Enam

11 2 2
                                    

"Tolong!" rintihku berharap belas kasih dari lelaki dibelakangku.

Tangannya mengelus kepala, pundak sampai pingangku. Lalu dengan cepat menarik rambutku dengan kasar.

"Arg ... sakit."

Dia tersenyum seraya memicingkan matanya.

"Sakit ya?"

Sama sekali tak ada belas kasih meskipun ia melihat air mataku yang telah membanjir.

"Hanya sebentar sayang." Kulihat tangannya mengambil senuah silet. Aku takut, apalagi yang akan dia lakukan sekarang.

Sentuhan lembut yang ditorehkan ditubuhku berubah menjadi sebuah rasa perih ketika silet itu dengan perlahan disentuhkan pada pungungku. Aku hanya mengigit bibir bawahku menahan sakit yang selalu saja lelaki itu perbuat.

"Ha ha ha." Dia terlihat puas sekali menyakitku, setelah tadi dengan teganya ia memukuliku memakai sabuk yang kini tergeletak di bawah kakiku.

Kedua tanganku sudah sedari tadi ia ikat. Siletan demi siletan telah ia berikan di punggungku. Aku hanya bisa menangis, melihat pria yang sangat kucintai dan katanya juga mencintaiku memperlakukanku seperti itu.

"I love you sayang," ucapnya lembut setelah puas menyiksaku sembari memelukku dari belakang.

"I love you too." Aku menghapus sisa air mata yang tadi sudah dengan lancang membanjir.

Bodoh memang, mempertahankan seseorang yang hanya bisa menyakitiku. Akan tetapi aku bisa apa jika ternyata itu adalah salah satu caranya mencintaiku, jika dengan begitu bisa membuatnya bahagia. Karena setelah melakukan semua itu ia akan kembali bersikap manis seperti pasangan suami istri yang lainnya.

Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang