kekosongan

14.8K 1K 20
                                    

Nyaris memakan waktu selama dua hari, perjalanan Tasia dan kawan-kawannya.

Bukan karena macet, tapi mereka terkadang memilih singgah di beberapa tempat rekreasi di sepanjang jalan yang mereka lewati.

Lalu sore itu, akhirnya mereka sampai di pantai tujuan mereka.

"Ah!! Sampai juga!" Teriak Marya ketika ia keluar dari pintu mobil dengan melemaskan otot pinggangnya yang sudah pegal.

"Tidur, kasur! Aku butuh tidur di atas kasur!" Seru Tasia dengan mata sayu.

"Ayo, dikeluarkan semua barang-barang, bawa masuk ke resort" perintah Tata dan langsung dilaksanakan oleh Patra, Jordi, dan Mark tanpa mengeluh.

Tata berjalan paling depan bersama Jordi di sampingnya, menyusuri jalan setapak yang terbuat dari bebatuan yang tersusun rapih. Sedangkan teman-temannya yang lain mengekorinya sambil bercanda-canda.

Mereka memasuki sebuah bangunan bernuansa tradisional khas Jawa dengan banyak ukiran di dinding kayunya. Di dalam sana, terdapat meja panjang dan dua orang wanita muda berpakaian batik yang merupakan receptionist resort tersebut berdiri di baliknya.

"Selamat datang di resort Kencana Indah Suwangi, ada yang bisa kami bantu?" Sapa salah satu receptionist itu dengan ramah.

"Kita mau check-in, mbak. Saya sudah booking secara online, atas nama Riata Anjasani" jelas Tata dengan menunjukkan apa yang tertera di layar ponselnya kepada sang receptionist.

"Baik bu, kami sudah cek dan booking-an nya sudah benar. Ini kunci untuk dua kamarnya di nomor 12 dan 11. Trimakasih" jelasnya dengan memberikan dua anak kunci dengan gantungan potongan batok kelapa pipih dengan ukiran nomor kamar masing-masing.

"Oke, trimaksih" ucap Tata.

"Kembali" sahutnya.

Kemudian Tata memberikan kunci kamar nomor 12 kepada Jordi. Sedangkan kamar nomor 11 ia simpan sendiri untuk kamar para gadis.

Tata sungguh mahir mencari penginapan. Kali ini, resort yang mereka tempati bukanlah seperti resort biasa. Setiap kamar, menghadap langsung pada hamparan pasir pantai dengan laut yang luas.

Benar, pemilik resort itu sudah membeli beberapa hektar kawasan pantai termasuk bibir pantai itu. Sehingga ia dapat membangun tiap kamar bagai rumah pondokan di tepi pantai.

Jalur menuju kamar masing-masing dibuat dari susunan kayu yang sangat rapih. Tiap kamar dipisahkan sejarak satu meter. Kamar-kamar tersebut dibangun layaknya rumah panggung kayu.

"Uwa! Bagus sekali resortnya, Ta" kagum Tasia dengan mata berbinar-binar.

"Ya begitulah" sombongnya.

"Kamu memang mami paling the best!" Ujar Patra berniat memeluknya.

"Heh! Nyari kesempatan!" Omel Mark menarik kerah belakang kaos Patra.

"Melar, Mark! Melar!" Serunya berusah menyingkirkan tangan Mark dari kaos abu kesayangannya.

"Hahaha! Masih kredit itu" tawa Marya.

"Jangan begitu, Mar. Jangan diumbar-umbar kalau ia banyak hutang" ejek Tasia menambahkan.

"Selama masih tampan, itu semua bukan masalah" sahut Patra sombong.

"Sudalah. Itu kamar kita, aku sudah kelelahan menyetir seharian" ujar Jordi dengan menatap Mark sinis.

Mark tersenyum geli "maaf, Jor. Pulang nanti aku yang menyetir sampai rumah. Aku janji"

"Hem" sahut Jordi tak acuh.

Kemudian mereka memasuki kamar masing-masing.

***

The Prince Of The East Sea // EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang