Lima belas

13 1 0
                                    

"Begini, biar aku jelaskan. Semoga penjelasan singkat ini mampu membuka kabut yang tengah menutupi hatimu.

Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Jangan pernah kita hanya melihat kelebihan seseorang, pun sebaliknya. Jangan pernah kita hanya melihat keburukan orang tersebut tanpa memikirkan kebaikan yang telah dilakukannya.

Jika kamu di posisinya, tak sakit hatikah kamu diperlakukan seperti itu? Ayo putarlah semua memory yang bisa kau ingat. Pernahkah dia mengabaikanmu barang sedetik saja? Padahal kamu tahu, dengan memperhatikanmu ada sesuatu yang harus dia iklaskan.

Aku rasa kamu cukup paham hal itu, kini setelah dirimu berhasil. Dengan mudah mencampakkannya. Bung, ini bukan soal jasa teman yang meminjamimu bulpoin." Aku menghela napas yang dari tadi sudah tertahan. Sedikit geram melihat kelakuannya itu.

"Ini demi kebaikan semuanya." Mala menundukkan pandangannya lemah.

"Sekarang coba jelaskan, demi kebaikannya siapa? Dan untuk siapa? Lalu lebih banyak kebaikan kah jika semua begitu? Atau malah lebih banyak hati yang kemudian akan tersakiti?"

"Untuk ... semuanya."

"Semuanya siapa? Semuanya yang merasakan luka? Kau tahu, dengan satu suaramu, tindakanmu, itu bisa merubah keadaan, setidaknya menjadi lebih baik dari ini. Mal, dia mengorbankan masa remajanya, perjakanya, untuk menikahi ibumu yang sudah beranak dua. Pikirkanlah baik-baik, jangan kamu menjadi anak yang durhaka." Aku beranjak meninggalkannya pergi, tak lama tanganku dicekal olehnya.

"Sely tunggu!"

Aku menoleh. "Apalagi sih, Mala?"

"Pikiranku kacau Sel."

"Mala, cukup kamu tahu, seburuk-buruk pernikahan, itu masih lebih baik daripada sebaik-baik perceraian."

"Aku harus apa ... untuk kebaikan Ayah Ibuku."

"Kamu seorang anak, kamu masih bisa menyatukan mereka Mal ditambah beberapa saudaramu. Hanya anak yang bisa menyatukan kembali orang tuanya." Aku mengenggam tangannya, kupandang manik mata itu yang semakin memerah mengeluarkan air. wajahnya sudah sembab dari tadi.

Mala masih terdiam mendengar penuturanku, aku meninggalkannya. Dia butuh waktu untuk memahami semuanya.

"Mala, semoga kamu mendapatkan petunjuk atas kegamangan hatimu," lirihku.




Suara HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang