Pacar ya pacar! Temen ya temen! Jangan temen rasa pacar.
Bedanya tipis, tapi sakitnya dalem bro!(Anonim)
*****Sampai sekarang aku tidak pernah tau, bagaimana perasaan Ransi padaku. Jawabannya waktu itu bahkan tidak menyiratkan apapun, seolah dia memang benar-benar tidak memiliki rasa pada aku dan Maya, tapi dia juga tidak bisa menghalangi jika kelak rasa itu timbul.
Aku asumsikan dia memang tidak memiliki rasa padaku. Hah! Sudah berapa kali aku mencoba move on? Mencari pria lain untuk mengisi hatiku, tapi hasilnya NOL. Setiap aku dekat dengan pria lain, aku selalu membandingkannya dengan Ransi.
Ransi yang begini...
Ransi yang begitu...
Ransi yang nggak cinta aku....
Setelah lelah untuk melupakan Ransi, aku berubah haluan, aku tetap akan mencintainya tapi berusaha untuk mengekang rasa untuk memilikinya. Intinya aku berusaha bersyukur bisa dekat dengannya walaupun dengan status hanya sahabat.
Walaupun kadang usahaku itu goyah dengan berbagai macam perhatiannya.
Terjebak dalam zona persahabatan ini sangat sangat menyakitkan. Tapi aku dengan sukarela masuk ke dalam zona ini, hingga tanpa terasa sudah terjebak terlalu dalam.
Aku jadi teringat perkataan Sujiwo Tejo, "Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikahi siapa. tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa."
Yah aku tidak bisa mengekang rasa cintaku pada Ransi, sekuat apapun aku berusaha untuk menghindarinya, ternyata perasaan cinta itu juga semakin kuat. Salahkan dia yang bersikap baik dengan cara yang dingin padaku. Sehingga dia terlihat cool dan keren di mataku.
Tapi sebenarnya itu bukan salah dia juga, karena aku yang memelihara rasa ini, memupuknya hingga subur hingga saat tersadar perasaan itu sudah tumbuh dengan begitu rimbun.
"Ini si Dira galau mulu mukanya." Kata Mbak Ria, Kepala bagian CSO di sini.
"Keliatan banget ya Mbak?" Kataku sambil memegangi kedua pipiku.
"Iyalah, murung terus. Padahal closingannya udah banyak."
"Mbak Dira itu galau masalah cinta Mbak, bukan masalah closingan." Celetuk Gina.
"Halah, emang anak muda nggak jauh-jauh dari cinta ya. Kenapa sih Dir?" Tanya Mbak Ria.
"Nggak papa Mbak. Gina ngarang aja, cuma nggak enak badan aja ini."
"Masa?" Aku mengangguk, berusaha meyakinkan mereka.
"Udahlah move on dong, sama cowok yang aku kenalin kemarin aja." Ujar Gina. Gina memang tau soal aku yang terlibat friendzone, dia itu partner makan siangku, setiap siang kami pasti bertukar cerita dan yahhh beberapa waktu lalu aku menceritakan masalah pelikku itu.
"Kenapa Dira? baru putus? Bukannya lagi nggak punya pacar ya?" Semua orang di sini memang tau kalau aku ini jomblo. Bagaimana bisa berpacaran kalau di dalam hatiku hanya Ransi. Bukan berarti aku tidak pernah mencoba, dulu aku sempat berpacaran, tepatnya setelah kejadian hujan-hujan bersama Ransi beberapa minggu dari sana, aku mencoba menjalin hubungan dengan salah satu nasabahku, usianya dua tahun di atasku, dan hanya bertahan selama tiga bulan. Kapan-kapan aku cerita tentang hubunganku dengannya.
"Nggak Mbak, aduhhh Gina jangan didengerin lah. Aku ke atas dulu deh mau makan." Aku segera melarikan diri dari sini, sebelum dicecar dengan pertanyaan lain.
Ransi memang bukan cinta pertamaku, cinta pertamaku sudah jauh pergi dari kota ini. Kalau kata orang, cinta pertama sulit dilupakan, tapi menurutku cinta dengan sabahat sendiri, itu lebih sulit dilupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lempar Kode, Sembunyi Hati (Sebagian Part dihapus)
General FictionMenurut lo friendzone itu apa? Tempat main kayak timezone, tapi bedanya ini main perasaan. Semacam tidak memiliki namun takut kehilangan, semacam tak punya status namun merasakan kecemburuan.