapetaka seperti ini. Cuwi sekalian tentu belum mendengar akan kemuliaan budi pangeran Lu, maka sebagai hiburan adanya peristiwa ini baiklah siauwte menceritakan kepada cuwi sekalian. Baru kemaren ini Lu-taijin telah memberi anugerah besar kepada dua orang pemuda bernama Khu Sin dan Thio Swie yang menjadi pembantunya. Lu-taijin telah mengangkat mereka itu sebagai wedana-wedana dari kota-kota Bun-an-kwan dan Siong-li-tung! Selain itu, Lu-taijin juga memberi hadiah uang sebesar sepuluh ribu tail perak kepada orang-orang miskin di kampung Kui-ma-chung, tempat kelahiran kedua orang muda itu sebagai pembalasan jasa! Bukankah ini hebat sekali? Siauwte rasa bahwa kemurahan hati ini patut dijadikan contoh!"
Tepuk tangan para tamu menyambut ucapan ini dan semua orang memuji-muji kemuliaan budi pangeran Lu Goan Ong. Akan tetapi pangeran Lu Goan Ong sendiri memandang kepada pembicara itu dengan mata terbelalak dan mulut ternganga. Ia mengenal suara itu dan mengenal pula mata itu, akan tetapi yang meragukan hatinya ialah cambang bauk yang memenuhi muka pemuda itu. Tak mungkin dalam waktu semalam saja muka Shan-tung Koai-hiap telah ditumbuhi jenggot dan kumis seperti itu. Dan yang membuat ia berdebar adalah ketika melihat betapa kumis dan jenggot itu mirip dengan kumis dan jenggot yang biasa lekat pada muka pangeran Ong Tai Kun!
Pada saat ia berdiri dengan bingung dan ragu-ragu, tiba-tiba nampak Siu Eng berlari dengan pedang di tangan dan langsung menerjang pembicara tadi sambil berseru,
"Bangsat jahanam! Kalau tidak kau, tentu aku yang mati pada saat ini!"
Pemuda yang bercambang bauk itu tertawa sinis dan tubuhnya lalu melompat keluar dari ruang itu dan terus melarikan diri! Siu Eng dengan pedang di tangan dan mulut memaki-maki, terus mengejar dengan cepatnya! Semua tamu gempar. Mereka makin menjadi heran dan bingung.
"Mengapa mempelai perempuan mengamuk?" tanya seorang.
"Siapakah pemuda itu?" tanya yang lain.
Pangeran Lu Goan Ong mengangkat kedua tangannya ke atas, memegang kepalanya karena merasa betapa kepalanya seakan-akan hendak meletus.
"Tidak tahu .... tidak tahu .....!" Ia berseru setengah memekik. "Harap cuwi sekalian pulang saja ..., harap tinggalkan aku seorang diri ...!" Kemudian ia berlari masuk ke dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Gila dari Shan Tung ( Shan Tung Koay Hiap) - Asmaraman S. Kho Ping Hoo
General FictionTiong San teringat akan keadaan orang-orang yang menganggap diri sendiri "waras" dan nampak olehnya betapa banyak sekali kepalsuan dan keburukan terdapat pada orang-orang yang tidak gila ini. Seperti dia sendiri, ia bersenang selagi hatinya murung...