First -- Bertemu

14K 515 10
                                    

Camel tengah menatap layar dihadapannya yang memantulkan sinar biru, yang biasa orang ketahui sebagai penyebab kerusakan mata. Jarinya bergerak lincah mengirimkan beberapa e-mail yang berisikan surat lamaran pekerjaan yang sudah disusunnya bersama dokumen-dokumen lain yang ia lampirkan.

Tepat dua hari yang lalu, Camel secara terpaksa harus keluar dari rumah sakit tempatnya bekerja dulu. Memang ada beberapa kendala disana yang membuat Camel tidak nyaman. Sebenarnya dokter yang bekerja sama dengannya teramat sangat baik, bahkan Camel sudah menganggap dokter itu sebagai kakak kandungnya. Ya, memang disana Camel hanya menjadi dokter pengganti karena kurangnya penanganan.

Camel menguap dengan cukup lebar karena merasakan kantuk yang teramat berat, padahal saat itu hari masih pagi. Dandanannya saat ini sudah benar-benar berantakan. Rambut cepolnya sudah tidak beraturan, dan membuat beberapa helai rambut mencuat keluar. Kantung mata sudah menghiasi wajahnya. Kacamata berwarna biru kesukaannya bertengger di pangkal hidungnya yang teramat mancung. Tidak lupa juga baju yang ia kenakan sudah kusut tak beraturan. Camel benar-benar kacau pagi itu.

Untungnya, dia tidak memiliki calon suami yang pasti akan lari terbirit-birit meninggalkannya karena merasa ilfeel padanya saat ini. Dan sialnya, hal itu membuat Camel mengingat masa lalunya—Mika Kawekas. Ah, sudahlah. Tak perlu membahas masa lalu.

Camel mengacak rambutnya, hingga membuat rambutnya semakin tidak beraturan. Mencari pekerjaan baru memanglah tidak mudah jaman sekarang ini, mungkin dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan. Padahal, Jakarta saja sudah padat sekali dengan bangunan bangunan pencakar langit.

Dan Camel merasa beruntung karena dirinya tinggal di kota yang tidak terlalu ramai dan masih banyak pepohonan tumbuh disekitar. Ya, kota Bandung adalah tanah kelahirannya, tempatnya menuntut ilmu, dan tentunya tempat dimana dia harus pulang.

Omong-omong, Camel ini adalah sarjana lulusan S2 jurusan kedokteran di salah satu Universitas di kota Bandung. Dia merasa bersyukur karena dari ekonomi keluarganya yang tidak kurang dan tidak lebih dia masih dapat melanjutkan sekolah hingga lulusan S2.

Oh, dan dia juga memiliki seorang kakak kembar, dia laki-laki dan terkadang idiot hingga membuat Camel harus membenturkan kepalanya pada tembok acap kali berbicara bersama Camelo. Sebenarnya Melo hanya bercanda melakukan hal itu supaya kehidupan keluarganya tidak terlalu monoton. Camelo memang selalu menjadi pelengkap di segala suasana.

Tapi sayangnya, Melo sedang merantau ke negeri sebrang untuk meneruskan studinya. Camel saja sudah lulus S2, tapi kakak kembarnya itu malah baru melanjutkan S2 jurusan bahasanya.
Sebenarnya juga Camel agak mendalami tentang dunia sastra. Sesekali jika ada waktu senggang, dia akan memuntahkan seluruh imajinasinya pada buku-buku yang sudah tak terpakai. Tapi Camel tidak begitu tertarik menjadi seorang sastrawan.

Camel merenggangkan tubuhnya, ia tarik tangannya ke atas dan memutar pinggangnya untuk menghilangkan pegal. Setelah dirasa cukup, Camel bangkit dan beranjak meninggalkan kamarnya menuju lantai dasar untuk menemui Ibunya yang sudah mempersiapkan sarapan.

“Pagi, Bu.” Camel mencium pipi kanan sang Ibu.

“Gak usah cium-cium Ibu, kamu tidak sadar apa bahwa kamu itu bau sekali?” Ibunya melirik penampilan anak gadisnya itu.

Camel segera mencium bagian tubuhnya, dan Ibunya benar, dia benar-benar bau khas orang belum mandi beberapa hari. Jujur saja, selama dua hari itu Camel memang tidak mandi dan memikirkan nasibnya ke depannya.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang