7 : Janji? Tepati? atau Ingkari?

16K 1.7K 256
                                    

"Janji? Bakal gue tepati kalau gue mampu." -Alvan-

"Janji? Gue enggak sembarang umbar janji." -Alvin-

~A Thousand Stars for Nathan~

...

Hujan, batin Alvan.

Cowok yang sudah mengenakan pakaian jalannya itu hanya bisa menggeleng pasrah, kedua matanya mengerjap memperhatikan langit yang sudah gelap. Hujan deras seperti ini tidak mungkin baginya untuk keluar kemana-mana. Untungnya sebelum pergi ke taman, ia pulang kerumah terlebih dahulu.

Tapi Veny?

Rasanya napas Alvan seakan terhenti, cewek itu tadi lebih memilih untuk menunggu di depan jalan tol sekolah. Veny pasti kehujanan, tapi... tapi... Alvan memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. Veny tak mungkin kehujanan, cewek itu pasti sudah pulang ke rumah sekarang. Ya, tak ada lagi yang perlu di takutkan.

Baiklah, Veny sudah pulang. Cam kan kalimat itu.

Alvan menghembus napas panjang, menutup tirai di balik jendelanya. Tubuhnya ia rebahkan di atas sofa sambil menikmati teh lemon hangatnya.

☁☁☁

Alvan? Alvin mencengkram tangkai payungnya dengan erat, memperhatikan Veny dengan tajam. Cewek itu dari tadi tersenyum senang, mengajaknya pergi jalan, dan jangan lupa pula...

Cewek itu baru saja memanggil dirinya 'ALVAN'

"Van, ayo kita pergi. Kamu enggak lupa janji kamu kan?"

"Sial," Alvin menggertak giginya geram. Satu hal yang bisa ia simpulkan sekarang hanyalah Alvan memiliki janji dengan Veny. Dan sialnya lagi, Si Pecundang itu malah mengingkari janjinya sendiri, membiarkan seorang cewek berdiri sendirian di bawah hujan deras seperti ini.

Alvin mengulurkan tangannya, membagi sebagian payungnya untuk Veny. Cewek itu sudah basah kuyup sekarang. Kedinginan? Pasti. Sakit? Alvin berharap, mudah-mudahan saja tidak.

"Van?"

"Gue Alvin," jawab Alvin datar.

Veny tersentak, mundur beberapa langkah. Tubuh cewek itu bergetar, bukan menggigil kedinginan, cewek itu sepertinya jauh terlihat takut mengingat bentakan Alvin beberapa hari lalu.

"Maaf, aku enggak bermaksud panggil kamu Alvan. Aku enggak tahu, aku mohon jangan bentak aku. Ak-aku mohon."

Alvin menghembus napas panjang, menarik tangan Veny dengan kasar. Sontak, tubuh Veny tertarik dan jatuh tepat di sebelah lengan Alvin. "Bodoh, gue enggak bakalan nyakitin lo. Asalkan lo tetap berdiri di sini dan enggak kemana-mana, ngerti?"

Veny mengangguk pelan.

"Ini hujan, gue cuma punya satu payung. Gerbang sekolah juga udah ditutup, mustahil buat kita berteduh di bawah pohon, gue enggak mau lo mati konyol kesambar petir, oke?"

Sekali lagi, Veny menggangguk, perlahan tubuh kecil itu mulai tampak nyaman sekarang. Alvin tersenyum. "Ya udah, sekarang kita berdiri di sini sambil nungguin hujannya berhenti."

Rintik hujan turun semakin deras, jalan tol yang berwarna keabu-abuan tampak begitu licin membuat beberapa pengendara enggan melewatinya.

"Kamu Alvin?"

"Hmm," jawab Alvin malas, sebelah tangannya yang dari tadi memegang payung langsung ia topangkan ke pundak Veny. "Tangan gue pegal woi."

Veny mengangkat kedua sudut bibirnya. "Ya udah sini, biar aku pegang payungnya."

A Thousand Stars for Nathan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang