8 : Badday

16.2K 1.6K 213
                                    

"Dalam kamus hidup gue enggak ada kata badday." -Olive-

"Badday? Jangan tanya, tiap hari emang badday." -Alvin-

~A Thousand Stars for Nathan~

...

Pukul enam pagi, matahari tampak enggan menyinari cahayanya, awan-awan masih bertebaran layaknya lautan kapas. Cewek berpita merah itu turun dari mobil sport-nya sambil menatapi parkiran sekolah.

Sepi, hanya kendaraannya yang terparkir di sini. Ya, Olive memang rajin, meskipun memakai kendaraan pribadi, sebisa mungkin cewek itu datang setengah jam atau satu jam sebelum bel masuk berdering.

Olive menyandang tasnya lalu berjalan mengitari koridor sekolah. Baginya, sekolah ini tampak cantik bila sepi. Tanpa keributan, perkelahian dan pem-bully­-an tentunya.

Kedua sudut bibirnya mengembang seketika begitu memperhatikan tanaman di depan kelasnya, tampak segar dengan butiran embun di sekitar sisi daunnya.

"Sial."

Sontak, Olive menoleh belakang, suara berat seseorang berhasil mengejutkannya. Sudah ia duga, siapa lagi kalau bukan Alvin. Cowok itu selalu bersikap angin-anginan. Kadang-kadang baik, kadang-kadang pintar, kadang-kadang datang pagi. Benar-benar aneh.

Alvin berjalan terseret berusaha mencapai ambang pintu kelas, cowok itu tampak lemas dengan bulir keringat dingin mengalir dari dahinya. Bibir yang selalu mengerucut itu pun tampak terkulum seketika. Alvin meringis kesakitan.

"Alvin? Lo kenapa Vin?" tanya Olive mengguncang tubuh Alvin dengan pelan.

Alvin memejamkan mata, menyandarkan kepalanya ke sisi pintu. "Pusing."

Olive berjinjit menempelkan sebelah tangannya ke dahi Alvin, terasa panas. "Vin, lo demam. Lo kenapa sekolah? Lo..." Olive menggeleng, panik. "Lo ke sekolah jalan kaki?"

Alvin mengangguk pelan. "Enggak mau di rumah. Enggak enak."

"Vin, lo ke ruang kesehatan gih sekarang. Mumpung murid-murid pada belum datang."

Alvin mengangkat sebelah sudut bibirnya, berusaha mungkin cowok itu berdiri tegap, menyeimbangkan tubuhnya. "Enggak usah panik Live, cuma kelaparan kok."

Olive menggeleng tegas, ia tahu ini hanya alasan Alvin. Cowok itu tak akan pernah bisa berakting di depannya. Tidak-akan-pernah-bisa.

Olive menyipitkan kedua matanya, tajam. "Alvin, turuti kata gue."

Alvin mendesah malas, menarik ujung-ujung rambutnya kuat. "Iya! Tapi ke kantin dulu oke?"

"Gue temenin." Secepat mungkin Olive memasuki kelas, meletakkan tasnya di bangku paling belakang. Ia menoleh sejenak, memperhatikan bangku dengan penghuni tas hitam di depannya. Lagi-lagi Alvin menjadi pendatang tercepat di pagi ini.

Olive keluar kelas, berjalan beberapa langkah di belakang Alvin. Dari kelas seberang, tampak pembersih sekolah tengah menyapu guguran daun ketapang. Daun-daun kering serta daun-daun yang berwarna kemerah-merahan itu melayang jatuh dengan indah.

Olive mengangkat kedua sudut bibirnya memperhatikan punggung Alvin. Lagi-lagi, cowok kasar berhati lembut itu berhasil menarik perhatiannya. Jujur ia sempat takut bila Alvin menjauhinya, tidak menganggapnya lagi sebagai sahabat, ataupun teman sekelas.

Terkadang, apa yang kita bayangkan jauh lebih mengerikan dibandingkan realita.

Brugg!

Sontak Olive membulatkan mata, berlari menghampiri Alvin dengan cepat. Tubuh cowok itu ambruk di depannya seketika.

A Thousand Stars for Nathan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang