Prolog: Gadis Melankolis

2.1K 116 54
                                    

"AKU...???"
"Siapakah aku?"
"Apakah aku ini sebenarnya?"
"Dan berada di dunia macam apakah aku saat ini?"

Aku sendiri tidak pernah bisa untuk mengenal dengan pasti, siapakah aku sebenarnya? Hanya ada awan mendung dilangit kelam kehidupanku, membuatku menjadi buta, tak ahu arah untuk melangkah. Hanya ada satu hal yang aku ketahui; Aku hanyalah seorang gadis (kecil) yang terlahir dengan orangtuaku, yang memiliki hobi bertengkar dan melemparkan sebuah caci maki, sudah seperti rutinitas bagi mereka.

Tidaklah jarang, kekerasaan rumah tangga pun sering kerap terjadi. 'Menyesakan hatiku ini.' Sudah hampir tiga tahun belakangan ini, aku menyaksikan mereka yang selalu saja bertengkar di setiap harinya. Tak ada sedikit waktu yang diberikan oleh mereka untuk diriku ini, walaupun hanya untuk memberikan sedikit perhatiannya kepadaku.

'Pyankk... Prank... Brukk...' Terdengar suara-suara gaduh dari ruang tengah rumahku. Dengan sebuah rasa penasaran yang tinggi, aku coba menghampirinya. Lalu, aku melihatnya...

"Dasar kamu itu ya, Istri yang gak tahu diri!!"
"Gak punya otak!!
"Berani ya kamu melawan Suamimu ini!!" Bentak Ayahku, dengan nada yang sangat tinggi.

"Enggak... Mas... Bu-Bukan itu mak..." Jawab Ibu terbata-bata, hendak menjelaskan sesuatu kepada Ayah. Namun sebelum Ibu mampu menyelesaikan ucapannya itu.

"Diam kamuuu!!!" Bentak Ayah, memotong ucapan Ibu. Aku hanya mampu terdiam, duduk tersungkur dalam sebuah tangis yang menyayat hati. Bahkan nyaliku menjadi ciut, tak sanggup untuk terus menyaksikan apa yang telah terjadi di depan kedua mataku ini.

Lalu kemudian, timbul beberapa pertanyaan di dalam benakku;

'Aku tak tahu harus berbuat apa? Apa yang bisa dilakukan oleh seorang gadis kecil, jika dirinya sedang berada di dalam keadaan yang seperti ini? Dan apakah ada seseorang yang sanggup menolongku, untuk membawaku pergi dan terbebas dari semua ini?'

***

Dalam diam. Aku tutup rapat kedua telinga, serapat mungkin aku coba menutupnya, namun suara bisikan yang entah darimana asalnya mulai memenuhi seluruh ruang di dalam benakku, lalu membuat diriku ini menjadi semakin frustasi dan tak berdaya. Dalam lemah dudukku. Aku sungguh berharap, akan datangnya sunyi dari suara bisikan yang mulai memenuhi ruang benakku itu. Tanpa aku sadari, airmata pun sudah terjatuh (mengalir deras) membasahi kedua pipi. Aku coba untuk membungkam hatiku yang telah melemah ini, namun perih itu semakin menerorku dengan sangat kejamnya.

Suara menyakitkan itu seperti mengekang ketegaran jiwa, lalu kemudian mengikatnya, membuat diriku ini semakin lemah dan menjadi tak berdaya. Inginku dapat melangkahkan kaki ini pergi, namun untuk kembali bangkit, aku tak lagi sanggup. Aku sudah sangat berharap dengan sepenuh hatiku; Jika semua ini hanyalah sebuah fatamorgana kelelahanku saja. Jadi saat aku membuka kedua mataku ini, ternyata semua ini tidaklah nyata adanya. Dan disaat sudah terbuka mataku, ternyata hanyalah canda dan tawa mesra yang terlihat olehku, namun sekali lagi harus aku terima kenyataan pahit ini. Ya,..

'Harapan tetaplah saja menjadi sebuah harapan.'
















(1)

Melankolis: Sebuah harapan dan airmata. (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang