part 2

31 0 0
                                    

"Akhirnya aku mendapatkannya." Ucap seorang gadis yang kini terduduk santai di kursi taman. Gadis itu meletakan barang belanjaannya di samping lalu meraih sesuatu yang sedari tadi ingin diketahuinya.

Dompet pria tadi.

Gadis itu tersenyum kecut saat dilihatnya kembali jumlah kertas merah yang melebihi sepuluh lembar.

"Dasar pria bodoh! kertas merah ini bahkan lebih dari kata sedikit dan bahkan lagi tadi aku hanya memakainya satu lembar dan itu pun aku diberi koin yang katanya kembalian." Decak gadis itu yang sudah menyimpan kembali dompet itu ke dalam saku jeans kumalnya. Huft, bahkan ia tidak tahu celana siapa yang ia gunakan. Semuanya terlalu tiba-tiba.

Kini gadis itu beralih membuka barang belanjaannya. Gadis itu membuka plastik yang berisi serbuk coklat dan memakannya sedikit.

Fyuhh

"Rasanya membuatku mual." Ucapnya bermonolog sambil sesekali bergidik seolah makanan seperti itu bagaikan kotoran yang tak layak berada di mana pun.

Gadis itu terdiam menengadahkan kepalanya menatap langit yang begitu gelap mengalahkan sinar rembulan yang sudah tak menampakan wujudnya dan bahkan angin pun kian menjelma menjadi sosok yang mengerikan.

Terpaannya begitu menusuk kulit gadis yang masih setia duduk di kursi taman. Gadis itu menggigil kedinginan walaupun baju kumal yang dipakainya sangatlah tebal namun sama sekali tak mampu menangkal hawa dinginnya alam.

Gadis itu menggosok-gosokkan kedua tangannya guna menciptakan rasa hangat yang setidaknya mampu menangkal hawa dingin yang kian mendera. Hatinya terus menerka dan otaknya pun terus berpikir, apa bisa ia menggunakan raga orang lain untuk menemukan kembali raganya? jika bisa, lalu bagaimana caranya dan sebenarnya apa yang terjadi dengan kelebihannya hingga membuatnya terperosok di sini. Di raga orang lain. Apa tindakannya waktu itu salah? tapi, ia kan hanya ingin menolong sahabatnya.

***

Kilauan cahaya mulai mengerubungi retina dari kedua bola matanya. Setelah dua puluh empat jam pinsan akhirnya Rea kembali sadar. Sontak hal itu membuat Rio bernafas lega melihatnya sedangkan gadis polos yang sedari tadi tak henti-hentinya bertanya dimana keberadaannya masih terlelap di sofa kamar. Ya, Rio menahan gadis bernama lengkap Nafiky Land itu agar tidak pergi. Ia tidak mau Rea salah paham dengan apa yang dilihatnya dan sekarang gadis itu harus menjelaskannya.

"Rea, akhirnya kau sadar juga." Ucap Rio saat dilihatnya Rea sedang mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Memangnya aku kenapa?" tanya Rea yang sudah terduduk di tepian kasur sambil meregangkan otot lengannya yang terasa kaku.

"Kau tidak ingat?" Rea menggeleng cepat hingga matanya tak sengaja mendapati sosok perempuan yang sedang tertidur pulas di atas sofa dan saat itu juga ia menyeringai menatap Rio yang kini menunggu jawabannya.

"Tentunya aku masih ingat dengan perempuan itu. Apa dia kekasihmu?" tanya Rea sedikit menyindir hingga membuat Rio berdecak kesal.

"Ck, kau ingin aku berbohong untuk mengakuinya sebagai kekasihku?"

"Aku tidak menyuruhmu untuk seperti itu."

"Tapi kau menuduhku."

"Ya, aku memang menunduhmu. Kau membawa perempuan masuk ke dalam rumah ini dan bahkan  kau menyembunyikannya di kamar mandi. Sebenarnya apa yang kau sembunyikan dariku, huh? kenapa kau tidak jujur saja?" kesal Rea saat Rio tak henti-hentinya mengelak dari fakta.

"Sudahlah, terserah kau saja. Sepertinya kau membutuhkan angin segar setelah tertidur hampir dua puluh empat jam."

"APA? dua puluh empat jam?" tanya Rea yang membelalakan matanya.

GIA'FY LANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang