pertemuan

12.7K 1K 11
                                    

Tasia mengerjapkan kedua matanya cepat. Hampir ia terloncat dan pingsan jika yang ia lihat tadi adalah sungguhan.

"Ah.. sepertinya otakku benar-benar sedang kacau. Rasanya tadi aku lihat anak ini berwajah rata" katanya dalam hati.

Anak itu tersenyum padanya. Anak yang tampan dan lucu. Kedua matanya bulat dengan iris yang hitam legam. Bibirnya merah terlihat lucu dengan kedua pipi yang bulat. Ia hanya diam saja.

"Kamu sedang apa di sini, dek? Ayah ibu kamu di mana?" Tanya Tasia selagi ikut duduk di samping anak itu.

Namun anak itu masih bungkam dan tetap tersenyum.

"Nama kamu siapa?" Tanyanya Tasia lagi. Ia berpikir mungkin anak itu hanya malu.

"Hadyan" jawabnya.

"Halo, Hadyan. Nama kakak, Tasia. Kamu kenapa main di sini sendirian?" Senyumnya dengan mengusap kepala anak bernama Hadyan itu.

"Karna aku ingin bertemu kakak Tasia" Tasia mengerinyit. Aneh. Namun ia merasa maklum dengan sikap anak-anak yang sering kali ambigu.

"Hahaha.. kamu lucu deh, Hadyan" tawanya dengan mencubit gemas pipi Hadyan.

"Kenapa kakak menangis?" Tanyanya polos.

Tasia sedikit tersentak namun kembali tersenyum dan mengusap mata kirinya yang mungkin sudah membengkak dan disadari Hadyan.

"Karena kakak sedih. Tapi tidak apa-apa, sekarang kakak sudah tidak sedih lagi karena Hadyan sangat lucu"  tawanya lagi.

"Oya Hadyan. Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu. Nanti kak Tasia antar" Hadyan menggeleng, membuat Tasia berpikir anak ini sama seperti anak-anak lainnya. Keras kepala.

"Hey, Hadyan. Kamu tahu? Di pantai ini, ada cerita seram loh. Kalau kamu main seorang diri di pantai ini ketika malam, kamu akan diculik oleh hantu ular yang ada di tengah laut itu. Dan dia akan memakanmu" bisik Tasia.

"Benarkah? Apa kakak takut?"

Tasia mengangguk yakin "kakak sangat sangat takut. Katanya hantu ular itu sangat menyeramkan"

Hadyan tersenyum menenggapi cerita Tasia. Tasia semakin bingung pada anak itu. Biasanya anak kecil akan takut jika diceritakan cerita horor, bukannya tersenyum.

"Pulang saja yuk. Nanti kamu masuk angin. Ayuk, kakak antar" Tasia turun dari tempatnya duduknya dan menggenggam tangan Hadyan.

Kemudian Hadyan tersenyum lagi dan menurut saja dalam gandengan tangan Tasia yang hangat.

"Kamar kamu di mana, Hadyan?" Tanya Tasia, lalu Hadyan menunjuk salah satu kamar yang berada di paling ujung.

Mereka berjalan hingga sampai ke teras kamar itu. Tasia memencet bel kamar, ia masih menggandeng Hadyan yang hanya berdiri diam.

"Kakak baik. Tangan kakak hangat" ucapnya.

Tasia menengok padanya dan tersenyum mendengar kepolosan anak itu "tapi tangan kamu sudah dingin. Kamu harus segera masuk ke dalam" lalu ia memencet belnya lagi.

Lalu pintu terbuka dan menampakkan seorang pria berkumis dari balik pintu.

"Selamat malam pak, saya ke sini mengantar Hadyan pulang. Tangannya sudah dingin, takut ia sakit" sapa Tasia.

"Ya, trimakasih"

Lalu Tasia segera memberikan Hadyan pada bapak itu.

"Maaf pak, saya tidak bermaksud menguliahi bapak, tapi tolong anak bapak dijaga agar tidak bermain di pantai sendirian. Terlebih saat malam hari seperti ini. Selain berbahaya, saya rasa juga pemilik resort sudah memberitahukan kepada bapak soal larangan bermain di pantai seorang diri ketika malam hari. Bahkan pengumuman itu juga sudah dipajang di dekat meja receptionist" ujarnya.

"Ya, saya tahu. Trimakasih nak" jawabnya tanpa ekspresi.

Tasia tersenyum lalu ia berjongkok untuk menyamai tinggi Hadyan "kakak kembali ke kamar dulu ya, Hadyan. Cepat tidur ya, agar kamu mimpi indah" katanya dengan mengelus pipi buntal itu.

"Aku akan bermimpi kakak" Hadyan menangkup balik kedua pipi Tasia dengan kedua tangannya yang kecil.

Tasia tertawa lebar "kakak rasa besar nanti kamu akan digilai gadis-gadis"

Lalu ia beranjak pergi setelah berpamitan. Sesekali ia melambai pada Hadyan yang masih berdiri tersenyum bersama ayahnya di depan pintu kamar mereka.

Hingga Tasia menghilang di balik blok bangunan kamar lain.

"Aku tertarik padanya" ujar Hadyan dengan mengembalikan wujud aslinya menjadi seorang pangeran.

Bersamaan dengan itu, sosok pria di belakangnya turut berubah menjadi semula, yaitu sosok genderuwo hitam berlidah panjang.

"Kita bisa membawanya ke istana, yang mulia"

Hadyan menggeleng "tidak. Aku melihat ada yang janggal di kedua matanya. Aku harus menyelidikinya terlebih dahulu. Lagipula, aku membawanya untuk kujadikan permaisuriku, bukan budak kerajaan. Aku tidak bisa menariknya dengan paksa"

"Perlukah kami turut membantu, yang mulia?"

"Aku akan memanggil kalian jika aku membutuhkan bantuan. Sementara ini, aku akan turun sendiri" jelasnya.

"Baiklah, pangeran. Saya permisi dahulu" lalu ia berubah menjadi burung hitam dan melesat jauh ke tengah laut.

Hadyan tersenyum sendiri. Ia takjub pada Tasia yang dimatanya terlihat sangat baik dan cantik. Tangannya begitu hangat, tidak seperti suhu tubuhnya yang selalu dingin.

Mungkin jika tadi Hadyan tidak berubah pikiran untuk menakuti Tasia dengan anak bermuka rata, ia akan menyesal.

Kini ia telah menemukan apa yang selama ini ia cari. Yaitu seorang gadis yang akan ia pilih menjadi pasangan hidupnya.

The Prince Of The East Sea // EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang