15 : Matahari + Hujan = Pelangi (2)

14.1K 1.5K 380
                                    

"Gue akui gue badboy. Gue melankolis? Gue bakal jawab iya. Gue suka sama hujan? Sekali lagi gue jawab iya.

Hujan bagi gue memang lambang kesedihan, tapi lo enggak bakal pernah bisa nikmati kebahagiaan jika lo belum pernah ngerasain hujan." -Alvin-

~A Thousand Stars for Nathan~

...

Seratus!!

Alvin berjalan cepat sesekali melompat kegirangan. Jalan tol tampak ramai dipadati kendaraan beroda empat, belum lagi para pekerja kantoran yang baru pulang, dan ditambah pula dengan kaum pelajar yang sudah tidak sabar ingin cepat-cepat ingin menuju rumah.

Alvin tersenyum, mendongakkan kepalanya. Matahari mulai terbenam, membuat langit menyorotkan semburat jingganya. Tampak indah. Belum lagi gumpalan-gumpalan awan putih yang juga ikut-ikutan berubah menjadi jingga.

Ingin saja Alvin berteriak kegirangan sekarang, tapi buru-buru niat itu ia hentikan sebelum orang-orang menyangkanya gila. Jujur, hasil ulangannya benar-benar diluar dugaan. Ia yakin ketiga anggota keluarga di rumah itu pasti juga tidak menyangka melihat angka yang tertera di sana.

Bukan hanya nilai ulangan, tapi yang membuat Alvin senang kali ini adalah...

Air terjun. Bahkan nyawa Alvin nyaris melayang membayangkannya. Piknik bersama keluarga, mengobrol bersama, dan menikmati masakan mama.

Alvin menyengir lagi dan...

Brakk!!

Tertabrak tiang listrik.

"Duh..." Alvin meringis, mengusap kepalanya. Beberapa orang yang mendengar suara benturan itu sontak membungkam mulutnya menahan tawa, takut-takut orang yang menjadi bahan tertawaan malah tersinggung. Alvin menatap sekelilingnya, menyengir. Sial, ini memalukan.

Alvin memegang kepalanya. Dan...

Brakk!!

Kurang ajar! Tenang saja, kali ini bukan karena kebodohannya. Ini karena kebodohan seseorang yang berlari tak tentu arah lalu menabrak tubuhnya, lagi dan lagi.

Ketabrak lagi gue bisa langsung amnesia. Setidaknya gue pura-pura amnesia biar enggak malu-maluin.

Alvin menunduk, memperhatikan si penabrak dengan topi biru dikenakannya, anak itu menarik napas terengah. "Lo enggak kenapa-napa? Bukan sesak napaskan? Gue enggak bisa kasih napas buatan soalnya."

"Tenang, gue sehat," Anak itu membuka topi birunya lalu tersentak menatapi seringaian Alvin. "Lo! Makhluk terkutuk! Pergi dari sini!"

Alvin mengangkat kedua alisnya, takjub. Pantas saja ia tak asing lagi dengan umpatan-umpatan khas anak kecil ini. "Eh? Gue kira siapa, rupanya lo. Lo kenapa? Dikejar orang?"

Rendi menggeram, bangkit dengan kesal. "Enggak usah sok perhatian! Perhatian lo cuma bisa nyakitin kakak gue doang! Lo bukan cowok! Lo banci! Enggak lebih dari pecundang!"

Alvin tersenyum sinis, mengangkat sebelah alisnya.

"Woi! Itu anaknya disana!" teriak seseorang dari kejauhan. Alvin menoleh belakang, lagi-lagi ia harus berjumpa dengan makhluk bernama Vion itu. Kalau dilihat dari situasinya mungkin cowok itu mengincar...

Rendi.

Rendi berlari kencang, Alvin mengekor dari belakang. "Ngapain lo ikut-ikut gue!" teriak Rendi.

"Olahraga. Sekalian gue penasaran lo punya urusan apa sama Vion."

Rendi mendengus. Setelah menemukan lorong kecil yang aman, cowok itu melayangkan pukulannya ke arah Alvin, dan tentu saja dapat ditangkap Alvin dengan mudah. Rendi menggeram, berusaha melepaskan kedua tangannya dari genggaman Alvin. "Lepasin gue pecundang!"

A Thousand Stars for Nathan [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang