24. Ayo, kita kencan!

14.9K 780 80
                                    

Akihiko tidak bisa berkonsentrasi membaca bukunya sekarang. Kalaupun ia menatap pada lembaran buku di depannya, ia hanya bisa menatap deretan huruf-huruf yang berjajar membentuk sebuah kalimat, tetapi Akihiko bahkan tidak memahaminya sama sekali. Ia menyangga dagunya menggunakan kedua tangan di atas meja. Menatap cemberut ke arah depan, tepatnya ke arah Daiki yang sibuk membaca buku, dengan earphone tersumpal di telinganya. Sama sekali tidak mengacuhkan Akihiko. Daiki begitu serius dengan bacaannya. Akihiko membaca judul buku yang tengah ditekuni Daiki saat ini, tetapi Akihiko hanya bisa mengerutkan keningnya dalam. Hurufnya aneh, dan Akihiko tidak bisa membacanya.

Menghela napas kasar, Akihiko menutup bukunya. Ia merasa jenuh. Setiap kali di kampus dan bertemu dengan Daiki, yang mereka lakukan hanyalah duduk membaca buku sendiri-sendiri di perpustakaan. Sungguh, tidak romantis. Akihiko ingin seperti orang berpacaran biasanya. Kalaupun memang hanya membaca buku, setidaknya Daiki bisa memeluknya dari belakang, kemudian Daiki memegang sebuah buku cerita yang menarik, dan mereka membaca bersama. Berkomentar bila ada yang aneh dengan ceritanya, tertawa jika ada yang lucu, dan menangis bila akhir ceritanya mengharukan. Mustahil, batin Akihiko mengingat khayalannya.

Akihiko meletakkan kepalanya pada lipatan tangannya di atas meja. Baru saja ia hendak menutup mata, telinganya terasa disentil dengan cukup keras, hingga membuatnya memekik.

"Awh!"

"Sshh! Jangan berisik di perpustakaan."

Akihiko mengangkat kepalanya, dan memandang kesal pada Daiki yang menyentil telinganya.

"Sakit, tau."
Akihiko menggosok telinganya. Rasanya panas.

"Untuk apa kau ke perpustakaan kalau hanya tidur?"

"Untuk apa kita bertemu, kalau hanya berakhir di perpustakaan dan membaca buku. Aku bisa melakukannya tanpamu," Akihiko mengerucutkan bibirnya, kemudian mendengus dan menyedekapkan tangannya di depan dada.

"Baiklah, ayo, kita kencan."

"Huh?" Akihiko mengusap telinganya lebih kencang, lalu berucap kembali, "kurasa sentilanmu membuatku mendengar hal yang tidak-tidak."

Kali ini Daiki memukulkan buku yang ia pegang ke kepala Akihiko. Tidak terlalu keras memang, tetapi menimbulkan suara, dan bisa dipastikan itu cukup menyakitkan.

"Awh! Sakit, Dai!" Akihiko berteriak cukup kencang. Kemudian, ia mendengar beberapa orang mendesis dan menatap kesal ke arahnya. Akihiko tersenyum meminta maaf, kemudian memandang tajam ke arah Daiki. Kali ini Akihiko benar-benar kesal.

"Sudah kubilang, jangan berteriak di perpustakaan," ujar Daiki kalem.

Tanpa berbicara, Akihiko berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan keluar perpustakaan. Ia bahkan tidak memandang Daiki, dan membiarkan buku yang ia baca tadi tergeletak di meja dan tidak dikembalikan ke dalam rak.

Daiki yang menyadari bahwa Akihiko kesal, buru-buru meletakkan buku yang mereka pinjam ke dalam rak, kemudian berjalan keluar mengejar Akihiko.

Akihiko berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Beberapa orang menatapnya aneh, yang membuat Akihiko semakin kesal. Ia baru akan berbelok, ketika tiba-tiba seseorang menarik lengannya dan menyeretnya ke tempat parkir. Akihiko cukup terkejut, jadi ia tidak sempat memberontak sampai ia menyadari yang menariknya adalah Daiki.
Daiki melepas cengkeramannya setelah sampai di samping mobilnya, kemudian membuka pintu di samping kemudi.

"Apa?" tanya Akihiko ketus.

"Masuklah." Daiki mengendikkan kepalanya ke arah mobil.

"Kenapa harus?"

Dumb! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang