Unkeyes

56 9 0
                                    

Lelaki itu menyesap kopinya dengan santai. Sesekali dia melirik keluar jendela, mengamati beberapa anak manusia yang tengah bermain di tengah gunungan salju. Terkadang dia tidak mengerti mengapa anak-anak itu sangat senang bermain di tengah musim dingin.

"Jyugo?"

Lelaki itu menoleh. Seorang wanita berparas cantik tengah berdiri di sampingnya dan tersenyum. Dia membalut tubuhnya dengan sweater abu dan celana jeans hitam. Syal berwarna merah darah membelit leher jenjangnya. Jyugo hanya meliriknya sebentar, lalu membuang kembali wajahnya.

"Ada apa, Tami?," sahut Jyugo malas. Wanita itu tampaknya tidak mau mengalah dengan sikap Jyugo yang terkenal dingin itu. Atau bisa dibilang makhluk anti-sosial. Dia menarik kursi di hadapannya dan menyodorkan secarik kertas.

Dan tampaknya hal itu berhasil menarik perhatian Jyugo.

Kening Jyugo mengerut saat membaca tulisan dalam kertas itu.

"Apa ini?." tanyanya dengan suara yang parau. Dengan malas Tami merebut kembali kertas itu.

"Ini semua tentang hero yang kau pinta, ingat?."

Jyugo mengangkat kedua alisnya, lalu terkekeh pelan.

"Begitu ya? Sayang aku sudah mendapatkan semuanya." ucapnya dengan nada sombongnya yang khas. Tami memutar kedua bola matanya. Dia sudah kebal dengan perlakuan lelaki ini.

Tami merebut kertas yang berada di tangan Jyugo.

"Lupakan. Lagipula kenapa kau menginginkan hal ini? Senang dengan mereka?." ejek Tami.

Jyugo tidak segera menjawabnya. Dia menghabiskan kopi itu dan segera bangkit, "Bukan urusanmu." ucapnya singkat seraya meraih tas hitamnya lalu pergi meninggalkan gadis itu dengan kebingungan yang menggerogoti pikirannya.

***

Gadis itu mengerjapkan matanya berulang kali, mencoba menghilangkan rasa perih yang menusuknya. Dia terpaksa mencabut lensa kontak yang dia pakai selama lima jam yang lalu.

"Dasar tak berguna," gerutu gadis itu kesal. Dia membuang lensa kontak itu lalu menatap nanar lelaki di hadapannya. Luka di pundaknya semakin terlihat jelas, membuat gadis itu tersenyum, "Bagaimana Kai? Kau masih mau meremehkan seorang 'gadis kecil'?."

Kai hanya meringis kecil, lalu mendengus dengan kasar, "Rupanya kau si wanita legendaris itu, ya?," selidiknya seraya meremas lukanya, berusaha menghentikan pendarahannya yang semakin parah. Tetapi senyum sinisnya tidak hilang dari wajah angkuhnya, "Rafa."

Mendengar namanya disebut, Rafa hanya memutar bola matanya dengan jengah. Dia tidak terlalu senang dengan basa-basi ini.

Dia harus segera menghabisinya.

Rafa dengan cepat melakukan penyerangan. Kai yang terkejut tiba-tiba di serang seperti itu memutuskan untuk mundur. Sepertinya isu tentang Rafa itu benar. Dia tidak boleh gegabah dengan gadis satu ini.

Akhirnya Kai mulai berlari setelah melayangkan pukulan main-main yang membuat Rafa terhuyung kebelakang hanya karena untuk menghindari wajah cantiknya itu terluka.

"Bajingan! Pengecut sialan!." umpat Rafa seraya berlari dengan cepat, berusaha menangkap mangsanya. Dia tidak boleh kehilangan Kai atau reputasinya akan hancur jika dunia tau bahwa Si Gadis Legendaris itu adalah Rafa, si anak kutu buku yang sering menampakkan wajahnya di salah satu perpustakaan terkenal di Jepang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ingenity HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang